Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai rencana pemerintah untuk membentuk Bullion Bank merupakan kebijakan dan langkah strategis untuk memaksimalkan pengelolaan emas dalam negeri.
“Kalau melihat dari posisi cadangan emas di Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar dunia, tentu ini merupakan salah satu kebijakan strategis dalam pengelolaan emas di dalam negeri,” katanya kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Yusuf percaya pembentukan Bullion Bank akan mampu memberikan banyak manfaat seperti yang telah diprediksikan pemerintah yakni mendorong penghematan devisa negara karena hasil emasnya bisa disimpan di dalam negeri.
Kemudian diversifikasi produk yang bisa dijual oleh pihak bank serta nantinya masyarakat juga bisa mendapatkan imbal hasil dari emas yang disimpannya.
“Apalagi nantinya bank mempunyai peran dalam mengontrol harga emas,” ujarnya.
Tak hanya itu, menurutnya, emas yang merupakan logam mulia bersifat likuid jika ingin digunakan sebagai instrumen investasi akan menambah minat dan pilihan masyarakat dalam berinvestasi di sektor ini.
“Adanya Bank Bullion saya kira bisa menambah minat dan pilihan masyarakat dalam berinvestasi di sektor ini,” katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan selama ini Indonesia memang tidak cukup dalam mengelola dan mengembangkan industri perhiasan emas.
Padahal Indonesia memiliki pertambangan Grasberg di Papua yang merupakan tambang emas terbesar di dunia setelah South Deep Gold Mine di Afrika Selatan dengan cadangan emasnya mencapai 30,2 juta ounce.
Selain itu Indonesia juga merupakan negara produsen emas terbesar ketujuh di dunia dengan produksi 2020 mencapai 130 ton per tahun atau 4,59 juta ounce.
Di sisi lain PT Aneka Tambang atau Antam sebagai produsen asal Indonesia hanya tergolong sebagai junior gold miner company dengan produksi pada 2020 sebesar 1,7 ton.
Sementara konsumsi emas Indonesia cenderung masih rendah dengan rincian untuk retail investment 172.800 ounce dan perhiasan 137.600 ounce.
“Sebagaimana hasil mineral kita yang lain, kita selama ini memang tidak cukup mengelola emas. Kita tidak cukup mengembangkan industri perhiasan emas kita misalnya,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Piter menuturkan Indonesia juga membutuhkan industri hilir yang mengelola emas agar industri perhiasan emas nasional mampu lebih optimal.
“Kita ekspor raw materials, granula. Kita impor perhiasan emas. Kita tidak punya industri pengelolaan emas. Jadi kita membutuhkan industri hilir yang mengelola emas,” jelas Piter.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
“Kalau melihat dari posisi cadangan emas di Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar dunia, tentu ini merupakan salah satu kebijakan strategis dalam pengelolaan emas di dalam negeri,” katanya kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Yusuf percaya pembentukan Bullion Bank akan mampu memberikan banyak manfaat seperti yang telah diprediksikan pemerintah yakni mendorong penghematan devisa negara karena hasil emasnya bisa disimpan di dalam negeri.
Kemudian diversifikasi produk yang bisa dijual oleh pihak bank serta nantinya masyarakat juga bisa mendapatkan imbal hasil dari emas yang disimpannya.
“Apalagi nantinya bank mempunyai peran dalam mengontrol harga emas,” ujarnya.
Tak hanya itu, menurutnya, emas yang merupakan logam mulia bersifat likuid jika ingin digunakan sebagai instrumen investasi akan menambah minat dan pilihan masyarakat dalam berinvestasi di sektor ini.
“Adanya Bank Bullion saya kira bisa menambah minat dan pilihan masyarakat dalam berinvestasi di sektor ini,” katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan selama ini Indonesia memang tidak cukup dalam mengelola dan mengembangkan industri perhiasan emas.
Padahal Indonesia memiliki pertambangan Grasberg di Papua yang merupakan tambang emas terbesar di dunia setelah South Deep Gold Mine di Afrika Selatan dengan cadangan emasnya mencapai 30,2 juta ounce.
Selain itu Indonesia juga merupakan negara produsen emas terbesar ketujuh di dunia dengan produksi 2020 mencapai 130 ton per tahun atau 4,59 juta ounce.
Di sisi lain PT Aneka Tambang atau Antam sebagai produsen asal Indonesia hanya tergolong sebagai junior gold miner company dengan produksi pada 2020 sebesar 1,7 ton.
Sementara konsumsi emas Indonesia cenderung masih rendah dengan rincian untuk retail investment 172.800 ounce dan perhiasan 137.600 ounce.
“Sebagaimana hasil mineral kita yang lain, kita selama ini memang tidak cukup mengelola emas. Kita tidak cukup mengembangkan industri perhiasan emas kita misalnya,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Piter menuturkan Indonesia juga membutuhkan industri hilir yang mengelola emas agar industri perhiasan emas nasional mampu lebih optimal.
“Kita ekspor raw materials, granula. Kita impor perhiasan emas. Kita tidak punya industri pengelolaan emas. Jadi kita membutuhkan industri hilir yang mengelola emas,” jelas Piter.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021