Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Akademisi Universitas Pelangka Raya, Kalimantan Tengah, Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, sanksi pidana mati bagi cokong narkoba selain memberi efek jera, juga mendidik.

"Oleh sebab itu, sebuah keputusan bangsa yang memberikan sanksi pidana mati terhadap narapidana (napi) yang terbukti bersalah dalam kasus narkoba, saya kira benar," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan, Minggu malam.

Kenapa? lanjut Guru Besar pada Universitas Palangka Raya (Unpar) tersebut, karena kasus Narkoba membahayakan rakyat Indonesia, yang pada akhirnya bangsa ini bisa sirna.

"Sebab ada kala dengan tipu daya seorang cokong Narkoba terhadap individu rakyat Indonesia. Cokongnya bebas, warga negara kita bukan cuma tertangkap tangan kemudian dihukum, tapi jiwa dan raga menjadi rusak," tuturnya.

Lebih tragis lagi, karena narkoba tersebut berujung pada kematian, ujar Koordinator Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalimantan Tengah (Kalteng) itu.

Sementara cokongnya dicari entah kemana, melarikan diri atau bersembunyi di tempat perlindungan tertentu, tambah mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah provinsi (Pemprov) Kalteng tersebut.

Karena itu, menurut dia, wajar pemberian hukuman mati bagi pengedar atau penjual narkoba, sebab mereka yang merusak generasi sebagai penerus bangsa. Apakah pelaku itu orang asing atau warga negara Indonesia sendiri.

"Dengan hukuman mati itu, kita berharap selain membuat jera, juga dapat mendidik agar bagi yang lain tidak lagi membawa barang terlarang dan haram tersebut ke negeri kita," katanya.

Mengenai tantangan hukuman mati dari berbagai negara, seperti Australia, Brazilia, Prancis, dan bahkan Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dia berpendapat, hal itu tak perlu ditanggapi atau diambil hati.

Karena, tegasnya, hukuman mati hak pemerintah Indonesia untuk memberikan efek jera kepada siapa saja yang bermain narkoba. "Jadi hukum mati tidak dapat dipengaruhi oleh campur tangan negara lain," katanya.

Kalau Australia sampai perdana menterinya ngomong tentang sumbangan mereka terhadap bencana Tsunami Aceh, itu sebagai ucapan keputus asaannya terhadap rakyatnya yang dihukum mati.

"Dia (perdana menteri Australia) tidak sadar, bahwa rakyatnya yang dihukum mati itu merusak putra-putri bangsa Indonesia dan mencidrai nama baik `negara kangoro` itu sendiri," ujarnya.

Oleh sebab itu pula, langkah para demonstran mengumpulkan dana untuk mengembalikan uang kepada Perdana Menteri Australia, adalah demi nama baik bangsa. "Hal itu perlu kita dukung bersama," ajaknya.

"Hukuman mati bagi napi kasus narkoba akan memberikan pendidikan positif kepada siapa saja yang semula berhasrat membawa masuk narkoba ke negeri kita, akan terperanjat dan akan takut membawa barang haram itu," lanjutnya.

Pernyataan berbagai negara atas terjadinya hukum mati di Indonesia bagi sejumlah negara, menurut profesor yang berkarir mulai dari pegawai rendahan (pesuruh) itu, hal tersebut wajar-wajar saja.

"Sebab bangsa kita TKI/TKW yang bekerja di luar negeri mau dihukum pancung oleh pemerintah negara di mana bangsa kita bekerja, pasti ada rasa iba. Walau tahu bangsa bangsa kita itu bersalah. Bahkan ada yang ditebus agar tidak dihukum mati juga oleh bangsa kita pernah terjadi," demikian Norsanie.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015