Perajin tahu di Kabupaten Lebak, Banten, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat membantu subsidi harga kedelai di pasaran.
"Kita sejak sepekan terakhir ini mengeluhkan, karena harga kedelai melonjak dari Rp370 ribu kini menjadi Rp465 ribu per 50 Kg," kata Ketua Paguyuban Perajin Tahu Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Mad Soleh di Lebak, Sabtu.
Kenaikkan harga kedelai itu dipastikan perajin tahu di Kabupaten Lebak terancam gulung tikar.
Mereka para konsumen akan terjadi penolakan dari konsumen jika harga satuan tahu dinaikkan dengan kemasan sebanyak 10 satuan dijual Rp10 ribu.
Karena itu, perajin tahu berharap Presiden Jokowi segera turun tangan dengan memerintahkan Kementerian Perdagangan untuk memberikan bantuan subsidi kedelai.
Sebab, dulu harga kedelai pernah dilakukan pemerintah dengan memberikan subsidi kepada perajin tahu tempe.
"Kami minta kedelai bisa kembali bersubsidi sehingga dapat membantu ekonomi masyarakat juga menyerap lapangan pekerjaan," katanya menjelaskan.
Menurut dia, saat ini, perajin tahu tempe Kabupaten Lebak melakukan aksi mogok penjualan mulai 1 Januari sampai 3 Januari 2020.
Aksi mogok tersebut diharapkan pemerintah melakukan intervensi dengan memberikan subsidi kedelai.
Saat ini, harga kedelai terus bergerak naik di pasaran sehubungan persaingan impor kedelai Amerika dan China.
Apabila, harga kedelai impor itu tidak dikendalikan maka akan berdampak terhadap perajin tahu sebanyak 35 unit usaha akan menghentikan produksi.
"Kami berharap harga kedelai kembali stabil atau dibantu subsidi," katanya menjelaskan.
Suhali, seorang perajin tempe warga Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengeluhkan melonjaknya harga kedelai di pasaran dari Rp7.500 naik menjadi Rp9.500/Kg.
Kenaikan harga kedelai tersebut sehingga produksi berkurang dan berdampak terhadap pendapatan.
Selama ini, ujar dia, pendapatan hasil berjualan tempe hanya cukup memenuhi kebutuhan makan keluarga.
"Kami minta harga kedelai kembali normal, sehingga perajin tetap eksis memproduksi tempe sebagai ladang mata pencarian," katanya.
Ia menyebutkan para perajin tempe tradisional di Rangkasbitung belum berani menaikan harga satuan tempe karena khawatir ditinggalkan pelanggan.
Perajin hanya menyiasati dengan memperkecil ukuran dengan harga normal, yakni Rp1.000 per tempe.
"Kami serba bingung jika harga satuan tempe dinaikan dipastikan langganan tetap keberatan," ujarnya.
Sementara itu, Adhari, seorang perajin tempe warga Rangkasbitung mengaku bahwa dirinya mendapatkan kedelai dari pedagang pengecer di Pasar Rangkasbitung.
Sebab di Kabupaten Lebak tidak memiliki lembaga usaha, seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi harga kedelai.
Perajin tempe maupun tahu mendapatkan kedelai langsung dari pengecer dengan harga relatif tinggi.
"Kami berharap pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memberikan subsidi harga murah dan terjangkau," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Kita sejak sepekan terakhir ini mengeluhkan, karena harga kedelai melonjak dari Rp370 ribu kini menjadi Rp465 ribu per 50 Kg," kata Ketua Paguyuban Perajin Tahu Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Mad Soleh di Lebak, Sabtu.
Kenaikkan harga kedelai itu dipastikan perajin tahu di Kabupaten Lebak terancam gulung tikar.
Mereka para konsumen akan terjadi penolakan dari konsumen jika harga satuan tahu dinaikkan dengan kemasan sebanyak 10 satuan dijual Rp10 ribu.
Karena itu, perajin tahu berharap Presiden Jokowi segera turun tangan dengan memerintahkan Kementerian Perdagangan untuk memberikan bantuan subsidi kedelai.
Sebab, dulu harga kedelai pernah dilakukan pemerintah dengan memberikan subsidi kepada perajin tahu tempe.
"Kami minta kedelai bisa kembali bersubsidi sehingga dapat membantu ekonomi masyarakat juga menyerap lapangan pekerjaan," katanya menjelaskan.
Menurut dia, saat ini, perajin tahu tempe Kabupaten Lebak melakukan aksi mogok penjualan mulai 1 Januari sampai 3 Januari 2020.
Aksi mogok tersebut diharapkan pemerintah melakukan intervensi dengan memberikan subsidi kedelai.
Saat ini, harga kedelai terus bergerak naik di pasaran sehubungan persaingan impor kedelai Amerika dan China.
Apabila, harga kedelai impor itu tidak dikendalikan maka akan berdampak terhadap perajin tahu sebanyak 35 unit usaha akan menghentikan produksi.
"Kami berharap harga kedelai kembali stabil atau dibantu subsidi," katanya menjelaskan.
Suhali, seorang perajin tempe warga Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengeluhkan melonjaknya harga kedelai di pasaran dari Rp7.500 naik menjadi Rp9.500/Kg.
Kenaikan harga kedelai tersebut sehingga produksi berkurang dan berdampak terhadap pendapatan.
Selama ini, ujar dia, pendapatan hasil berjualan tempe hanya cukup memenuhi kebutuhan makan keluarga.
"Kami minta harga kedelai kembali normal, sehingga perajin tetap eksis memproduksi tempe sebagai ladang mata pencarian," katanya.
Ia menyebutkan para perajin tempe tradisional di Rangkasbitung belum berani menaikan harga satuan tempe karena khawatir ditinggalkan pelanggan.
Perajin hanya menyiasati dengan memperkecil ukuran dengan harga normal, yakni Rp1.000 per tempe.
"Kami serba bingung jika harga satuan tempe dinaikan dipastikan langganan tetap keberatan," ujarnya.
Sementara itu, Adhari, seorang perajin tempe warga Rangkasbitung mengaku bahwa dirinya mendapatkan kedelai dari pedagang pengecer di Pasar Rangkasbitung.
Sebab di Kabupaten Lebak tidak memiliki lembaga usaha, seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi harga kedelai.
Perajin tempe maupun tahu mendapatkan kedelai langsung dari pengecer dengan harga relatif tinggi.
"Kami berharap pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memberikan subsidi harga murah dan terjangkau," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021