Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat Singapura masih berada di posisi teratas dalam daftar negara asal investasi terbesar di Indonesia meskipun negara jiran itu mengalami resesi ekonomi.

Realisasi investasi Singapura sepanjang triwulan II 2020 mencapai 2 miliar dolar AS dengan 3.860 proyek. Sementara itu, secara akumulatif sepanjang Semester I-2020, realisasi investasi Singapura mencapai 4,7 miliar dolar AS dengan 6.508 proyek.

"Pasti banyak yang bertanya, kok kenapa Singapura yang kuartal kedua minus 41 persen tapi realisasi investasinya masih tinggi? Saya sampaikan, bahwa dana yang masuk dari Singapura itu bukan dari Singapura. Itu hub saja," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam paparan realisasi investasi secara daring di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BNI mendukung kemudahan bisnis 400 investor Jepang di Indonesia

Dalam data BKPM, sepanjang triwulan II-2020, di bawah Singapura ada Hong Kong yang realisasi investasinya mencapai 1,2 miliar dolar AS dengan 725 proyek. Disusul kemudian China (1,1 miliar dolar AS, 722 proyek), Jepang (608,7 juta dolar AS, 2.480 proyek) dan Korea Selatan (552,6 juta dolar AS, 1.495 proyek).

"Di triwulan I, yang masuk lima besar itu Malaysia tapi kemudian digeser Korea Selatan," katanya.

Ada pun sepanjang Semester I-2020, setelah Singapura, ada China dengan realisasi investasi 2,4 miliar dolar AS dengan 1.311 proyek, disusul kemudian oleh Hong Kong (1,8 miliar dolar AS, 1.204 proyek), Jepang (1,2 miliar dolar AS, 3.961 proyek) dan Malaysia (795,6 juta dolar AS, 1.562 proyek).

Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sepanjang triwulan II-2020 sebesar Rp97,6 triliun (50,9 persen), sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp94,3 triliun (49,1 persen).

Baca juga: BMW investasi Rp9,3 triliun untuk pusat manufaktur di China

Sedangkan selama Semester I-2020, PMA mencapai Rp195,6 triliun, turun 8,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp212,8 triliun. Sementara PMDN mencapai Rp207,0 triliun, naik 13,2 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp182,8 triliun.

"Kalau di kuartal pertama, PMDN lebih tinggi ketimbang PMA. Kita tahu, Januari, Februari, Maret itu dunia internasional shock karena persoalan di mana China dan beberapa negara di puncak pandemi," katanya.

Bahlil juga menjelaskan pada triwulan pertama 2020, pemerintah Indonesia tidak mengizinkan impor barang modal hingga tenaga kerja asing (TKA) masuk sehingga membuat realisasi investasi tersendat.

"Tapi mulai kuartal kedua, kita longgarkan dengan tetap memperhatikan protokol COVID, maka kemudian PMA mulai beranjak naik hingga 51 persen," katanya.


 

Pewarta: Ade irma Junida

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020