Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat mensyukuri harga beras di Indonesia yang tidak naik, padahal saat ini sedang terjadi gejolak rantai pasok pangan di dunia karena konflik militer Rusia dan Ukraina.

“Bayangkan. Kita ini harus betul-betul bersyukur bahwa negara kita diberikan pangan yang harganya, beras utamanya, tidak naik. Harus kita syukuri betul,” kata Presiden Jokowi di puncak peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-29 Tahun 2022, Medan, Sumatera Utara, Kamis.

Di tengah gejolak rantai pasok pangan dunia, Presiden Jokowi menyebutkan Indonesia masih memiliki sumber produksi beras yang melimpah.

“Untungnya, kita ini, Alhamdulillah, rakyat kita utamanya petani masih berproduksi beras, dan sampai saat ini harganya belum naik, semoga tidak naik karena stoknya selalu ada dan sudah tiga tahun kita tidak impor beras lagi,” ujar Presiden Jokowi.

Stok beras di pasar domestik, kata Presiden, selalu melimpah sehingga tidak memerlukan impor.
 

“Biasanya kita impor 1,5 juta ton, 2 juta ton. Ini sudah tidak impor lagi. Ini Menteri Pertanian hadir di sini, terima kasih Pak Menteri,” kata Presiden Jokowi.

Meskipun demikian Presiden mengingatkan seluruh pihak untuk selalu mewaspadai kondisi rantai pasok pangan dan energi saat ini. Hal itu terutama untuk komoditas gandum, karena Indonesia merupakan importir gandum.

Pasokan gandum dari dua negara yang dilanda konflik, Rusia dan Ukraina, terhambat. Padahal dua negara tersebut merupakan produsen besar untuk gandum di pasar dunia.

“Ini hati-hati, yang suka makan roti, yang suka makan mie, bisa harganya naik. Karena apa? Ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina mempengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum itu 30-40 persen berada di negara itu, Ukraina, Rusia, Belarus, semua ada di situ,” jelas Presiden Jokowi.

Bahkan, kata Presiden, beberapa negara sudah mengalami kekurangan pangan dan kelaparan karena terhambatnya pasokan pangan akibat perang Ukraina dan Rusia.

“Bayangkan, berapa ratus juta orang ketergantungan kepada gandum Ukraina dan Rusia? dan sekarang ini sudah mulai karena barang itu tidak bisa keluar dari Ukraina, tidak bisa keluar dari Rusia,” kata Presiden Jokowi.
 

Berita sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan Kalimantan Selatan (Kalsel) mensosialisasikan program percepatan penurunan konsumsi beras di Kabupaten Tanah Bumbu.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kalsel Fathurrahman di Batulicin Kamis menjelaskan, sosialisasi itu bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber karbohidrat dari beras, melalui diversifikasi pangan lokal yang difokuskan pada komoditas pengganti seperti jagung, ubi kayu, sagu, kentang, talas dan pisang.

"Pemilihan lokus diversifikasi didasarkan pada konsumsi pangan masyarakat setempat pada komoditas pengganti tersebut. Mengingat keberhasilan diversifikasi pangan akan tergantung dengan kebiasaan atau pola hidup masyarakat yang menjadi lokus," ujarnya.

Ia menjelaskan, ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk melakukan diversifikasi diantaranya dengan meningkatkan produksi atau ketersediaan komoditas pengganti beras melalui pemanfaatan teknologi tinggi, penggunaan bibit unggul serta peningkatan skala usaha tani.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Tanah Bumbu, Lamijan melaporkan, konsumsi beras di Bumi Bersujud berkaitan erat dengan konsumsi komoditas pengganti.

"Apabila konsumsi beras turun, maka konsumsi komoditas pengganti, terutama umbi-umbian akan cenderung naik," ujarnya.

Adapun usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam melakukan diversifikasi konsumsi pangan antara lain dengan pengembangan pangan lokal beragam, bergizi, sehat dan aman, serta menggalakkan gerakan satu hari tanpa nasi di kalangan masyarakat.

Sosialisasi itu sendiri dihadiri oleh Kepala Balai Penyuluh Pertanian dan para mantri tani dari 13 kecamatan yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

Pewarta: Indra Arief Pribadi

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022