Maraknya aksi penyetruman ikan di wilayah perairan umum di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan diduga dipicu faktor kemiskinan, ujar Ketua LSM Masyarakat Pemerhati Hukum dan Lingkungan Syamsudin Arsyad.

"Faktor kemiskinan yang dialami warga setempat menjadi motivasi kuat bagi mereka untuk melakukan aktivitas penyetruman ikan meski mereka sadar hal itu sebenarnya bertentangan dengan hukum," ujarnya di Barabai, ibu kota HST, Minggu.

Aktivitas penyetruman ikan diperairan umum yang terletak di Desa Sungai Buluh dan Mantaas, Kecamatan Labuan Amas Utara (LAU), beberapa tahun terakhir ini memang marak terjadi.

Bahkan tidak jarang hingga mengakibatkan bentrokan yang berakhir dengan korban luka baik antarwarga sendiri maupun antara pelaku penyetruman dengan aparat.

Kawasan Desa Sungai Buluh dan Mantaas hampir seluruhnya merupakan kawasan rawa dimana masyarakat menggantungkan hidup dari usaha perikanan dan pertanian.

Saat musim penghujan masyarakat berusaha dengan mencari ikan dan menjadi petani padi di lahan lebak saat musim kemarau tiba.

"Perubahan musim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan banyak petani disana mengalami gagal tanam dan gagal panen sehingga penghasilan mereka turun drastis," katanya.

Sementara itu, usaha mencari ikan dengan cara biasa hasilnya tidak memadai paling banyak antara Rp10 ribu - Rp15 ribu perhari.

Kondisi tersebut diduga sebagai pemicu utama banyaknya warga yang akhirnya mengambil jalan pintas mencari ikan dengan cara penyetruman. "Karena dengan setrum hasil ikan lebih banyak lebih mudah dan dengan waktu yang relatif singkat sehingga alternatif itulah yang mereka ambil," ujarnya.

Akibatnya sering terjadi bentrokan antara pelaku penyetrum ikan dengan warga dan bahkan dengan aparat kepolisian yang mengakibatkan korban luka.

Tercatat pada 2009 pernah terjadi bentrokan antarwarga dua desa di LAU yang disebabkan oleh aktivitas penyetruman ikan dan 2010 peristiwa yang sama kembali terjadi.

Pada 2011 hingga Juni tercatat dua peristiwa bentrok antarwarga dan bahkan kali ini melibatkan aparat yang menjadi korban penyanderaan pelaku penyetruman ikan.

Bahkan pada Mei lalu terjadi aksi demo dan perusakan mobil operasional milik Polres setempat oleh warga terkait razia terhadap penyetruman ikan yang batal dilakukan oleh aparat.

DPD HST sendiri pernah membahas Rencana Peraturan Daerah tentang perikanan yang mengatur masalah pengamanan di wilayah perairan umum, namun urung dilakukan.

Alasan DPRD, mereka khawatir Perda tentang perikanan itu nantinya justru akan berbenturan dengan aturan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 2001 tentang Perikanan.(Nadi/A)

Pewarta:

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2011