Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Taufik Arbain mengatakan pemerintah perlu melakukan pemetaan masalah sosial lingkungan dan kebijakan dalam upaya penanganan COVID-19.

Menurut Arbain di Banjarmasin Rabu,penanganan COVID-19 jangan sekadar menampilkan pergerakan angka-angka, kampanye hidup sehat, protokol kesehatan, penanganan medis yang responsif, tetapi juga harus diurai penyebab masih tingginya kasus tersebut di Kalsel.

"Saya sangat mengapresiasi pemerintah yang telah melakukan langkah–langkah fundamental dalam menangani COVID-19 di banua ini, termasuk keterlibatan banyak pihak," kata anggota Tim Pakar Percepatan untuk Penanganan COVID-19 Universitas Lambung Mangkurat ini.

Namun demikian, kebijakan penanganan juga harus selalu bergerak, karena lingkungan juga terjadi pergerakan dan perubahan khususnya perubahan perilaku akibat implikasi dari COVID-19, terutama pada aspek sosial ekonomi.

Tim Pakar, tambah dia, terus melakukan kajian dan telaah dengan cermat dalam berbagai persepktif keilmuan agar pemetaan masalah bisa tertangani dengan baik. 

Arbain mengungkapkan, banyak tantangan yang harus dihadapi seluruh pihak terkait percepatan penanganan COVID-19 ini. 
Tantangan tersebut, pertama, kebijakan “new normal” atau sekarang berubah diksi dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).

Kebijakan yang sempat akan diterapkan satu bulan lalu, telah mendorong euphoria publik atas kondisi sosial yang cenderung berorientasi pada pemenuhan ekonomi. 

Hal tersebut, tambah dia, bisa dipahami karena masyarakat terdampak ekonomi adalah warga kelas menengah ke bawah. 

"Sejak saat itu, mobilitas penduduk seakan-akan telah menggambarkan kondisi normal, padahal situasinya, masih pandemi," katanya.  

Realitas ini, harus diikuti dengan kebijakan baru dan atau formula baru gerakan kampanye, yang masuk ke alam sadar publik bahwa Kalsel masih dalam kondisi pandemi.

Kedua, diperlukan kebijakan penanganan yang konsisten untuk terus melakukan rapid test, swab dan lainnya yang melahirkan upaya tracking (penelusuran sebaran) baik jumlah maupun zona.

Kegiatan tersebut, memudahkan pemetaan dan langkah strategis yang diambil. "Untuk itu di musim pilkada ini para pengambil keputusan di daerah jangan terpengaruh dengan pernyataan yang mengatakan, “jangan pilih kepala daerah incumbent yang tidak beres menangani C0VID-19," katanya.

Arbain menilai, justru semakin masif tracking otomatis semakin tinggi temuan sebaran dan jumlah, sebagai upaya progress dari pemerintah daerah. 

Dikhawatirkan, akibat salah persepsi di publik, mendorong adanya elit dalam pengambilan keputusan yang meminimalkan upaya tracking ini. 

Ketiga, munculnya stigma publik bahwa setiap masyarakat yang mengalami morbiditas entah disebabkan penyakit umum seperti batuk, stroke, penyakit gula, darah tinggi dan lainnya akan divonis positif COVID-19 oleh petugas medis jika mereka berobat ke rumah sakit. 

Akibat persepsi yang beredar pada masyarakat tersebut, membuat penderita enggan untuk memeriksakan diri mereka ke Rumah Sakit. 

"Akibatnya berdasarkan survei relawan dari tim kami ada beberapa rumah sakit di kabupaten/kota mengalami penurunan kunjungan masyarakat untuk berobat," katanya. 

Kondisi tersebut, akan menurunkan data tahunan frekuensi kunnjung ke rumah sakit. Di satu sisi pemerintah berupaya memastikan masyarakat selalu sehat, tetapi di sisi lain ada ancaman psikologis yang mendera mereka.


“Untuk itu kami menyarankan perlu langkah progress atas penurunan kunjungan ini. Kita tidak sekadar terfokus pada penanganan COVID-19, tetapi di sisi lain perlu menjawab kelengahan kita pada morbiditas masyarakat berimplikasi pada menurunnya imunitas, hingga mudah terserang COVID-19," ungkap alumni Doktoral UGM Managemen dan Kebijakan Publik ini. 

Tim Pakar ULM, kata dia, juga akan selalu menyeselaraskan kebijakan apa saja yang telah diambil dan dilakukan pemerintah dalam rangka bersama-sama membantu percepatan penanganan COVID-19 di banua ini. Termasuk dari aspek soSial dan kebijakan publik. 

“Kami mengapresiasi langkah pemprov, kabupaten/Kota yang mengintegrasikan semua pihak. Hanya diperlukan peningkatan dan pemetaan apa yang mesti dilakukan," katanya. 

Hal tersebut, mengingat perubahan prilaku sosial baik karena perubahan itu sendiri atau implikasi dari kebijakan bergerak sangat cepat.  

Sehingga, kata dia, langkah berbasis "Dynamic Policy Analysis" dalam menjawab masalah COVID-19 yang semakin kompleks. 

"New idea, fresh perception, up-grading, responsive, fleksibel dan adaptif sangat diperlukan di masa AKB ini. Sebab ini adalah tindakan penyelamatan kita bersama,” kata dosen Fisip ULM ini.





 

Pewarta: .

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020