Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Ketua Komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Kalimantan Selatan Suwardi Sarlan berpendapat, perjuangan untuk bisa kembali mengekspor rotan harus bersama-sama dengan provinsi lain yang merupakan penghasil komoditas tersebut.
Pasalnya kalau cuma Kalimantan Selatan (Kalsel) sendiri berjuang, tanpa bersama-sama dengan provinsi lain kemungkinan tipis untuk berhasil menuntut pencabutan larangan ekspor rotan, katanya di Banjarmasin, Sabtu.
"Apalagi Kalsel bukan penghasil utama rotan atau lebih banyak berperan sebagai daerah yang mencarikan pangsa pasar komoditas tersebut," lanjutnya saat berada di ruang Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD provinsi tersebut.
Ia mengatakan, berdasar peneliti Karli Hanafi alumnus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, tanaman rotan banyak terdapat di provinsi tetangga Kalimantan Tengah (Kalteng), antara lain sekitar daerah aliran sungai (DAS) Sungai Barito, Kahayan, Katingan dan Sungai Mentaya.
"Bahkan di Kalteng terdapat usaha budidaya tanaman rotan. Sedangkan di Kalsel tanaman rotan tidak begitu banyak, serta belum ada budidaya komoditas tersebut," kutipnya.
Oleh karena itu, komisinya perlu konsep yang lebih jelas dalam perjuangan pencabutan Pertaruan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 35 tahun 2011 tentang larangan ekspor rotan.
Persoalannya, lanjut dia, jangan-jangan ketika keran ekspor rotan terbuka, Kalsel tidak menikmati hasil perjuangan tersebut, tetapi justru provinsi lain yang mendapatkan keuntungan.
Sebagai contoh, Kalteng sebagai penghasil rotan mengekspor sendiri komoditas tersebut, karena akses mereka yang semakin terbuka, maka Kalsel tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali dalam bentuk lain.
Misalnya Kalsel mengekspor produk jadi dari bahan baku rotan, seperti dalam bentuk lampit dan furneture serta olahan lain, baru bisa mendapatkan nilai tambah.
Oleh karena itu pula dia menyarankan, petani, pedagang dan industri rotan (Pepirka) juga membicarakan masalah larangan ekspor rotan bersama DPRD Kalteng serta Pemprov tersebut, bukan cuma dengan
Komisi II DPRD Kalsel.
"Namun pada dasarnya sebagai wakil rakyat, anggota Komisi II DPRD Kalsel yang juga membidangi pertanian dalam pengertian luas, serta perindustrian dan perdagangan akan memperjuangkan aspirasi Pepirka yang meminta pencabutan Permendag 35/2011," demikian Suwardi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Pasalnya kalau cuma Kalimantan Selatan (Kalsel) sendiri berjuang, tanpa bersama-sama dengan provinsi lain kemungkinan tipis untuk berhasil menuntut pencabutan larangan ekspor rotan, katanya di Banjarmasin, Sabtu.
"Apalagi Kalsel bukan penghasil utama rotan atau lebih banyak berperan sebagai daerah yang mencarikan pangsa pasar komoditas tersebut," lanjutnya saat berada di ruang Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD provinsi tersebut.
Ia mengatakan, berdasar peneliti Karli Hanafi alumnus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, tanaman rotan banyak terdapat di provinsi tetangga Kalimantan Tengah (Kalteng), antara lain sekitar daerah aliran sungai (DAS) Sungai Barito, Kahayan, Katingan dan Sungai Mentaya.
"Bahkan di Kalteng terdapat usaha budidaya tanaman rotan. Sedangkan di Kalsel tanaman rotan tidak begitu banyak, serta belum ada budidaya komoditas tersebut," kutipnya.
Oleh karena itu, komisinya perlu konsep yang lebih jelas dalam perjuangan pencabutan Pertaruan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 35 tahun 2011 tentang larangan ekspor rotan.
Persoalannya, lanjut dia, jangan-jangan ketika keran ekspor rotan terbuka, Kalsel tidak menikmati hasil perjuangan tersebut, tetapi justru provinsi lain yang mendapatkan keuntungan.
Sebagai contoh, Kalteng sebagai penghasil rotan mengekspor sendiri komoditas tersebut, karena akses mereka yang semakin terbuka, maka Kalsel tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali dalam bentuk lain.
Misalnya Kalsel mengekspor produk jadi dari bahan baku rotan, seperti dalam bentuk lampit dan furneture serta olahan lain, baru bisa mendapatkan nilai tambah.
Oleh karena itu pula dia menyarankan, petani, pedagang dan industri rotan (Pepirka) juga membicarakan masalah larangan ekspor rotan bersama DPRD Kalteng serta Pemprov tersebut, bukan cuma dengan
Komisi II DPRD Kalsel.
"Namun pada dasarnya sebagai wakil rakyat, anggota Komisi II DPRD Kalsel yang juga membidangi pertanian dalam pengertian luas, serta perindustrian dan perdagangan akan memperjuangkan aspirasi Pepirka yang meminta pencabutan Permendag 35/2011," demikian Suwardi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017