Perajin besi (pandai besi) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan kian langka keberadaannya.Profesi ini tergerus oleh profesi lain yang lebih menjanjikan seperti Kerajinan Meubel kayu dan aluminium.
Selain itu lamanya proses pembuatan ditambah pesaing impor menjadi tantangan pengrajin di zaman modern seperti ini.
Hairun dan Akhmad merupakan dua orang perajin/ pandai besi di Kota Amuntai yang masih bertahan sejak 1976.
Ayah dan anak warga Gang Manis RT.02 Desa Palampitan Hulu Kecamatan Amuntai Tengah ini masih menggeluti usahanya sebagai perajin besi.
Keduanya berprofesi sebagai penyepuh besi untuk membuat berbagai alat keperluan seperti parang, linggis, sabit, dan pisau.
"Orang tua secara turun temurun menggeluti ini, kami mulai menempa dari jam 08.00 sampai 15.00 Wita, sedangkan untuk pesanan paling banyak biasanya dimusim kemarau saat petani mulai berococok tanam atau sedang panen, kalau musim penghujan seperti ini memang sepi pesanan," ujar Hairun di Amuntai, belum lama ini.
Selama tujuh hingga delapan jam, Hairun mengaku mampu menghasilkan produk dua sampai tiga parang atau linggis berbahan besi ulir pesanan.
"Harganya tergantung jenis bahan yang digunakan dan ukurannya, bila bahan bakunya bagus dan ukurannya lebih panjang dan besar tentunya agak mahal, jadi harganya bervariatif." ungkapnya.
Adapun harga arit atau sabit untuk panen padi dijual sekitar Rp35.000, parang pemotong Rp70.000, kapak kecil Rp40.000, kapak sedang Rp50.000, dan kapak besar Rp75.000.
Hairun mengatakan, pembeli dari wilayah HSU biasanya datang langsung kepadanya untuk dibuatkan kerajinan sesuai yang dipesan.
"Pembeli kebanyakan dari Alabio dan Palimbangan, tapi bisa juga pembeli yang memesan hasil kerajinan saya dari luar daerah misalnya dari Kabupaten Balangan dan Tabalong," terangnya.
Lebih lanjut, Hairun mengungkapkan saat ini terkendala pada bahan bakar yang harus dibeli dari Sungai Danau berupa arang kayu ulin dikarenakan di Amuntai belum ada yang menjualnya.
"Mudahan usaha pandai besi ini tetap bertahan dan berlanjut," harapnya.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten HSU mulai memperhatikan kondisi para pelaku usaha pandai besi dan mempertimbangkan untuk melakukan pembinaan kedepan.
"Usaha Pandai Besi termasuk dalam kategori UKM, kedepan akan kita koordinasikan dengan pejabat pelaksana Kepala Disperindagkop UKM yang baru," kata Kabid UKM Hernani.
Menurut Hernani, pekerjaan sebagai pandai besi termasuk langka karena mayoritas penduduk di Kabupaten HSU sekarang lebih condong menggeluti kerajinan bahan kayu, alumunium, sampai dengan kerajinan eceng gondok dan purun.
Keahlian pandai besi juga diwariskan turun temurun sehingga untuk pelatihan diperkirakan sulit dilakukan bagi warga yang belum pernah berkecimpung dibidang usaha ini.
Pihak Disperindag HSU juga belum mengetahui persis berapa jumlah perajin besi yang masih eksis karena jenis pekerjaan ini memang kurang populer di masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Selain itu lamanya proses pembuatan ditambah pesaing impor menjadi tantangan pengrajin di zaman modern seperti ini.
Hairun dan Akhmad merupakan dua orang perajin/ pandai besi di Kota Amuntai yang masih bertahan sejak 1976.
Ayah dan anak warga Gang Manis RT.02 Desa Palampitan Hulu Kecamatan Amuntai Tengah ini masih menggeluti usahanya sebagai perajin besi.
Keduanya berprofesi sebagai penyepuh besi untuk membuat berbagai alat keperluan seperti parang, linggis, sabit, dan pisau.
"Orang tua secara turun temurun menggeluti ini, kami mulai menempa dari jam 08.00 sampai 15.00 Wita, sedangkan untuk pesanan paling banyak biasanya dimusim kemarau saat petani mulai berococok tanam atau sedang panen, kalau musim penghujan seperti ini memang sepi pesanan," ujar Hairun di Amuntai, belum lama ini.
Selama tujuh hingga delapan jam, Hairun mengaku mampu menghasilkan produk dua sampai tiga parang atau linggis berbahan besi ulir pesanan.
"Harganya tergantung jenis bahan yang digunakan dan ukurannya, bila bahan bakunya bagus dan ukurannya lebih panjang dan besar tentunya agak mahal, jadi harganya bervariatif." ungkapnya.
Adapun harga arit atau sabit untuk panen padi dijual sekitar Rp35.000, parang pemotong Rp70.000, kapak kecil Rp40.000, kapak sedang Rp50.000, dan kapak besar Rp75.000.
Hairun mengatakan, pembeli dari wilayah HSU biasanya datang langsung kepadanya untuk dibuatkan kerajinan sesuai yang dipesan.
"Pembeli kebanyakan dari Alabio dan Palimbangan, tapi bisa juga pembeli yang memesan hasil kerajinan saya dari luar daerah misalnya dari Kabupaten Balangan dan Tabalong," terangnya.
Lebih lanjut, Hairun mengungkapkan saat ini terkendala pada bahan bakar yang harus dibeli dari Sungai Danau berupa arang kayu ulin dikarenakan di Amuntai belum ada yang menjualnya.
"Mudahan usaha pandai besi ini tetap bertahan dan berlanjut," harapnya.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten HSU mulai memperhatikan kondisi para pelaku usaha pandai besi dan mempertimbangkan untuk melakukan pembinaan kedepan.
"Usaha Pandai Besi termasuk dalam kategori UKM, kedepan akan kita koordinasikan dengan pejabat pelaksana Kepala Disperindagkop UKM yang baru," kata Kabid UKM Hernani.
Menurut Hernani, pekerjaan sebagai pandai besi termasuk langka karena mayoritas penduduk di Kabupaten HSU sekarang lebih condong menggeluti kerajinan bahan kayu, alumunium, sampai dengan kerajinan eceng gondok dan purun.
Keahlian pandai besi juga diwariskan turun temurun sehingga untuk pelatihan diperkirakan sulit dilakukan bagi warga yang belum pernah berkecimpung dibidang usaha ini.
Pihak Disperindag HSU juga belum mengetahui persis berapa jumlah perajin besi yang masih eksis karena jenis pekerjaan ini memang kurang populer di masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022