Pukul 06.00 subuh, seorang remaja pria bergegas. Dia seperti berjibaku dengan waktu. Semua barang bawaansudah disiapkan, sesaat kemudian pria ini akan melesat mengejar penerbangan Banjarmasin – Jakarta. 


Marabahan, Kabupaten Barito Kuala akan ditinggalkannya sementara waktu. Ia akan berpisah dengan kedua adiknya yang selama ini diayominya semenjak ibu mereka meninggal dunia. Ia tatap mata kedua sang adik yang terpaku. Buliran air mata jatuh di sana. Hatinya bergetar, tetapi tekatnya kuat.

Keputusannya untuk pergi adalah sebuah hakikat betapa Ia mencintai keluarga yang kecil itu.

"Belajar yang rajinya Dik, agar nanti seperti kakak, dapat beasiswa Adaro. Pokoknya harus lebih dari kakak. Kakak pun juga demikian," pesan Umar Sadikin Ali (19) kepada kedua adiknya.
Umar, demikian remaja ini akrab disapa adalah peserta penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Adaro yang lulus seleksi untuk kuliah ke InstitutPertanian Bogor (IPB) tahun 2015 dengan biaya ditanggung oleh perusahaan tambang batu bara nasional, PT Adaro Indonesia.

Lulusan SMAN 1Mandastana,Batola,Kalimantan Selatan ini mengaku sedih tapi sekaligus bahagia atas keadaan yang dijalani saat ini. Sedih karena harus berpisah sementara dengan kedua adiknya yang masih di bangku sekolah dasar.

Pikiran masih membelenggu benaknya tentang bagaimana keseharian kedua sang adik kelak. Selama ini hanya Umar tempat mereka bercengkerama. Ayahnya masih tinggal bersama mereka. Hal itu sedikit mengurangi kegelisahan Umar.Tetapi kebersamaan kakak adik yang kental sepeninggal ibu mereka,akan segera terenggut hilang.

Umar dan kedua adiknya selalu mendoakan ibunya yang sudah almarhum. Ingatan Umar masih segar, bulan puasa tahun 2014 mereka kehilangan ibu untuk selamanya.

"Kesedihan adalah hak setiap anak yang kehilangan ibu, tidak terkecuali saya. Saya tegar, karena ingat pesan ibu. Saya kuat dan tidak ingin larut di dalam cobaan ini. Saya harus rajin, harus belajar dan terus sekolah tinggi. Itu wasiat ibu kepada saya sebelum beliau meninggal," cerita Umar melalui sambungan telepon pertengahan September 2015.

Sejak terpilih sebagai peserta BUD, Umar menikmati jalan hidupnya. Upayanya untuk keluar dari kesedihan sepeninggal ibunya, telah mengantar kepada jalan terang. Cita-citanya untuk sekolah tinggi sesua idengan wasiat sang ibu mulai terbentang. Kesempatan tidak lagi disia-siakan. Kendati harus terpisahkan dengan kedua adiknya, keputusanya telah bulat: IPB Bogor menjadi pelabuhan baginya menimba ilmu.

"Saya sempat bingung, pasalnya, sebelum terpilih sebagai peserta BUD, saya sudah diterima di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Banyak pertimbangan yang akhirnya membuat saya untukmemilih ke IPB,"  jelas Umar.

Sebulan sudah Umar menimba ilmu di IPB Bogor dengan konsentrasi pertanian. Bogor tentu menjadi tempat yang baru baginya, bahkan tidak hanya tempat baru,tetapi lingkungan sosial dan kultural pun adalah berbeda dari kampungnya. Setiap hari Umar berinteraksi dengan mahasiswa dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Itu tidakmembuatnya payah. Umar mengaku sangat mudah berinteraksi sesama mahasiswa. Bahkan dapat dengan mudah mengikuti mata kuliah di kampusnya.

"Kelak saya ingin daerah saya swasembada pangan. Di Batola banyak lahan pertanian yang potensial, jika itu dikelola dengan baik serta didukung terobosan dalam ilmu pengetahuan, Batola akan kebanjiran hasil pertanian, terutama padi," ungkap Umar ketika ditanya tentang rencananya selepas dari IPB. Anak seorang buruh tani ini dengan lancar menceritakan potensi pertanian di daerahnya.

Menurutnya, di Batola potensil Lahan sangat mendukung menjadikan daerahnya sebagai lumbung padi nasional. Permasalahan selama ini hanya tidak dikelola secara serius sehingga tantangannya pun sulit diurai.

Kabupaten Batola selama ini memang dikenal dengan hasil pertaniannya. Daerahnya yang subur dan dilimpahi air dari dua sungai besar yang mengapitnya, Sungai Barito dan Sungai Kapuas membuat persawahan di sana jarang dilanda kekeringan.

Dua sungai besar ini menjadi anugerah bagi masyarakat Batola untuk menumpukan ekonomi keluarga kepada sektor pertanian.Tidak heran bila daerah ini menjadi andalan produksi gabah di Kalimantan Selatan. Tahun 2015, Kalsel menjadi daerah produksi gabah terbesar ke 9 secara nasional, naik satu peringkat dibanding tahun 2014 lalu yang bertengger di posisi 10 besar nasional. Kabupaten ini penyumbang yang tidaksedikit produksi gabah di Kalsel.

"Bila kelak saya punya kesempatan berbagi, maka saya ingin berbagi ilmu,dan turut membangun pertanian di daerah saya, " ujar Umar.

Umar hanya salah satu dari mahasiswa BUD yang dikirim oleh PT Adaro Indonesia ke IPB Bogor. Bersama dengan 11 peserta lainnya dari berbagai daerah operasional perusahaan, Umar bakal menjalani kuliah di IPB dengan biaya penuh dari Adaro: mulai dari biaya kuliah, biaya hidup hingga tunjangan untukmengakses internet.

Beasiswa Utusan Daerah ini salah satu program CSR yang didedikasikan Adaro untuk membangun SDM lokal yang andal pada masa mendatang. Program ini menjadi penyempurna program lainnya untuk menguatkan rencana pascatambang kelak dalam tujuannya mewujudkan masyarakat yang mandiri.

Pertama kali diluncurkan tahun 2010, Adaro tetap konsisten melanjutkan program ini di masa-masa yang penuh tantangan, karena resesi dunia yang berimbas lesunya pasar batu bara. Hingga tahun 2015, sedikitnya Adaro sudah mengirimkan 83 peserta untuk kuliah ke IPB. Kepesertaan ini tersebar di lima kabupaten: Tabalong, Balangan, Batola untuk wilayah Kalimantan Selatan, Barsel dan Bartim untuk wilayah Kalimantan Tengah.

Kerja sama PT Adaro Indonesia dan IPB Bogor ini menjadi jalan bagi putra putri di daerah yang berprestasi secara akademik namun terbatas melakukan akses keperguruan tinggi nasional. Tidak mudah untuk bisa menembus IPB secara reguler, apalagi bagi calon mahasiswa yang berada jauh di daerah.
IPB memiliki standar sendiri untuk melakukan seleksi dalam menerima mahasiswa baru. Itu sebabnya Adaro menyediakan akses khusus bagi calon mahasiswa di daerahmelalui program BUD. Namun demikian, untuk mendapatkan BUD, serangkaian tes harus dijalani selain nilai akademik di angka rata-rata 7.
Persyaratan lanjutannya adalah, mahasiswa harus mampu mempertahankan IPK di angka yang sudah ditetapkan.

"Kami yakin, kalau Adaro tidak salah pilih dalam seleksi penerima BUD ini. Saya ucapkan selamat pada para pelajar pilihan yang lolos seleksi BUD, namun perlu diingat kalau ini barulah langkah awal, masih banyak rintangan yang akandihadapi kedepannya. Kami berharap kalian bisa menyelesaikannya dengan baik hingga akhir," pesan Idham Kurniawan, Departemen Head CSR PT Adaro Indonesia pada pelepasan peserta BUD beberapa waktu lalu di Guest House Adaro, Dahai.

Menurut, Idham Kurniawan, pemberian beasiswa BUD ini, karena Adaro meyakini pembangunan sumber daya manusia punya pengaruh besar menyokong keberhasilan pembangunan daerah.

Kini, Umar bersama 11 peserta BUD lainnya dari daerah operasional Adaro sedang menikmati masa-masa kuliah di Bogor. Umar merasa senang, karena selain kemampuannya yang mudah beradaptasi terhadap mata kuliah di IPB, dirinya juga tidak sulit bersosialisasi dengan mahasiswa lain dari berbagai daerah.
Kesedihan yang sempat singgah di hatinya, kini diubahnya menjadi optimis. Wasiat almarhum ibu telah menguatkannya untuk menggapai impian almarhumah.

Umar bertekad tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan supaya dapat menyelesaikan pendidikan dengan hasil yang baik. Dengan demikian, ia pun dapat kembali berkumpul dengan kedua adiknya.

Almarhum ibunya tidak mungkin lagi menyaksikan hasil dari perjuangan Umar, tetapi upaya keras Umar mengemban wasiat almarhumah adalah titipan terakhir yang ditinggalkan untukkebaikan Umar. Kasih sayang seorang ibu tetap memberikan arah tujuan hidup bagi seorang anak, kendati di ujung maut, perpisahan sudah menjadi jawaban yang pasti.

"Terima kasih, Mas Risman sudah menelpon saya. Sebentar lagi saya harus masuk kuliah kembali. Assalamu’alaikum."

Umar menutup telepon genggamnya. Selamat berjuang, Umar.

Pewarta: Kadarisman

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015