Rantau, (Antaranews Kalsel) - Inforamsi tentang Cabai rawit Hiyung asal Desa Hiyung, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, yang memiliki rasa 17 kali lipat lebih pedas dibanding cabai rawit biasa kini telah mendunia.
Camat Tapin Tengah Rini Yusnita di Rantau Senin mengatakan, sejak beberapa pekan terakhir, ia banyak kedatangan tamu dari dalam maupun luar negeri, untuk melihat langsung pengembangan cabai Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah.
"Kini gara-gara cabai Hiyung, daerah kami menjadi lebih dikenal seantero Nusantara bahkan mendunia," katanya.
Para tamu yang datang dari berbagai daerah dan instansi strategis, mengaku penasaran dengan pemberitaan yang menyebutkan adanya cabai terpedas di Indonesia ini.
Kunjungan tersebut antara lain dari Kementerian Pembangunan Desa (Kemendes) melalui Kepala Balai Latihan Masyarakat untuk mengetahui dan merasakan pedasnya cabai hiyung, dan akan berjanji memberikan pelatihan keterampilan bagi petani cabai.
"Pelatihan mengelola produksi cabai usai panen tersebut, seluruhnya akan dibiayai oleh balai," katanya.
Selain itu, kunjungan dari "Students From Croatia" yang juga penasaran atas pemberitaan di berbagai media massa tentang pedasnya cabai Hiyung.
Selain itu, juga gabungan CSR dari yayasan Dharma Bhakti, PT PAMA, PT Kalimantan Prima Persada (KPP), dan PT Prima Multi Mineral melalui LPB Banua Prima Persada, memberikan bantuan berupa mesin pembuat serbuk cabai atau abon dan lemari penyimpanan serbuk.
Meningkatkan kemampuan petani, kata Rini, rancananya pada Maret 2017, pihaknya akan membawa perwakilan kelompok tani ke balai pelatihan Bogor, agar bisa berkembang lebih baik.
"Keberhasilan ini berkat dukungan seluruh instansi pemerintah, khususnya dinas Pertanian sehingga cabai Hiyung menjadi rujukan semua pihak," katanya.
Sebelumnya, Bupati Tapin Arifin Arpan mengatakan, cabai rawit dengan cita rasa sangat pedas tersebut, hanya tumbuh di desa Hiyung Kecamatan Tapin Tengah, sehingga cabai tersebut diberi nama cabai Hiyung.
"Saat cabai tersebut kita tanam di tempat lain, rasanya menjadi kurang pedas, bahkan cenderung tidak pedas, ini sangat aneh," katanya.
Begitu ditanam di Desa Hiyung, rasa pedasnya menjadi berkali lipat dibanding cabai biasa, sehingga cabai Hiyung tersebut, kini menjadi andalan komoditas Kabupaten Tapin, yang kini banyak diburu oleh pedagang baik dari daerah maupun luar daerah.
Berdasarkan penelitian dari, cabai yang dikembangkan oleh petani desa Hiyung tersebut memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 ppm atau setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa.
Cabai Hiyung ini, pertama kali di tanam oleh Subarjo (40), 23 tahun lalu tepatnya pada tahun 1993 dengan membawa bibit dari gunung sebanyak 200 bibit.
Selain rasanya yang pedas, cabai Hiyung juga memiliki keunggulan yaitu daya penyimpanan yang tahan lama yakni 10 hari pada suhu ruangan normal.
Tercatat dari 420 kepala keluarga (KK) yang berada di desa Hiyung, sebanyak 85 persen bekerja sebagai petani cabai. Rasa pedas yang dihasilkan cabai Hiyung diduga karena keasaman tanahnya.
Kini Pemkanb Tapin telah mengembangkan 200 hektare lahan, untuk tanaman cabai Hiyung di daerah tersebut, dari total potensi lahan pengembangan hingga 3 ribu hektare.
Pengembangan tersebut, sesuai dengan terdaftarnya varietas tanaman lokal dari Kementrian Pertanian RI dengan nomer 09/PLV/2012 tangga 12 april 2012, maka pemerintah kabupaten Tapin bertanggung jawab atas perkembangan dan pembudidayaannya, sehingga tidak hilang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Camat Tapin Tengah Rini Yusnita di Rantau Senin mengatakan, sejak beberapa pekan terakhir, ia banyak kedatangan tamu dari dalam maupun luar negeri, untuk melihat langsung pengembangan cabai Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah.
"Kini gara-gara cabai Hiyung, daerah kami menjadi lebih dikenal seantero Nusantara bahkan mendunia," katanya.
Para tamu yang datang dari berbagai daerah dan instansi strategis, mengaku penasaran dengan pemberitaan yang menyebutkan adanya cabai terpedas di Indonesia ini.
Kunjungan tersebut antara lain dari Kementerian Pembangunan Desa (Kemendes) melalui Kepala Balai Latihan Masyarakat untuk mengetahui dan merasakan pedasnya cabai hiyung, dan akan berjanji memberikan pelatihan keterampilan bagi petani cabai.
"Pelatihan mengelola produksi cabai usai panen tersebut, seluruhnya akan dibiayai oleh balai," katanya.
Selain itu, kunjungan dari "Students From Croatia" yang juga penasaran atas pemberitaan di berbagai media massa tentang pedasnya cabai Hiyung.
Selain itu, juga gabungan CSR dari yayasan Dharma Bhakti, PT PAMA, PT Kalimantan Prima Persada (KPP), dan PT Prima Multi Mineral melalui LPB Banua Prima Persada, memberikan bantuan berupa mesin pembuat serbuk cabai atau abon dan lemari penyimpanan serbuk.
Meningkatkan kemampuan petani, kata Rini, rancananya pada Maret 2017, pihaknya akan membawa perwakilan kelompok tani ke balai pelatihan Bogor, agar bisa berkembang lebih baik.
"Keberhasilan ini berkat dukungan seluruh instansi pemerintah, khususnya dinas Pertanian sehingga cabai Hiyung menjadi rujukan semua pihak," katanya.
Sebelumnya, Bupati Tapin Arifin Arpan mengatakan, cabai rawit dengan cita rasa sangat pedas tersebut, hanya tumbuh di desa Hiyung Kecamatan Tapin Tengah, sehingga cabai tersebut diberi nama cabai Hiyung.
"Saat cabai tersebut kita tanam di tempat lain, rasanya menjadi kurang pedas, bahkan cenderung tidak pedas, ini sangat aneh," katanya.
Begitu ditanam di Desa Hiyung, rasa pedasnya menjadi berkali lipat dibanding cabai biasa, sehingga cabai Hiyung tersebut, kini menjadi andalan komoditas Kabupaten Tapin, yang kini banyak diburu oleh pedagang baik dari daerah maupun luar daerah.
Berdasarkan penelitian dari, cabai yang dikembangkan oleh petani desa Hiyung tersebut memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 ppm atau setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa.
Cabai Hiyung ini, pertama kali di tanam oleh Subarjo (40), 23 tahun lalu tepatnya pada tahun 1993 dengan membawa bibit dari gunung sebanyak 200 bibit.
Selain rasanya yang pedas, cabai Hiyung juga memiliki keunggulan yaitu daya penyimpanan yang tahan lama yakni 10 hari pada suhu ruangan normal.
Tercatat dari 420 kepala keluarga (KK) yang berada di desa Hiyung, sebanyak 85 persen bekerja sebagai petani cabai. Rasa pedas yang dihasilkan cabai Hiyung diduga karena keasaman tanahnya.
Kini Pemkanb Tapin telah mengembangkan 200 hektare lahan, untuk tanaman cabai Hiyung di daerah tersebut, dari total potensi lahan pengembangan hingga 3 ribu hektare.
Pengembangan tersebut, sesuai dengan terdaftarnya varietas tanaman lokal dari Kementrian Pertanian RI dengan nomer 09/PLV/2012 tangga 12 april 2012, maka pemerintah kabupaten Tapin bertanggung jawab atas perkembangan dan pembudidayaannya, sehingga tidak hilang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017