Tak terasa kegiatan Green Leaders yang dilakukan Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup berkerjasama dengan Adaro sudah mencapai generasi ke-7.

Pelatihan lingkungan ini untuk membentuk insan yang peduli lingkungan serta sadar akan pentingnya menjaga ibu pertiwi dan menyebarkan kesadarannya kepada masyarakat.

 Setiap hari  peserta diberikan wawasan baru tentang arti membumi serta memaknai masalah dan ancaman yang saat ini mengintai keberlangsungan keanekaragaman hayati.

Salah satu materi yang diajarkan terkait perubahan iklim dimana  perubahan iklim  tidak hanya dari polusi industri namun  dari berbagai kegiatan lain.

Bahkan sepiring makanan pun  turut beperan meningkatkan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

 Disisi lain semua orang pasti mengenal makanan sebagai sumber kehidupan yang memberikan energi bagi tubuh kita untuk tumbuh dan berkembang.

Bagi banyak pihak makanan bisa memiliki arti yang berbeda seperti bukti kasih sayang, komunitas, tradisi, budaya bahkan bahasa.

Contohnya pada kasih sayang, ketika anak-anak sedang merasa sedih maka makanan seperti es krim atau sebagainya bisa menenangkan sang anak.

Tak hanya itu  makanan juga berarti bagi lingkungan karena makanan bersumber dari biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang ada di bumi.

Kita harus tahu  Ikan telah menyediakan 20 persen protein hewani bagi tiga miliar orang di dunia, begitupula tumbuhan sebanyak 80 persen makanan manusia berasal darinya.

Selain itu keanekaragaman  pangan di Indonesia sangat banyak dan memiliki  ratusan makanan sumber karbohidrat dan protein.

Termasuk ratusan jenis rempah dan bumbu,  sayuran dan  bahan minuman mengisi kekayaan kuliner nusantara.

 Akan tetapi hadirnya  perubahan iklim yang saat ini terjadi juga turut mengancam keberlangsungan sumber makanan kita.

 Dalam satu abad terakhir 50 persen jenis hewan dan tumbuhan di muka bumi harus mengalami kepunahan lantaran ulah tangan manusia dan perubahan iklim yang terjadi.

Bahkan produksi berbagai tanaman bumbu dan rempah kini juga terancam perubahan iklim dan apa jadinya jika makanan khas Indonesia kehilangan makna rempah-rempahnya.

Maka dari itu melalui sepiring makanan kita ternyata juga berkontribusi dalam perubahan iklim.
 
Foto Antaranees.Kalsel/ist (Istimewa)
Kurangi  gas rumah kaca

Sementara itu Rlrantai pasokan pangan mulai dari proses peternakan dan pertanian, pengolahan, logistik, penyimpanan sampai dengan penjualan dan pelayanan makanan, menjadi penyumbang 21 persen sampai 37 persen gas rumah kaca.

Hal ini menjadikan proses rantai pasokan pangan menjadi salah satu penyumbang gas emisi rumah kaca terbesar selain polusi industri dan kendaraan.

Tetapi disamping masalah ternyata makanan juga menjadi solusi dalam krisis, makanan yang kaya akan protein nabati seperti sayuran ternyata bisa menjadi penyelamat dalam krisis perubahan iklim.

 Mengingat sayuran dinilai memiliki kontribusi karbon dioksida yang sedikit jika dibandingkan dengan protein hewani seperti kambing, sapi, dan keju.

Kalau kita bisa ubah sedikit saja pola konsumsi kita dengan mengurangi makan daging dan menambah makan buah-buahan dan sayur-sayuran maka kita bisa membantu keberlanjutan lingkungan.

 Apalagi di nusantara pangan lokal menjadi permata yang tertanam karena buah-buahan, sayur-sayuran tumbuh dengan subur di bumi pertiwi, selain itu kuliner khas nusantara juga tak kalah dengan masakan-masakan yang modern.

Seperti yang dipaparkan Amanda Katili Niode dalam kegiatan Green Leaders Batch 7 bahwa penting sekali kita konsumsi pangan lokal tradisional karena bisa meningkatkan ekonomi lokal dengan membantu petani, nelayan dan perimba.

“Pangan lokal tradisional juga mampu mengurangi gas rumah kaca karena bahan yang dibutuhkan tidak harus di import, disamping rasanya enak juga mampu menjaga Kesehatan," ungkap Amanda dalam sesi materi Green Leaders.

Pewarta: *

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021