Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Mengembalikan Kalimantan Selatan menjadi lumbung pangan nasional merupakan tekad yang kini terus digelorakan dan diupayakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan bersama dengan pemerintah kabupaten melalui berbagai kebijakan pembangunan yang telah diprogramkan.
    
Terpuruknya harga batu bara yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir, akibat krisis ekonomi global, membuat pemerintah memacu semangat untuk terus menggali potensi lain di luar tambang, untuk  memutar roda perekonomian daerah.
    
Salah satunya adalah, kembali fokus untuk mengembangkan sektor pangan yang meliputi, pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat baik lokal bahkan nasional.
    
Kebutuhan daging baik secara nasional, regional maupun lokal, dari tahun ke tahun terus meningkat, seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat tajam.
    
Peningkatan kebutuhan terhadap daging tersebut, menjadi peluang dan tantangan bagi para peternak dan pemerintah Kalsel.
    
Menghadapi tantangan dan peluang tersebut, Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan menargetkan memproduksi seribu ekor bibit sapi Bali untuk memenuhi kebutuhan daging pada 13 kabupaten dan kota di daerah itu khususnya dan di wilayah Kalimatan umumnya.
    
Hal itu dilakukan, karena provinsi produsen sapi seperti Bali dan Jawa Timur, tidak mampu memenuhi peningkatan kebutuhan daging tersebut secara maksimal.
    
Menyikapi hal tersebut, Pemprov Kalsel melalui Dinas Peternakan kini mengembangkan bibit sapi Bali untuk memenuhi kebutuhan sapi di wilayah Kalimantan Selatan dan daerah lainnya di Kalimantan.
     
Salah satu upaya untuk mengembangkan bibit sapi tersebut, Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, telah menyerahkan bantuan sapi sebanyak 62 ekor kepada kelompok tani Tunas Harapan Desa Kolam Kiri Kabupaten Barito Kuala.
    
Dari pengembangan tersebut, pada 2016 Kalimantan Selatan, ditargetkan akan menghasilan seribu pedet atau bibit sapi Bali per tahun.
    
Bibit sapi tersebut, selanjutnya akan disebar ke seluruh daerah yang telah melakukan pemesanan ke pusat pembibitan sapi Bali di Kabupaten Barito Kuala.
     
Salah satu kendala pengembangan bibit sapi Bali ini, tambah dia, adalah kebijakan pemerintah Bali yang melakukan moratorium pengiriman sapi bali Betina ke Kalimantan Selatan.
    
Selain memberikan bantuan bibit, Disnak juga mengajak para peternak untuk belajar ke pusat-pusat pembibitan seperti di Instititut Pertanian Bogor (IPB), sehingga para peternak memiliki wawasan lebih luas dalam pengembangan sapi Bali dan peternakan lainnya.
    
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan HM Sabrie mengungkapkan, mereka ingin para peternak bisa mengubah pola pikir, dari sebelumnya hanya sebagai produsen penggemukan sapi, kini menjadi produsen pembibitan sapi.
    
Upaya tersebut, tambah dia, selain untuk memenuhi kebutuhan daging untuk regional maupun nasional, juga untuk meningkatkan kesejahteraan peternak.
    
Salah seorang peternak di Kabupaten Batola, Imam mengungkapkan, saat ini sekitar 70 persen dari sapi bantuan tersebut sudah bunting dan diperkirakan pada bulan delapan dan sembilan, beberapa sapi tersebut mulai beranak.
    
Diharapkan, target Kalsel menghasilkan seribu bibit sapi per tahun, bisa tercapai, mengingat potensi daerah Kalsel cukup baik untuk pengembangbiakan sapi Bali tersebut, mulai dari daerah, hingga ketersediaan pakan ternak.

     Sapi Sawit

 Potensi perkebunan sawit yang cukup luas, juga mendukung upaya pengembangan sektor peternakan ini.
    
Menurut Sabrie, pengembangan peternakan sapi di Kalsel kini juga dilakukan dengan memanfaatkan lahan perkebunan sawit, di antaranya di daerah Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, Tabalong, dan Kotabaru.
    
"Di empat daerah ini pengembangan peternakan sapi di areal perkebunan sawit berjalan dengan sangat baik,"katanya.
    
Menurut dia, program pengembangan peternakan sapi di lahan perkebunan sawit ini dinamakan program integrasi binaan ternak sapi dengan sawit.
    
Dijelaskannya, ada tiga pola dalam program pengembangan peternakan sapi di lahan perkebunan sawit ini, yakni, pola pertama di mana ternak sapi 100 persen hidupnya tergantung pakan yang ada di kebun sawit atau pemeliharaannya dengan dilepas bebas di kebun sawit.
    
Pola kedua, lanjut dia, semi gembala, yakni, siang dilepas di perkebuanan sawit tapi malamnya kembali ke kandang.
    
"Sedangkan pola ketiga, sapi dipelihara di luar perkebuanan sawit, tapi pakannya diambil dari hijauan rumput di perkebunan sawit," jelasnya.
    
Dalam program ini, tegas Sabrie, kedua belah pihak diuntungkan, pemilik sapi tidak perlu repot lagi mencarikan pakan bagi peliharaannya dan pemilik perkebuanan sawit mendapatkan pupuk gratis dari limbah kotoran sapi tersebut.
    
"Saya ambil contoh, satu ekor sapi itu bisa membuang kotorannya sekitar 20 kilogram perhari, dan kencing sekitar delapan liter. Itu menjadi pupuk alami yang sangat bagus bagi kesuburan sawit," ujarnya.
    
Sehingga, ungkap dia, penggunaan pupuk yang banyak mengandung zat kimia dapat dikurangi, pencemaran berbahaya bagi tanah dan air di sekitarnya dapat tertangani secara alami.
    
Bagi peternak sapi, kata Sabrie, akan mendapat keuntungan dengan berlimpahnya pakan rumput yang subur di perkebunan sawit, dengan tanpa mengeluarkan biaya perkembangan berat sapinya akan bisa terus tumbuh 0,2-0,3 kilogram perharinya.
    
"Sinergi inikan sangat baik, hingga perlu ditularkan lagi nantinya ke daerah lainnya yang juga memiliki wilayah perkebunan sawit sangat luas," tekannya.
    
Namun, kata dia, yang menjadi masalah terkadang itu peternak sapi kurang mengerti bagaimana bagusnya pemeliharaan sapi di perkebuanan sawit itu agar tidak over kafasitas di satu tempat, hingga membuat pertumbuhan hewan peliharanannya menjadi kurang maksimal.
    
"Kalau standarnya di satu hektare perkebuanan sawit itu cuma tiga sampai lima ekor sapi saja sebagai lahan pakannya," terang Sabrie.
    
Menurut Sabrie, Kalsel berupaya menjadi daerah swasembada daging sapi di Indonesia, dan ini tidak mustahil terwujud sebab alam di daerah ini sangatlah subur, hingga sangat potensial bagi pengembangan ternak sapi.
    
Saat ini Kalsel sudah mampu surplus daging dengan hasil panen sebanyak 10.000 ton pertahun, padahal kebutuhan penduduk lebih dari empat juta jiwa itu hanya sekitar 7.000 ton per tahun.
    
"Jadi masih ada lebihan sekitar 3.000 ton pertahun bagi daerah kita ini," ungkapnya.

     Kontrak Kerja
    
Memastikan produksi sapi dan program Pemerintah Provinsi sejalan dengan program kabupaten, maka dilakukan kontrak kinerja yang saling mengikat terhadap program peternakan provinsi dan daerah.
    
Penandatangan kontrak kinerja yaitu jumlah populasi sapi potong, sapi perah dan kerbau sebanyak 146.906 ekor dan produksi daging sapi dan kerbau sebayak 6.370 ton.
    
Namun berdasarkan evaluasi, data sementara dari dinas peternakan menunjukan populasi sapi dan kerbau sebanyak 166.992 ekor, sehingga pencapaian terhadap kontrak kinerja sebesar 113,67 persen.
    
Untuk produksi daging sapi dan kerbau diperoleh data sementara sebanyak 9.272.039 kg sehingga pencapaian terhadap kontrak kinerja sebesar 145,56 persen.
    
Menurut Sabrie Madanie, terdapat beberapa strategi dalam meningkatkan populasi sapi di Kalimantan Selatan.  Strategi tersebut meliputi meningkatkan angka kelahiran, mencegah pengeluaran betina produktif, menekan kematian, perbaikan reproduksi dan program penggemukan.
    
Bukan hanya sapi, Disnak juga mengembangkan kambing perah atau kambing peranakan etawa untuk meningkatkan kesejahteraan peternak sekaligus memenuhi kebutuhan susu di provinsi ini.
    
Sebagai langkah meningkatkan produksi susu tersebut, pemerintah telah menggelontorkan bantuan kambing etawa, kepada beberapa kelompok peternak di beberapa kabupaten di Kalsel, antara lain di Kabupaten Barito Kuala.
    
Salah satu kelompok peternak yang mendapatkan bantuan tersebut adalah, kelompok ternak di desa Suka Ramai Kecamatan Belawang, Batola.

Setiap kelompok peternak mendapatkan bantuan berupa 50 ekor kambing betina etawa dan enam ekor kambing jantan, dengan harapan melalui bantuan tersebut, peternak bisa mengembangbiakan kambing tersebut sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
    
Selain mampu menghasilkan susu, kambing peranakan etawa ini juga mampu meningkatkan kesejahteraan para peternak di daerah, karena dalam satu tahun kambing tersebut mampu beranak hingga tiga ekor.
    
Kondisi tersebut berbeda dengan kambing biasa, yang setiap tahunnya hanya mampu beranak satu kali, sehingga cenderung lambat untuk berkembang biak.Selain utnuk memenuhi kebutuhan susu, diharapkan pengembangbiakan kambing etawa, juga mampu mendukung program swasembada daging yang telah dicanangkan pemerintah pusat.
    
Ketua Kelompok Peternak Suka Ramai, Lusadi mengatakan, beberapa peternak mengaku, dengan adanya kambing peranakan etawa ini, mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, karena bisa beranak satu tahun tiga ekor juga bisa diperah susunya.
    
Saat ini pemerintah provinsi Kalimantan Selatan bersama kabupaten, sedang gencar mengembangkan sektor peternakan, sehingga sektor ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, sebagaimana sektor tanaman pangan lainnya.
    
Beberapa daerah yang kini mulain konsentrasi mengembangkan sektor ini adalah, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan beberapa kabupaten lainnya.
     
Khusus Kabupaten Barito Kuala, telah menjadi pusat pengembangan sektor peternakan dan pertanian serta tanaman pangan lainnya, karena daerah yang sebagian besar wilayahnya rawa tersebut, dikenal sebagai daerah penyangga pangan untuk Kalimantan Selatan.


Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015