Perceraian dalam hubungan suami istri kerap menjadi pilihan bagi mereka yang merasa tak lagi sepaham dan sejalan membangun biduk rumah tangga.

Berbagai faktor pun jadi pemicu perceraian mulai alasan klise tidak ada lagi kecocokan hingga spesifik karena faktor ekonomi ataupun perselingkuhan alias hadirnya orang ketiga.

Sebagai advokat dan konsultan hukum yang biasa mendapatkan klien dalam perkara gugatan perceraian, Nawang Wijayati mengaku turut bersedih ketika perpisahan itu sampai akhirnya terjadi.

"Saya senang ketika klien bisa rujuk. Ada rasa kepuasan batin sebagai pengacara," ucap Nawang kepada ANTARA di Banjarmasin, Rabu.

Karena menurut keyakinan wanita berparas cantik ini, sejatinya pengacara berperan menjembatani antar kedua belah pihak yang berselisih paham dalam konteks hubungan suami istri.

Bukan justru sebaliknya, membuat gaduh dan permasalahan semakin meruncing hingga kata pisah jadi keputusan akhirnya.

"Kita sebagai pengacara harus bisa mengurai benang kusut yang sedang terjadi antara klien dan pasangannya. Bismillah dengan niat tulus ikhlas membantu, Insya Allah ada titik temunya. Alhamdulilah dari sekian klien saya, sebagian besar kembali rujuk alias tidak jadi bercerai," tutur wanita yang juga aktif di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kalimantan Selatan sebagai Banom Hukum dan Advokasi.

Nawang pun melihat faktor komunikasi yang kurang terbangun secara baik antar pasangan jadi pemicu utama hingga pertengkaran yang tak berkesudahan dalam sebuah hubungan.

Apalagi diperparah dengan ego masing-masing yang merasa sama-sama mampu berdiri sendiri, maka jurang perceraian semakin curam.

"Kalau faktor ekonomi biasanya yang wanita menuntut lebih seiring kebutuhan yang semakin tinggi dengan beban anak-anak juga. Wanitanya ingin mandiri dan memilih hidup sendiri tanpa pasangan. Kalau sudah begini prinsipnya, kita sebagai kuasa hukum juga tak bisa lagi meredam niatnya yang ngotot bercerai," beber magister hukum ini.

Jika keputusan cerai diketuk palu hakim, maka Nawang hanya mengupayakan agar semua prosesnya berjalan damai tanpa ada saling bersengketa lagi misalnya terkait harta gono-gini hingga perebutan hak asuh anak dan sebagainya.

"Kita upayakan semuanya bisa dibicarakan secara kekeluargaan. Yang pasti, anak jangan sampai menjadi korban atas perceraian yang terjadi, sehingga sebisanya hubungan antar kedua belah pihak tetap rukun dan damai meski tak lagi bersatu," ucap Nawang yang tergabung dalam keanggotaan Majelis Hakim Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Banjarmasin.

Nawang juga menyoroti kekerasan dalam rumah tangga yang belakangan meningkat hingga memicu perceraian. Untuk itulah, dia mengingatkan agar para suami khususnya, tak mudah melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap pasangannya.

Selain berdampak retaknya hubungan, aksi ringan tangan juga diancam pidana penjara sebagaimana Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang dikenal dengan nama UU Penghapusan KDRT.

"Jadi jangan hanya karena merasa istri sendiri maka suami semena-mena melakukan tindak kekerasan. Bagi para kaum hawa juga, jangan takut melapor  jika dirasa sudah kelewat batas apa yang dilakukan suaminya," tandas Nawang.  

Pewarta: Firman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021