Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy (CIPS) menyebutkan bahwa Indonesia perlu fokus pada peningkatan keuntungan dari kenaikan harga komoditas yang menjadi andalan ekspor dengan menambah nilai bea keluar, sehingga bisa digunakan untuk mengurangi dampak inflasi.

“Pemerintah sendiri harus berusaha mendapatkan benefit lebih dari naiknya harga-harga komoditas yang banyak diekspor. Belakangan ini memang tax ratio Indonesia sedang bermasalah, dan kapasitas negara untuk memajaki komoditas tidak setinggi jalan oil boom dulu,” kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan menggunakan regulasi Domestic Market Obligation (DMO) ataupun pelarangan ekspor sangat diragukan efektivitasnya lantaran kebijakan seperti ini berpotensi mendistorsi perdagangan dan mengundang retaliasi dari mitra dagang. Dengan menambah bea keluar, kata Krisna, meskipun tidak ideal bisa jadi solusi yang lebih kecil distorsinya daripada DMO ataupun pelarangan ekspor. Sementara hasil dari pengenaan bea keluar tersebut dapat digunakan untuk mensubsidi masyarakat secara langsung.

Baca juga: IEB Institute prediksi permintaan rumput laut tinggi

Selain itu, lanjut Krisna, Indonesia perlu lebih aktif dalam kerja sama global karena saat ini lebih dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Dengan terputusnya Rusia dan Ukraina dari pasar global, maka jumlah negara yang bisa berkoordinasi akan semakin sedikit dan hal ini akan mengurangi lalu lintas perdagangan dan komoditas.

Krisna mengungkapkan bahwa posisi Indonesia saat ini cukup unik karena merupakan negara anggota The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yaitu perjanjian dagang terbesar di dunia, dan Presidensi G20 yaitu negara-negara dengan GDP lebih dari 80 persen dunia. CIPS berpendapat Indonesia mesti memanfaatkan kesempatan ini untuk bekerja sama di berbagai isu.

“Tentunya prioritas nomor satu saat ini adalah bagaimana membatasi dampak invasi Rusia ke Ukraina terhadap Ukraina, Uni Eropa, dan dunia secara keseluruhan,” katanya.

Menurut dia, saat ini kerja sama global juga sangat diperlukan untuk mengevaluasi distorsi neraca perdagangan berbagai negara, meningkatkan produksi dan distribusi vaksin dan perlengkapan perang melawan pandemi, serta mempercepat usaha mengatasi krisis iklim global.

Baca juga: Kalsel ekspor komoditas pertanian senilai Rp868,8 miliar lebih

Di sisi lain, kata Krisna, Indonesia sebenarnya diuntungkan dari naiknya harga-harga komoditas energi dan mineral karena batu bara, minyak nabati dan nikel adalah barang-barang ekspor Indonesia secara tradisional.

Dia menjelaskan bahwa naiknya harga-harga komoditas di pasar internasional akan meningkatkan insentif bagi perusahaan di bidang ekspor komoditas untuk menjual barangnya ke luar negeri. Namun di saat yang bersamaan, kata Krisna, Indonesia juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi semakin panjangnya krisis minyak goreng dan kebutuhan pokok lainnya.
 

Pewarta: Aditya Ramadhan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022