Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Taufik Arbain MSi menyatakan strategi "show of force" atau unjuk kekuatan dalam aksi massa berunjuk rasa tak relevan lagi di era revolusi industri 4.0.
"Yang terpenting hari ini adalah kontennya, apa sih yang mau disampaikan. Sedangkan strategi
show of force dengan banyaknya massa dan durasi berunjuk rasa dikhawatirkan hanya menimbulkan hal-hal tak diinginkan," kata dia di Banjarmasin, Senin.
Taufik menyatakan hal itu menyikapi maraknya aksi unjuk rasa belakangan ini di Indonesia baik dari mahasiswa maupun kelompok lain yang menyuarakan kepentingannya hingga sebagian ada yang berujung pelanggaran hukum.
Menurut dia, aksi massa di era 4.0 ada dua hal yang penting diutamakan. Pertama pesan yang disampaikan efektif dan kedua menggunakan waktu yang tidak terlalu panjang.
"Di zaman media digital dan arus informasi yang begitu cepat, kita baru melangkah saja beritanya kemana-mana muncul. Berbeda zaman dulu, hari ini unjuk rasa besok baru muncul beritanya di koran," jelas Doktor Manajemen dan Kebijakan Publik jebolan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Taufik juga mengingatkan massa pengunjuk rasa tidak boleh terlalu egois dalam aksinya tanpa memikirkan hak warga negara lainnya. Misalnya ada masyarakat yang terganggu bekerja mencari nafkah hanya karena jalan macet atau bahkan ditutup akibat adanya unjuk rasa.
"Mari adik-adik mahasiswa sebagai kaum intelektual hendaknya menempuh cara-cara elegan sehingga pesan yang diperjuangkan sampai. Tidak sedikit show of force yang besar namun pesannya tidak sampai," katanya.
Ditegaskan dia pula, negara telah memberikan ruang untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Namun begitu, ada ranah hukum yang harus dipahami juga, sehingga ada keseimbangan antara negara yang memberikan ruang dan rakyat yang menyampaikan pesan-pesan kepentingannya.
"Dalam konteks pembatasan waktu berunjuk rasa misalnya, itu jangan dipahami sebagai suatu pembatasan karena di sisi lain aparat juga ingin melindungi bangsa dan negara dalam konteks ketertiban umum," tandasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Yang terpenting hari ini adalah kontennya, apa sih yang mau disampaikan. Sedangkan strategi
show of force dengan banyaknya massa dan durasi berunjuk rasa dikhawatirkan hanya menimbulkan hal-hal tak diinginkan," kata dia di Banjarmasin, Senin.
Taufik menyatakan hal itu menyikapi maraknya aksi unjuk rasa belakangan ini di Indonesia baik dari mahasiswa maupun kelompok lain yang menyuarakan kepentingannya hingga sebagian ada yang berujung pelanggaran hukum.
Menurut dia, aksi massa di era 4.0 ada dua hal yang penting diutamakan. Pertama pesan yang disampaikan efektif dan kedua menggunakan waktu yang tidak terlalu panjang.
"Di zaman media digital dan arus informasi yang begitu cepat, kita baru melangkah saja beritanya kemana-mana muncul. Berbeda zaman dulu, hari ini unjuk rasa besok baru muncul beritanya di koran," jelas Doktor Manajemen dan Kebijakan Publik jebolan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Taufik juga mengingatkan massa pengunjuk rasa tidak boleh terlalu egois dalam aksinya tanpa memikirkan hak warga negara lainnya. Misalnya ada masyarakat yang terganggu bekerja mencari nafkah hanya karena jalan macet atau bahkan ditutup akibat adanya unjuk rasa.
"Mari adik-adik mahasiswa sebagai kaum intelektual hendaknya menempuh cara-cara elegan sehingga pesan yang diperjuangkan sampai. Tidak sedikit show of force yang besar namun pesannya tidak sampai," katanya.
Ditegaskan dia pula, negara telah memberikan ruang untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Namun begitu, ada ranah hukum yang harus dipahami juga, sehingga ada keseimbangan antara negara yang memberikan ruang dan rakyat yang menyampaikan pesan-pesan kepentingannya.
"Dalam konteks pembatasan waktu berunjuk rasa misalnya, itu jangan dipahami sebagai suatu pembatasan karena di sisi lain aparat juga ingin melindungi bangsa dan negara dalam konteks ketertiban umum," tandasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020