Pelaihari, (AntaranewsKalsel) - Warga Muara Asam-Asam Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, melaporkan perusahaan sawit PT Kintap Jaya Wattindo (KJW) ke DPRD setempat, Senin.
"Kami ke DPRD Tanah Laut (Tala) mengadukan kepemilikan lahan kami seluas 182 hektare di sekitar Sungai Pumpung, yang diambil PT KJW sejak 14 tahun lalu," ujar Misran, perwakilan pemilik lahan, di Pelaihari (ibu kota kabupaten).
"Pasalnya hingga kini belum ada niat baik dari perusahaan tersebut untuk mengganti rugi sesuai harapan pemilik lahan," lanjut perwakilan warga Asam-Asam tersebut usai pertemuan dengan Komisi I DPRD Tala (65 km timur Banjarmasin).
Menurut dia, ganti rugi yang pernah ditawarkan PT KJW terhadap 91 pemilik lahan seluas 182 hektare (ha) tersebut sebesar Rp600 ribu per hektarnya.
"Harga tersebut kami anggap tidak layak, namun perusahaan tetap saja melakukan penanaman sawit di lokasi lahan milik kami tanpa adanya ganti rugi yang layak," ujar warga Jalan Sungai Pumpung RT 2 Desa Muara Asam-Asam.
Ia menjelaskan, ganti rugi lahan yang ditawarkan pemilik lahan kepada PT KJW sebesar Rp7,5 juta perhektare, alasannya jumlah sebesar itu sangatlah layak.
"Permasalahan ini selain kita laporkan ke DPRD Tala, juga ke Wakil Bupati setempat. Bahkan, Wakil Bupati Tala H Sukamta mengeluarkan surat bernomor : 130/1295/Tapem kepada pimpinan PT KJW, agar menghentikan sementara kegiatan di lahan sengketa," terangnya.
Ia berharap, melalui bantuan DPRD Tanah Laut bisa memecahkan permasalahan tersebut, sehingga ganti rugi lahan milik warga benar-benar layak.
"Kami berharap DPRD Tanah Laut bersama pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat bisa mencarikan jalan keluarnya, sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan," tegasnya.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Tanah Laut Endang Isnawaningsih mengatakan, pihaknya akan menjembatani permasalahan tersebut.
"Kita akan memanggil pimpinan PT KJW untuk duduk bersama warga mencarikan solusi terbaik, sehingga tidak ada yang dirugikan," tandasnya.
Di "Bumi Tuntung Pandang" Tala yang merupakan daerah penerima transmigrasi itu belakangan tumbuh dan berkembangkan usaha perkebunan kelapa sawit, bahkan melibatkan PTPN atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang perkebunan.
Sebelumnya atau pada tahun 1980-an Tala terkanel dengan Pabrik Gula Pelaihari, dengan perkebuan tebunya yang juga diusahakan PTPN/BUMD, namun tak berlangsung lama, akhirnya tutup.
Sedangkan sebelumnya lagi atau tahun 1970-an Tala merupakan kantog cengkeh Kalsel, karena usaha perkebunan rakyat, namun dengan kebijakan tataniaga cengkeh nasional berdampak pada menurunnya minat warga terhadap komoditi tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014
"Kami ke DPRD Tanah Laut (Tala) mengadukan kepemilikan lahan kami seluas 182 hektare di sekitar Sungai Pumpung, yang diambil PT KJW sejak 14 tahun lalu," ujar Misran, perwakilan pemilik lahan, di Pelaihari (ibu kota kabupaten).
"Pasalnya hingga kini belum ada niat baik dari perusahaan tersebut untuk mengganti rugi sesuai harapan pemilik lahan," lanjut perwakilan warga Asam-Asam tersebut usai pertemuan dengan Komisi I DPRD Tala (65 km timur Banjarmasin).
Menurut dia, ganti rugi yang pernah ditawarkan PT KJW terhadap 91 pemilik lahan seluas 182 hektare (ha) tersebut sebesar Rp600 ribu per hektarnya.
"Harga tersebut kami anggap tidak layak, namun perusahaan tetap saja melakukan penanaman sawit di lokasi lahan milik kami tanpa adanya ganti rugi yang layak," ujar warga Jalan Sungai Pumpung RT 2 Desa Muara Asam-Asam.
Ia menjelaskan, ganti rugi lahan yang ditawarkan pemilik lahan kepada PT KJW sebesar Rp7,5 juta perhektare, alasannya jumlah sebesar itu sangatlah layak.
"Permasalahan ini selain kita laporkan ke DPRD Tala, juga ke Wakil Bupati setempat. Bahkan, Wakil Bupati Tala H Sukamta mengeluarkan surat bernomor : 130/1295/Tapem kepada pimpinan PT KJW, agar menghentikan sementara kegiatan di lahan sengketa," terangnya.
Ia berharap, melalui bantuan DPRD Tanah Laut bisa memecahkan permasalahan tersebut, sehingga ganti rugi lahan milik warga benar-benar layak.
"Kami berharap DPRD Tanah Laut bersama pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat bisa mencarikan jalan keluarnya, sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan," tegasnya.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Tanah Laut Endang Isnawaningsih mengatakan, pihaknya akan menjembatani permasalahan tersebut.
"Kita akan memanggil pimpinan PT KJW untuk duduk bersama warga mencarikan solusi terbaik, sehingga tidak ada yang dirugikan," tandasnya.
Di "Bumi Tuntung Pandang" Tala yang merupakan daerah penerima transmigrasi itu belakangan tumbuh dan berkembangkan usaha perkebunan kelapa sawit, bahkan melibatkan PTPN atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang perkebunan.
Sebelumnya atau pada tahun 1980-an Tala terkanel dengan Pabrik Gula Pelaihari, dengan perkebuan tebunya yang juga diusahakan PTPN/BUMD, namun tak berlangsung lama, akhirnya tutup.
Sedangkan sebelumnya lagi atau tahun 1970-an Tala merupakan kantog cengkeh Kalsel, karena usaha perkebunan rakyat, namun dengan kebijakan tataniaga cengkeh nasional berdampak pada menurunnya minat warga terhadap komoditi tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014