Pemerintah kembali menggulirkan kebijakan baru yang disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto yang menegaskan pelarangan ekspor untuk produk turunan kelapa sawit, Refined, Bleached, Deodorized (RBD) palm olein, dan bukan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit.
Kebijakan disampaikan Selasa (26/4) tersebut juga sekaligus meluruskan pandangan banyak pihak, yang menganggap pelarangan itu terhadap produk CPO, sehingga sempat menimbulkan kekhawatiran anjoknya harga sawit, utamanya di kalangan para pelaku usaha perkebunan sawit termasuk para petani sawit.
"Pada dasarnya di manajemen perusahaan akan senantiasa menaati regulasi yang ditetapkan pemerintah, kalau yang dilarang ekspor CPO tentu akan dirasakan dampaknya bagi perusahaan, namun dengan adanya perubahan kebijakan ini tentu kita sambut baik," kata KTU PT Surya Langgeng Sejahtera, Dhimas Angraetna, Rabu (27/4).
Baca juga: Produksi petani sawit turun perparah kondisi jelang penyetopan ekspor
Menurut dia, PT SLS yang beroperasi di Kecamatan Kalumpang memang tidak mengolah sendiri produk jadi CPO, karena tidak memiliki pabrik pengolah CPO, dan hingga saat ini PT SLS berproduksi untuk menghasilkan buah sawit kemudian akan dikirim ke pabrik perusahaan yang masih satu group denqan PT SLS.
Untuk memenuhi pasokan buah sawit perusahaan saat ini dipenuhi dari hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) di perkebunan perusahaan sendiri, jadi tidak tergantung dari pasokan luar, TBS dikirim secara rutin untuk diolah dipabrik agar efesien dan demi menjaga kualitas buah sawit yang akan diolah.
Communication and Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk, Fenny Sofyan, mengatakan terkait keputusan pemerintah RI yang menyatakan melarang ekspor produk turunan kelapa sawit dalam rangka untuk menjaga pasokan dalam negeri agar melimpah dan harganya tetap murah, Astra Agro menyatakan patuh terhadap kebijakan tersebut.
Baca juga: Petani khawatir harga TBS anjlok terdampak penyetopan ekspor
"Selama ini strategi penjualan Astra Agro Grup bersifat oportunistik, di mana melihat penawaran atau harga terbaik antara ekspor dan domestik. Dengan kebijakan larangan ekspor, maka kami akan mengoptimalkan strategi penjualan di pasar domestik," katanya, saat memberikan keterangan mewakili manajemen PT Subur Agro Makmur (SAM), yang beroperasi di Bajayau, Kecamatan Daha Barat .
Terkait harga, walaupun ada perbedaan namun selama ini telah berjalan seiring dengan efektif baik di pasar ekspor maupun domestik. Kondisi tersebut berbeda dengan saat adanya kebijakan DMO dan DPO, di mana pihaknya menjual kewajiban DMO dengan harga DPO dan di luar kewajiban DMO, pihaknya menjual harga pasar, baik domestik maupun ekspor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Kebijakan disampaikan Selasa (26/4) tersebut juga sekaligus meluruskan pandangan banyak pihak, yang menganggap pelarangan itu terhadap produk CPO, sehingga sempat menimbulkan kekhawatiran anjoknya harga sawit, utamanya di kalangan para pelaku usaha perkebunan sawit termasuk para petani sawit.
"Pada dasarnya di manajemen perusahaan akan senantiasa menaati regulasi yang ditetapkan pemerintah, kalau yang dilarang ekspor CPO tentu akan dirasakan dampaknya bagi perusahaan, namun dengan adanya perubahan kebijakan ini tentu kita sambut baik," kata KTU PT Surya Langgeng Sejahtera, Dhimas Angraetna, Rabu (27/4).
Baca juga: Produksi petani sawit turun perparah kondisi jelang penyetopan ekspor
Menurut dia, PT SLS yang beroperasi di Kecamatan Kalumpang memang tidak mengolah sendiri produk jadi CPO, karena tidak memiliki pabrik pengolah CPO, dan hingga saat ini PT SLS berproduksi untuk menghasilkan buah sawit kemudian akan dikirim ke pabrik perusahaan yang masih satu group denqan PT SLS.
Untuk memenuhi pasokan buah sawit perusahaan saat ini dipenuhi dari hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) di perkebunan perusahaan sendiri, jadi tidak tergantung dari pasokan luar, TBS dikirim secara rutin untuk diolah dipabrik agar efesien dan demi menjaga kualitas buah sawit yang akan diolah.
Communication and Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk, Fenny Sofyan, mengatakan terkait keputusan pemerintah RI yang menyatakan melarang ekspor produk turunan kelapa sawit dalam rangka untuk menjaga pasokan dalam negeri agar melimpah dan harganya tetap murah, Astra Agro menyatakan patuh terhadap kebijakan tersebut.
Baca juga: Petani khawatir harga TBS anjlok terdampak penyetopan ekspor
"Selama ini strategi penjualan Astra Agro Grup bersifat oportunistik, di mana melihat penawaran atau harga terbaik antara ekspor dan domestik. Dengan kebijakan larangan ekspor, maka kami akan mengoptimalkan strategi penjualan di pasar domestik," katanya, saat memberikan keterangan mewakili manajemen PT Subur Agro Makmur (SAM), yang beroperasi di Bajayau, Kecamatan Daha Barat .
Terkait harga, walaupun ada perbedaan namun selama ini telah berjalan seiring dengan efektif baik di pasar ekspor maupun domestik. Kondisi tersebut berbeda dengan saat adanya kebijakan DMO dan DPO, di mana pihaknya menjual kewajiban DMO dengan harga DPO dan di luar kewajiban DMO, pihaknya menjual harga pasar, baik domestik maupun ekspor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022