Pakar antropologi masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah S.Sos.I, MA menyebut kasus hoaks "Sandal Rhoma Irama" di Banjarmasin yang berbuntut laporan polisi seyogianya dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa ruang publik di media sosial (medsos) bukan hampa makna.

"Atau sebaliknya tidak bisa dimaknai menurut selera pembuat atau suatu komunitas," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu.

Dia menegaskan pula, lokasi Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin dan isu hilang sandal bukanlah objek yang bisa dimanipulasi untuk kepentingan bahan candaan yang disuguhkan di hadapan khalayak sangat luas seperti medsos di dunia maya.

Nasrullah menjelaskan, sejatinya motif kreator dan penyebar video sebatas ingin terlihat lucu atau dalam bahasa Banjar disebut bagayaan alias bercanda.

Namun masalah justru dimulai dari situ juga, pilihan tema hilangnya sandal sang Raja Dangdut memang akan menjadi berita karena dia seorang superstar. 

Oleh karena apapun dari Rhoma Irama akan menjadi berita karena posisinya sebagai "newsmaker", sehingga dari sisi viral, kreator dan penyebar sudah mendapat apa yang diinginkan. 

"Sayangnya, bercanda ini menjadi berlebihan karena pilihan momen dan tempat tidak wajar yakni pada hari Jumat (seusai Jumatan) dan di masjid," jelas pakar antropologi masyarakat jebolan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.

Terlebih lagi wilayah sebarnya melampaui batas geografis karena melalui media sosial penyebaran informasi mengalami deteritorialisasi. Inilah yang membuat pengelola masjid tidak nyaman.

Sedangkan pada kultur "bagayaan" atau bercanda bagi orang Banjar bersifat pembelokan makna dari serius menjadi santai dan merupakan peristiwa komunal dan cakupan wilayahnya sangat sempit yang membuat orang memaklumi satu sama lain.

Namun penekanan informasi "Rhoma Irama hilang sandal' yang dikonfirmasi sebagai hoaks adalah jauh dari peristiwa kultural karena akan mengalami penafsiran sebagaimana infornasi yang disampaikan.

Diketahui video hoaks tersebar di media sosial bertepatan di momen setelah "Raja Dangdut" Rhoma Irama menjadi khatib Shalat Jumat pada 15 Juli 2022 lalu. Video dengan visual kubah masjid itu diisi suara yang mengaku panitia masjid menginformasikan sendal Rhoma Irama hilang dan meminta untuk segera dikembalikan. 

Sekretaris Badan Pengelola Masjid Raya Sabilal Muhtadin Samsul Rani bersama delapan orang pengurus lainnya pada Selasa (19/7) membuat laporan polisi ke Subdit 5 Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel karena menilai video berisi berita bohong yang beredar luas telah mencemarkan nama baik masjid terbesar di Kalimantan Selatan itu.

Pewarta: Firman

Editor : Mahdani


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022