Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, kini bersiap untuk menuju era industrialisasi kerajinan untuk meningkatkan kualitas kerajinan di daerah tersebut.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskuperindag) Akhmad Redhani Effendi di Amuntai, Minggu, mengatakan, daerahnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai wilayah industri kerajinan, karena memiliki bahan baku yang melimpah.
Bahan baku yang melimpah ini, kata dia, menjamin terlaksananya proses industrialisasi, di samping aspek Sumber Daya Manusia (SDM) perajin dengan jumlah tenaga kerja cukup besar yang memiliki keterampilan menganyam khas secara turun temurun.
"Khusus perajin purun jumlahnya bahkan mencapai 22 ribu orang," katanya
Menurut Redhani, HSU memiliki potensi kerajinan yang cukup besar, selain purun, kerajinan rotan, eceng gondok, mebel dan lainnya, yang sudah cukup terkenal bukan hanya di Kalsel, tetapi juga di provinsi lainnya.
Bahkan, kata dia, khusus kerajinan eceng gondok, produksinya berkembang di semua kecamatan, selain itu, Sepuluh kecamatan di HSU, memiliki Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai percontohan, memilki pasar kerajinan sendiri.
Selain itu, wilayah Kabupaten HSU merupakan wilayah yang strategis, karena berada di jalur perdagangan ke provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Industrialisasi tambah Redhani, adalah suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi juga bisa diartikan proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Mewujudkan hal tersebut, kata dia, Pemerintah HSU, telah memprogramkan aksi Kompetensi Industri Inti Daerah (KIID) yang direncanakan di 2015.
KIID tersebut, bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri HSU, baik itu berupa peningkatan kualitas, produksi, biaya dan jangakauan pemasaran.
Sayangnya, program yang sebelumnya telah disetujui oleh Kementerian Perindustrian tersebut, kini terpaksa ditunda karena adanya perubahan nama program secara nasional.
Perubahan nama program tersebut, tambah dia, seiring pergantian puncuk pimpinan Presiden Republik Indonesia dari Susilo Bambang Yudhoyono kepada Joko Widodo, dari sebelumnya KID menjadi Program Rencana Pengembangan Industri Daerah atau Rapida.
"Padahal kajian hingga presentasi yang kita lakukan ke Kementerian Perindustian sudah disetujui dan rencana aksi di 2015 sudah direncanakan," kata Redhani.
Redhani mengatakan, konfirmasi terakhir ke Kementerian Perindustri pihaknya diminta mengikuti Rakor Wilayah Indonesia I meliputi Sumatera dan Kalimantan pada 23 -25 Pebruari 2015, yang memutuskan semua kabupaten/kota menyusun Rapida sebagai kelanjutan program KIID
"Tapi sepertinya maksud dan tujuan KIID dan Rapida sama saja, yakni untuk meningkatkan potensi industri daerah" kata Redhani.
Meski demikian, lanjut Redhani pihaknya tetap mempertanyaan nasib KIID yang sudah dirancang dan disetujui pihak kementerian sebelumnya, agar bisa terus dilanjutkan pada Program Rapida.
Namun di sisi lain, tambah Redhani, pihaknya juga masih menunggu Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Rapida.
"Perda kita tentu harus mengacu pada Perda Provinsi, karena terkait peta panduan (road map) dan penganggaran," jelasnya.
Hal ini, sambungnya menjadi dilematis karena pihak Pemkab HSU ingin menyurati kementerian tentang kejelasan program KIID HSU. Namun karena nama program ini sudah berubah maka Pemkab HSU juga harus berpedoman pada Perda propinsi tentang Rapida.
Sebelum Rapida dilaksanakan, kata Redhani harus dituangkan dalam bentuk Perda. Kementerian Perindustrian akan membantu memfasilitasi pelaksanaan bimbingan teknis untuk penyusun Raperda.
Dipaparkan, KID yang berubah nama menjadi Rapida merupakan program Kementerian Perindustrian yang berupaya meningkatkan daya saing industri Indonesia yang masih rendah.
Pemkab HSU telah menyampaikan potensi yang dimiliki untuk terlibat dalam program Rapida, berupa 89 persen wilayahnya yang menyediakan bahan baku eceng gondok yang melimpah untuk industri kerajinan, diantaranya juga 26 ribu hektar yang bisa ditanami purun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskuperindag) Akhmad Redhani Effendi di Amuntai, Minggu, mengatakan, daerahnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai wilayah industri kerajinan, karena memiliki bahan baku yang melimpah.
Bahan baku yang melimpah ini, kata dia, menjamin terlaksananya proses industrialisasi, di samping aspek Sumber Daya Manusia (SDM) perajin dengan jumlah tenaga kerja cukup besar yang memiliki keterampilan menganyam khas secara turun temurun.
"Khusus perajin purun jumlahnya bahkan mencapai 22 ribu orang," katanya
Menurut Redhani, HSU memiliki potensi kerajinan yang cukup besar, selain purun, kerajinan rotan, eceng gondok, mebel dan lainnya, yang sudah cukup terkenal bukan hanya di Kalsel, tetapi juga di provinsi lainnya.
Bahkan, kata dia, khusus kerajinan eceng gondok, produksinya berkembang di semua kecamatan, selain itu, Sepuluh kecamatan di HSU, memiliki Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai percontohan, memilki pasar kerajinan sendiri.
Selain itu, wilayah Kabupaten HSU merupakan wilayah yang strategis, karena berada di jalur perdagangan ke provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Industrialisasi tambah Redhani, adalah suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi juga bisa diartikan proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Mewujudkan hal tersebut, kata dia, Pemerintah HSU, telah memprogramkan aksi Kompetensi Industri Inti Daerah (KIID) yang direncanakan di 2015.
KIID tersebut, bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri HSU, baik itu berupa peningkatan kualitas, produksi, biaya dan jangakauan pemasaran.
Sayangnya, program yang sebelumnya telah disetujui oleh Kementerian Perindustrian tersebut, kini terpaksa ditunda karena adanya perubahan nama program secara nasional.
Perubahan nama program tersebut, tambah dia, seiring pergantian puncuk pimpinan Presiden Republik Indonesia dari Susilo Bambang Yudhoyono kepada Joko Widodo, dari sebelumnya KID menjadi Program Rencana Pengembangan Industri Daerah atau Rapida.
"Padahal kajian hingga presentasi yang kita lakukan ke Kementerian Perindustian sudah disetujui dan rencana aksi di 2015 sudah direncanakan," kata Redhani.
Redhani mengatakan, konfirmasi terakhir ke Kementerian Perindustri pihaknya diminta mengikuti Rakor Wilayah Indonesia I meliputi Sumatera dan Kalimantan pada 23 -25 Pebruari 2015, yang memutuskan semua kabupaten/kota menyusun Rapida sebagai kelanjutan program KIID
"Tapi sepertinya maksud dan tujuan KIID dan Rapida sama saja, yakni untuk meningkatkan potensi industri daerah" kata Redhani.
Meski demikian, lanjut Redhani pihaknya tetap mempertanyaan nasib KIID yang sudah dirancang dan disetujui pihak kementerian sebelumnya, agar bisa terus dilanjutkan pada Program Rapida.
Namun di sisi lain, tambah Redhani, pihaknya juga masih menunggu Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Rapida.
"Perda kita tentu harus mengacu pada Perda Provinsi, karena terkait peta panduan (road map) dan penganggaran," jelasnya.
Hal ini, sambungnya menjadi dilematis karena pihak Pemkab HSU ingin menyurati kementerian tentang kejelasan program KIID HSU. Namun karena nama program ini sudah berubah maka Pemkab HSU juga harus berpedoman pada Perda propinsi tentang Rapida.
Sebelum Rapida dilaksanakan, kata Redhani harus dituangkan dalam bentuk Perda. Kementerian Perindustrian akan membantu memfasilitasi pelaksanaan bimbingan teknis untuk penyusun Raperda.
Dipaparkan, KID yang berubah nama menjadi Rapida merupakan program Kementerian Perindustrian yang berupaya meningkatkan daya saing industri Indonesia yang masih rendah.
Pemkab HSU telah menyampaikan potensi yang dimiliki untuk terlibat dalam program Rapida, berupa 89 persen wilayahnya yang menyediakan bahan baku eceng gondok yang melimpah untuk industri kerajinan, diantaranya juga 26 ribu hektar yang bisa ditanami purun.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015