Harga minyak melonjak lebih dari tujuh persen ke level tertinggi sejak 2014 pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena kesepakatan global untuk melepaskan cadangan minyak mentah gagal menenangkan kekhawatiran tentang gangguan pasokan dari invasi Rusia ke Ukraina, dan malah menggarisbawahi kekhawatiran kekurangan energi.

Anggota Badan Energi Internasional (IEA), yang meliputi Amerika Serikat dan Jepang, setuju untuk melepaskan 60 juta barel minyak mentah dari cadangan mereka untuk mencoba meredam kenaikan tajam harga yang mendorong harga acuan utama melewati 100 dolar AS per barel.

Namun, berita tentang rilis itu -- setara dengan konsumsi minyak dunia selama kurang dari satu hari -- hanya menggarisbawahi ketakutan pasar bahwa pasokan tidak akan cukup untuk menutupi gangguan energi yang meningkat.

Baca juga: Minyak tembus 100,99 dolar AS/barel

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei melonjak 7,00 dolar AS atau 7,1 persen, menjadi menetap di 104,97 dolar AS per barel, penutupan tertinggi sejak Agustus 2014.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April terangkat 7,69 dolar AS atau 8,0 persen, menjadi ditutup di 103,41 dolar AS per barel. Itu adalah penutupan tertinggi sejak Juli 2014 dan persentase kenaikan harian terbesar sejak November 2020.

Dalam perdagangan intraday, Brent mencapai tertinggi sejak Juli 2014 dan WTI tertinggi sejak Juni 2014. Selain minyak mentah, minyak pemanas AS dan bensin berjangka juga mencapai tertinggi sejak 2014.

Langkah militer Rusia di Kyiv, ibu kota Ukraina, terhenti ketika pasukannya berjuang dengan tantangan logistik dasar, termasuk kekurangan makanan dan bahan bakar, dengan beberapa unit tampaknya dicengkeram oleh semangat rendah, seorang pejabat senior pertahanan AS mengatakan pada Selasa (1/3/2022).

"Minyak memanjat tembok perang Ukraina karena khawatir," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York. Dia mengatakan para pedagang kecewa dengan besarnya pelepasan cadangan strategis.

Sanksi yang dipimpin AS terhadap Rusia sebagian besar tidak secara khusus menargetkan sektor energi, tetapi para pedagang menghindari perdagangan barel Rusia, yang mengarah ke diskon besar untuk minyak itu dan memperketat pasokan untuk jenis minyak mentah lainnya.

Perusahaan pelayaran terbesar di dunia, AP Moeller-Maersk A/S, menghentikan pergerakan peti kemas ke dan dari Rusia, sementara Inggris telah melarang semua kapal dengan koneksi Rusia memasuki pelabuhannya.

Baca juga: Harga minyak melonjak

Perusahaan minyak dan gas besar, termasuk BP dan Shell PLC, telah mengumumkan rencana untuk keluar dari operasi dan usaha patungan Rusia, sementara TotalEnergies SA mengatakan tidak akan menginvestasikan modal lebih lanjut dalam operasinya di Rusia.

Pemasok minyak global terbesar, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, belum mengisyaratkan keinginan untuk meningkatkan produksi melebihi perkiraan kenaikan 400.000 barel per hari (bph) pada April, meskipun ada permohonan dari Amerika Serikat dan lain-lain.

Kelompok ini akan bertemu pada Rabu untuk pertemuan bulanan.

"Janji dari OPEC+ untuk meningkatkan pasokan sejauh ini merupakan janji tertulis," kata Louise Dickson, analis pasar minyak senior di Rystad Energy, mencatat bahwa anggota kesepakatan OPEC+ yang berpartisipasi sebenarnya memproduksi sekitar 800.000 barel per hari di bawah level target yang dinyatakan, menambah kekurangan dalam pasokan global.

Kontrak berjangka untuk Brent dan WTI hingga Oktober berada dalam apa yang disebut Robert Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho, "super-backwardation" dengan setiap bulan diperdagangkan setidaknya 1 dolar AS per barel di bawah bulan sebelumnya.

Backwardation, struktur pasar di mana kontrak yang akan jatuh tempo lebih mahal daripada kontrak di kemudian hari, menunjukkan ketakutan untuk dapat menemukan kargo dalam waktu dekat, karena permintaan minyak global sebagian besar telah pulih dari pandemi virus corona terburuk sementara produksi belum stabil.

Menambah kekhawatiran pasokan minyak global, parlemen Libya menyetujui pemerintahan baru pada Selasa (1/3/2022), tetapi pemerintahan yang berkuasa menolak pemungutan suara dan bersumpah untuk tidak menyerahkan kekuasaan, mendorong proses perdamaian yang rapuh ke ambang kehancuran.

Libya, anggota OPEC, memproduksi sekitar 1,2 juta barel per hari minyak mentah pada 2021, menurut data energi AS.

Sementara itu, pasar minyak mengabaikan prospek bearish dari peningkatan stok minyak mentah AS. Analis memperkirakan data AS terbaru akan menunjukkan peningkatan 2,7 juta barel dalam stok minyak mentah dalam seminggu hingga 25 Februari.

American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, akan mengeluarkan laporan persediaan AS pada pukul 21.30 GMT pada Selasa (1/3/2022) dan Badan Informasi Energi AS (EIA) akan melaporkan pada pukul 15.30 GMT pada Rabu waktu setempat.

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022