"Krisis terbesar sepak bola yang dihadapi dalam sejarah sepak bola." Kalimat ini dilontarkan 17 Maret tahun lalu oleh Presiden Badan Sepak Bola Eropa UEFA Aleksander Ceferin saat melukiskan keputusan menunda Piala Eropa 2020.
Turnamen sepak bola antarnegara terbesar di Eropa dan kedua terbesar di dunia setelah Piala Dunia FIFA itu terpaksa dimundurkan satu tahun dari jadwal aslinya 2020 karena saat itu Eropa khususnya, dan dunia umumnya, tengah diamuk seliar-liarnya oleh pandemi virus corona baru yang mencipta penyakit baru yang kini menjadi penyakit terpopuler di dunia, COVID-19.
Saat itu UEFA menyatakan turnamen ini ditunda untuk memberi waktu semua kompetisi klub di Eropa tuntas sebelum 30 Juni 2021.
Tanggal dan bulannya tetap, dari 11 Juni sampai 11 Juli, tetapi tahunnya berbeda. Dan ini juga tanggal, bulan dan tahun yang sama dengan digelarnya perhelatan sepak bola akbar di barat benua itu di Amerika, yakni Copa America.
Jelas, pandemi telah merusak semua jadwal olahraga, tak cuma sepak bola, dan lebih-lebih tak cuma olahraga, tetapi juga merenggut banyak nyawa dan kesengsaraan umat manusia di seluruh dunia.
Kini setahun setelah Ceferin memutuskan Euro 2020 ditunda, perhelatan ini pun segera digelar dalam pekan kedua Juni ini.
Skenario dan formatnya tetap sama sebelum pandemi melumpuhkan hampir segala aspek kehidupan di dunia selama sekitar satu setengah tahun terakhir ini.
Tetap digelar di beberapa kota di beberapa negara, tapi bukan lagi 12 kota di 12 negara seperti sudah diumumkan UEFA pada 6 Desember 2012 yang menyatakan turnamen kali ini berbeda dari edisi-edisi sebelumnya yang dipusatkan di satu negara, melainkan disebar ke berbagai negara guna memperingati 60 tahun turnamen ini.
Namun sampai beberapa hari turnamen ini akhirnya bisa digelar, Dublin dan Bilbao dinyatakan tak memenuhi syarat bukan karena tak mampu, melainkan karena ada pembatasan perjalanan terkait pandemi dan melonjaknya infeksi COVID-19 sehingga mustahil menghadirkan penonton di dalam stadion. UEFA sendiri ingin ada penonton di dalam semua stadion yang menuanrumahi laga-laga Euro 2020.
Sevilla pun menggantikan Bilbao, sementara semua pertandingan yang sedianya diadakan di Dublin dialihkan ke London dan Saint Petersburg di Rusia. Alhasil ada sebelas stadion yang akhirnya menuanrumahi perhelatan ini.
Kesebelas stadion itu adalah Johan Cruyff Arena di Amsterdam di Belanda, National Arena di Bucharest di Hungaria, OIympic Stadion di Baku di Azerbaijan, Puskas Arena di Budapest di Hungaria, Parken Stadium di Kopenhagen di Denmark.
Berikutnya, Hampden Park di Glasgow di Skotlandia, Wembley di London di Inggris, Allianz Arena di Muenchen di Jerman, Stadio Olimpico di Roma di Italia, Estadio La Curtuja di Sevilla di Spanyol, dan Stadion Kretovsky di Saint Petersburg di Rusia.
Azerbaijan, juga Israel dan Kazakhstan, berstatus unik karena sekalipun secara geografis terletak di Asia, mereka masuk turnamen-turnamen sepak bola internasional Eropa.
Sempat gamang
Beberapa bulan sebelum benua ini pasti menggelar turnamen olahraga besar pertama yang diadakan pada masa pandemi itu, Eropa masih gamang dalam menentukan bagaimana seharusnya menggelar Euro 2020 yang tertunda pandemi.
Kegamangan ini semata muncul karena kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona yang bahkan memaksa mereka menyiapkan skenario yang salah satunya bersiap menghadapi keadaan terburuk mesti mengadakan sistem gelembung yang meniru bagian terakhir Liga Champions yang diadakan di Portugal dan Liga Europa di Jerman.
UEFA bahkan sempat berpikiran menyelenggarakan turnamen ini seluruhnya di Inggris atau hanya London yang mempunyai Wembley, Emirates, Stamford Bridge, London Stadium, dan Tottenham Hotspur Stadium. Opsi lainnya adalah di Jerman, Prancis dan Rusia.
Opsi Inggris dicoret karena Uni Eropa tidak menginginkan Euro 2020 menjadi ajang kampanye PM Inggris Boris Johnson yang menginisiasi dan mewujudkan keluarnya Inggris dari blok itu yang dikenal dengan Brexit.
Opsi Rusia juga tidak menjadi pilihan karena UEFA tak mau mengadakan memusatkan turnamen ini di negara yang dijatuhi sanksi doping oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA) karena jika ini terjadi sama artinya mencoreng muka UEFA sendiri.
Tinggal Jerman dan Prancis. Tetapi sekalipun tidak eksplisit berkalimat, Jerman tak mau menyelenggarakan turnamen penuh dengan risiko menjadi penyebaran virus corona, sekalipun itu dalam konsep gelembung. Setali tiga uang Prancis juga begitu. Mereka kapok diamuk pandemi sehingga tak mau menjadi venue Piala Eropa yang tertunda pandemi ini.
Tetapi itu dua bulan lalu, sebelum kasus virus corona di benua biru terus menurun yang disertai dengan cakupan vaksinasi yang luas sehingga Eropa berani kembali mengendurkan atau bahkan mencabut aturan pembatasan perjalanan dan berkerumun terkait dengan pandemi COVID-19.
Mengutip Associated Press, akhir bulan lalu benua ini mencatat penurunan drastis dalam kasus infeksi dan kematian akibat COVID-19 yang disertai dengan hampir separuh penduduk dewasanya telah divaksinasi, paling sedikit satu dosis vaksin.
Tak heran kasus infeksi menurun. Kalau pada periode pertengahan Oktober sampai awal Desember lalu kasus per 100.000 penduduk meninggi, maka dari Februari sampai April terus menurun, sampai Mei hingga kemudian berbagai pembatasan dilonggarkan atau bahkan dicabut.
Implikasinya sungguh luas. Tidak saja terhadap aktivitas bisnis dan pariwisata, namun juga kepada olahraga, dan salah satunya terhadap turnamen Euro 2020. Hal ini ditambah dengan relatif suksesnya penyelenggaraan kompetisi domestik di seluruh benua ini yang beriringan dengan relatif suksesnya penyelenggaraan Liga Champions dan Liga Europa.
Dan itu semua memberi nafas dan optimisme kepada UEFA untuk jalan terus menggelar Euro 2020 yang tertunda sesuai dengan rencana semula.
Optimisme dan dukungan juga mengalir dari mana-mana, bukan cuma komunitas sepak bola, tetapi pengambil kebijakan, termasuk Wali Kota London Shadiq Khan yang yakin Euro 2020 akan lancar dan aman.
Kalangan bisnis yang berkaitan dengan sepak bola, khususnya pihak sponsor, juga menjadi komponen turnamen penting yang sangat menyambut baik perkembangan ini. Bahkan, mengutip ESPN, sponsor dan haks siar demikian pentingnya sampai menjadi alasan besar mengapa Euro 2020 jalan terus.
Dan memang dari perspektif finansial, benefit ekonomi Euro 2020 itu besar sekali, paling tidak untuk 55 negara anggota UEFA. Dalam skema finansial UEFA, badan sepakbola Eropa ini telah bertekad menyalurkan pemasukan 1 miliar euro dari turnamen ini kepada 55 negara anggotanya.
Rinciannya adalah 371 juta euro untuk hadiah turnamen dan 24 negara yang lolos ke putaran final Euro, sedangkan 775 juta euro lainnya disalurkan kepada asosiasi-asosiasi nasional sepak bola di 31 negara yang tidak lolos putaran final.
Dan uang sebesar itu sebagian besar dihasilkan dari hak siar dan sponsor, selain dari pemasukan tiket yang sudah pasti mengecil, apalagi jika penonton tidak dibolehkan memasuki stadion.
Tetapi kecenderungannya stadion-stadion diperbolehkan oleh otoritas-otoritas setempat di mana stadion-stadion itu berada untuk diisi suporter, misalnya pemerintah negara bagian Bavaria di Jerman yang memberikan lampu hijau membolehkan Stadion Allianz Arnea dimasuki 14.000 suporter.
Yang masih menjadi persoalan adalah soal masa depan penonton asing bertiket karena masih adanya pembatasan perjalanan di sejumlah negara membuat mereka tak bisa datang ke negara itu. Skenario lain kemudian muncul di mana tiket-tiket asing yang sudah dipesan jauh sebelum turnamen ini digelar bisa ditukarkan untuk dialihkan kepada suporter lokal.
Protokol kesehatan
Lalu bagaimana dengan protokol kesehatan selama Euro 2020? Untuk tim-tim yang bertanding aturannya sudah jelas seperti berlaku pada kompetisi domestiknya selama ini, termasuk saat dalam Liga Champions dan Liga Europa.
Ternyata untuk penonton pun, aturan kesehatan dari UEFA sama ketatnya dengan aturan terhadap pemain dan ofisial.
Aturan itu, mengutip laman UEFA, mencakup tujuh area sangat penting yang menjadi fokus perhatian protokol kesehatan.
Pertama adalah protokol kesehatan untuk datang dan perginya suporter dari stadion, (2) aturan higiene atau kebersihan, (3) soal tiket dan tempat duduk, (4) pengelolaan antrean, (5) prosedur penanganan mereka yang terinfeksi, (6) akomodasi dan penginapan, (7) makanan dan minuman, dan (8) tentang kewajiban pemegang tiket.
Semua bidang ini akan disesuaikan dengan atau bahkan tunduk kepada protokol kesehatan yang berlaku di setiap kota atau negara bagian di mana venue pertandingan berada.
Kemudian bagaimana UEFA memastikan suporter tetap terlindung dari paparan virus? Soal ini UEFA tak mau kecolongan. Untuk itu mereka menerapkan aturan-aturan ketat untuk setiap stadion penyelenggara.
Yang pertama menyangkut bagaimana pemegang tiket harus hadir di stadion. Di sini, suporter wajib datang 30 menit sebelum pemeriksaan kesehatan sebelum dibolehkan masuk stadion. Mereka juga diwajibkan mempraktikkan aturan menjaga jarak sosial.
Kedua, semua stadion diwajibkan menyediakan 800 unit hand sanitiser di seluruh penjuru stadion. Ketiga, lantai-lantai akan ditandai dengan batas antrean untuk memastikan suporter menjaga jarak satu sama lain.
Lantas yang keempat, peringatan agar setia dan patuh kepada protokol kesehatan akan terus menerus digaungkan dalam setiap kesempatan di semua stadion agar semua orang mematuhi protokol kesehatan.
Dan terakhir, semua transaksi dilakukan dengan kartu pembayaran, bukan tunai, guna menghindari kontak fisik antarmanusia.
Rapi dan detail memang, selain juga terencana, terukur dan ketat. Tetapi memang seharusnya beginilah mengadakan turnamen olahraga era pandemi. Apalagi ini turnamen olahraga terbesar ketiga di dunia setelah Olimpiade dan Piala Dunia.
Euro 2020 sendiri bakal menjadi benchmark atau acuan bagaimana seharusnya turnamen besar dan berlangsung lama mesti diadakan, termasuk Olimpiade Tokyo bulan depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Turnamen sepak bola antarnegara terbesar di Eropa dan kedua terbesar di dunia setelah Piala Dunia FIFA itu terpaksa dimundurkan satu tahun dari jadwal aslinya 2020 karena saat itu Eropa khususnya, dan dunia umumnya, tengah diamuk seliar-liarnya oleh pandemi virus corona baru yang mencipta penyakit baru yang kini menjadi penyakit terpopuler di dunia, COVID-19.
Saat itu UEFA menyatakan turnamen ini ditunda untuk memberi waktu semua kompetisi klub di Eropa tuntas sebelum 30 Juni 2021.
Tanggal dan bulannya tetap, dari 11 Juni sampai 11 Juli, tetapi tahunnya berbeda. Dan ini juga tanggal, bulan dan tahun yang sama dengan digelarnya perhelatan sepak bola akbar di barat benua itu di Amerika, yakni Copa America.
Jelas, pandemi telah merusak semua jadwal olahraga, tak cuma sepak bola, dan lebih-lebih tak cuma olahraga, tetapi juga merenggut banyak nyawa dan kesengsaraan umat manusia di seluruh dunia.
Kini setahun setelah Ceferin memutuskan Euro 2020 ditunda, perhelatan ini pun segera digelar dalam pekan kedua Juni ini.
Skenario dan formatnya tetap sama sebelum pandemi melumpuhkan hampir segala aspek kehidupan di dunia selama sekitar satu setengah tahun terakhir ini.
Tetap digelar di beberapa kota di beberapa negara, tapi bukan lagi 12 kota di 12 negara seperti sudah diumumkan UEFA pada 6 Desember 2012 yang menyatakan turnamen kali ini berbeda dari edisi-edisi sebelumnya yang dipusatkan di satu negara, melainkan disebar ke berbagai negara guna memperingati 60 tahun turnamen ini.
Namun sampai beberapa hari turnamen ini akhirnya bisa digelar, Dublin dan Bilbao dinyatakan tak memenuhi syarat bukan karena tak mampu, melainkan karena ada pembatasan perjalanan terkait pandemi dan melonjaknya infeksi COVID-19 sehingga mustahil menghadirkan penonton di dalam stadion. UEFA sendiri ingin ada penonton di dalam semua stadion yang menuanrumahi laga-laga Euro 2020.
Sevilla pun menggantikan Bilbao, sementara semua pertandingan yang sedianya diadakan di Dublin dialihkan ke London dan Saint Petersburg di Rusia. Alhasil ada sebelas stadion yang akhirnya menuanrumahi perhelatan ini.
Kesebelas stadion itu adalah Johan Cruyff Arena di Amsterdam di Belanda, National Arena di Bucharest di Hungaria, OIympic Stadion di Baku di Azerbaijan, Puskas Arena di Budapest di Hungaria, Parken Stadium di Kopenhagen di Denmark.
Berikutnya, Hampden Park di Glasgow di Skotlandia, Wembley di London di Inggris, Allianz Arena di Muenchen di Jerman, Stadio Olimpico di Roma di Italia, Estadio La Curtuja di Sevilla di Spanyol, dan Stadion Kretovsky di Saint Petersburg di Rusia.
Azerbaijan, juga Israel dan Kazakhstan, berstatus unik karena sekalipun secara geografis terletak di Asia, mereka masuk turnamen-turnamen sepak bola internasional Eropa.
Sempat gamang
Beberapa bulan sebelum benua ini pasti menggelar turnamen olahraga besar pertama yang diadakan pada masa pandemi itu, Eropa masih gamang dalam menentukan bagaimana seharusnya menggelar Euro 2020 yang tertunda pandemi.
Kegamangan ini semata muncul karena kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona yang bahkan memaksa mereka menyiapkan skenario yang salah satunya bersiap menghadapi keadaan terburuk mesti mengadakan sistem gelembung yang meniru bagian terakhir Liga Champions yang diadakan di Portugal dan Liga Europa di Jerman.
UEFA bahkan sempat berpikiran menyelenggarakan turnamen ini seluruhnya di Inggris atau hanya London yang mempunyai Wembley, Emirates, Stamford Bridge, London Stadium, dan Tottenham Hotspur Stadium. Opsi lainnya adalah di Jerman, Prancis dan Rusia.
Opsi Inggris dicoret karena Uni Eropa tidak menginginkan Euro 2020 menjadi ajang kampanye PM Inggris Boris Johnson yang menginisiasi dan mewujudkan keluarnya Inggris dari blok itu yang dikenal dengan Brexit.
Opsi Rusia juga tidak menjadi pilihan karena UEFA tak mau mengadakan memusatkan turnamen ini di negara yang dijatuhi sanksi doping oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA) karena jika ini terjadi sama artinya mencoreng muka UEFA sendiri.
Tinggal Jerman dan Prancis. Tetapi sekalipun tidak eksplisit berkalimat, Jerman tak mau menyelenggarakan turnamen penuh dengan risiko menjadi penyebaran virus corona, sekalipun itu dalam konsep gelembung. Setali tiga uang Prancis juga begitu. Mereka kapok diamuk pandemi sehingga tak mau menjadi venue Piala Eropa yang tertunda pandemi ini.
Tetapi itu dua bulan lalu, sebelum kasus virus corona di benua biru terus menurun yang disertai dengan cakupan vaksinasi yang luas sehingga Eropa berani kembali mengendurkan atau bahkan mencabut aturan pembatasan perjalanan dan berkerumun terkait dengan pandemi COVID-19.
Mengutip Associated Press, akhir bulan lalu benua ini mencatat penurunan drastis dalam kasus infeksi dan kematian akibat COVID-19 yang disertai dengan hampir separuh penduduk dewasanya telah divaksinasi, paling sedikit satu dosis vaksin.
Tak heran kasus infeksi menurun. Kalau pada periode pertengahan Oktober sampai awal Desember lalu kasus per 100.000 penduduk meninggi, maka dari Februari sampai April terus menurun, sampai Mei hingga kemudian berbagai pembatasan dilonggarkan atau bahkan dicabut.
Implikasinya sungguh luas. Tidak saja terhadap aktivitas bisnis dan pariwisata, namun juga kepada olahraga, dan salah satunya terhadap turnamen Euro 2020. Hal ini ditambah dengan relatif suksesnya penyelenggaraan kompetisi domestik di seluruh benua ini yang beriringan dengan relatif suksesnya penyelenggaraan Liga Champions dan Liga Europa.
Dan itu semua memberi nafas dan optimisme kepada UEFA untuk jalan terus menggelar Euro 2020 yang tertunda sesuai dengan rencana semula.
Optimisme dan dukungan juga mengalir dari mana-mana, bukan cuma komunitas sepak bola, tetapi pengambil kebijakan, termasuk Wali Kota London Shadiq Khan yang yakin Euro 2020 akan lancar dan aman.
Kalangan bisnis yang berkaitan dengan sepak bola, khususnya pihak sponsor, juga menjadi komponen turnamen penting yang sangat menyambut baik perkembangan ini. Bahkan, mengutip ESPN, sponsor dan haks siar demikian pentingnya sampai menjadi alasan besar mengapa Euro 2020 jalan terus.
Dan memang dari perspektif finansial, benefit ekonomi Euro 2020 itu besar sekali, paling tidak untuk 55 negara anggota UEFA. Dalam skema finansial UEFA, badan sepakbola Eropa ini telah bertekad menyalurkan pemasukan 1 miliar euro dari turnamen ini kepada 55 negara anggotanya.
Rinciannya adalah 371 juta euro untuk hadiah turnamen dan 24 negara yang lolos ke putaran final Euro, sedangkan 775 juta euro lainnya disalurkan kepada asosiasi-asosiasi nasional sepak bola di 31 negara yang tidak lolos putaran final.
Dan uang sebesar itu sebagian besar dihasilkan dari hak siar dan sponsor, selain dari pemasukan tiket yang sudah pasti mengecil, apalagi jika penonton tidak dibolehkan memasuki stadion.
Tetapi kecenderungannya stadion-stadion diperbolehkan oleh otoritas-otoritas setempat di mana stadion-stadion itu berada untuk diisi suporter, misalnya pemerintah negara bagian Bavaria di Jerman yang memberikan lampu hijau membolehkan Stadion Allianz Arnea dimasuki 14.000 suporter.
Yang masih menjadi persoalan adalah soal masa depan penonton asing bertiket karena masih adanya pembatasan perjalanan di sejumlah negara membuat mereka tak bisa datang ke negara itu. Skenario lain kemudian muncul di mana tiket-tiket asing yang sudah dipesan jauh sebelum turnamen ini digelar bisa ditukarkan untuk dialihkan kepada suporter lokal.
Protokol kesehatan
Lalu bagaimana dengan protokol kesehatan selama Euro 2020? Untuk tim-tim yang bertanding aturannya sudah jelas seperti berlaku pada kompetisi domestiknya selama ini, termasuk saat dalam Liga Champions dan Liga Europa.
Ternyata untuk penonton pun, aturan kesehatan dari UEFA sama ketatnya dengan aturan terhadap pemain dan ofisial.
Aturan itu, mengutip laman UEFA, mencakup tujuh area sangat penting yang menjadi fokus perhatian protokol kesehatan.
Pertama adalah protokol kesehatan untuk datang dan perginya suporter dari stadion, (2) aturan higiene atau kebersihan, (3) soal tiket dan tempat duduk, (4) pengelolaan antrean, (5) prosedur penanganan mereka yang terinfeksi, (6) akomodasi dan penginapan, (7) makanan dan minuman, dan (8) tentang kewajiban pemegang tiket.
Semua bidang ini akan disesuaikan dengan atau bahkan tunduk kepada protokol kesehatan yang berlaku di setiap kota atau negara bagian di mana venue pertandingan berada.
Kemudian bagaimana UEFA memastikan suporter tetap terlindung dari paparan virus? Soal ini UEFA tak mau kecolongan. Untuk itu mereka menerapkan aturan-aturan ketat untuk setiap stadion penyelenggara.
Yang pertama menyangkut bagaimana pemegang tiket harus hadir di stadion. Di sini, suporter wajib datang 30 menit sebelum pemeriksaan kesehatan sebelum dibolehkan masuk stadion. Mereka juga diwajibkan mempraktikkan aturan menjaga jarak sosial.
Kedua, semua stadion diwajibkan menyediakan 800 unit hand sanitiser di seluruh penjuru stadion. Ketiga, lantai-lantai akan ditandai dengan batas antrean untuk memastikan suporter menjaga jarak satu sama lain.
Lantas yang keempat, peringatan agar setia dan patuh kepada protokol kesehatan akan terus menerus digaungkan dalam setiap kesempatan di semua stadion agar semua orang mematuhi protokol kesehatan.
Dan terakhir, semua transaksi dilakukan dengan kartu pembayaran, bukan tunai, guna menghindari kontak fisik antarmanusia.
Rapi dan detail memang, selain juga terencana, terukur dan ketat. Tetapi memang seharusnya beginilah mengadakan turnamen olahraga era pandemi. Apalagi ini turnamen olahraga terbesar ketiga di dunia setelah Olimpiade dan Piala Dunia.
Euro 2020 sendiri bakal menjadi benchmark atau acuan bagaimana seharusnya turnamen besar dan berlangsung lama mesti diadakan, termasuk Olimpiade Tokyo bulan depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021