Kuasa hukum PT Antang Gunung Meratus (AGM) Fernando Siagian meminta Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menyelamatkan ribuan pekerja yang menganggur akibat penutupan jalan hauling.

"Kami selaku kuasa hukum meminta Kapolda Kalsel mempertimbangkan kembali pembukaan jalur hauling di Km 101 Kabupaten Tapin yang ditutup garis polisi sejak akhir November 2021," ujarnya dalam jumpa pers di Banjarbaru Rabu.

Menurut Fernando, ribuan pekerja yang kini menganggur butuh kepastian penghasilan di tengah situasi pandemi COVID-19 sehingga mereka tetap bisa menghidupi anggota keluarga melalui pekerjaan di tempat itu. 

Ditekankan, pihaknya meminta kebijaksanaan Kapolda Kalsel dalam membantu kehidupan ribuan orang yang tergantung usaha pengiriman batu bara melalui jalur hauling di KM 101 Kabupaten Tapin tersebut. 

"Kita semua fokus ke penyelesaian hukum melalui jalur pengadilan dan biar lah proses hukum tetap berjalan tetapi jalan kembali dibuka. Jangan mengorbankan nasib ribuan pekerja bersama keluarga mereka," ucapnya. 

Dikatakan, pihaknya menyayangkan dan prihatin atas penutupan jalur hauling Km 101 Tapin sejak tanggal 27 November 2021 karena police line dan blokade oleh TCT telah menimbulkan berbagai dampak sosial dan  ekonomi.

Disebutkan, ribuan pekerja dan rumah tangga di Kabupaten Tapin terdampak penutupan jalur jalan khusus angkutan batu bara itu sehingga mereka sangat mengharapkan dibukanya jalan yang menjadi tumpuan hidupnya.

"Bisa dibayangkan sebanyak 2.400 sopir terdampak penutupan jalur jalan itu ditambah satu istri dan satu anak maka berapa ribu yang terdampak ditambah lagi 420 pekerja serta 74 tongkang tidak beroperasi," sebutnya.

Ditambahkan pengacara dari Kantor Advokat Kailimang & Ponto itu, PT AGM memastikan terus menempuh jalur hukum di Pengadilan Negeri (PN) Rantau untuk menyelesaikan kasus penutupan jalur hauling itu. 

Lebih lanjut ia mengatakan, langkah hukum tersebut ditempuh untuk membuktikan PT AGM dan PT Tapin Coal Terminal (TCT) masih terikat perjanjian penggunaan jalur khusus pengiriman batubara tersebut. 

Kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian 2010 itu menyebutkan, PT AGM dan TCT sebagai pemilik baru dari PT Anugerah Tapin Persada (ATP) bisa menggunakan jalur jalan khusus angkutan batu bara itu bersama-sama. 

"Ada tiga hal yang mendasari langkah hukum klien kami. Pertama, PT AGM menilai perjanjian 2010 dinyatakan masih berlaku sepanjang tanah masih digunakan keduabelah pihak untuk jalur hauling," kata dia. 

Kedua, perjanjian tersebut tidak pernah berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah dan ketiga bahwa perjanjian berlaku mengikat kepada para pihak yang membuat perjanjian maupun penerusnya. 

"Saat ini proses persidangan masih berlangsung dan sidang terakhir kami hadiri 22 Desember lalu. Namun, saat itu beberapa pihak tidak dapat hadir sehingga majelis hakim menunda persidangan pada tanggal 5 Januari 2022, demikian Fernando.

 

Pewarta: Yose Rizal

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021