Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menyebutkan upaya perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri belum komprehensif karena masih terjadi kekerasan terhadap TKW yang bekerja di Riyadh, Ira Sulastri.
"Pengawasan terhadap WNI pekerja di luar negeri ini memang belum cukup kuat. Apalagi jika yang dihadapi adalah perekrutan gelap. Untuk itu perlu melakukan kerja komprehensif. Tidak boleh kedepankan ego sektoral. Kementerian luar negeri, kemnaker, kumham, dan lembaga pemerintah lainnya harus duduk bersama dan berbagi kerja. Kemenko Pembangunan Manusia dan kebudayaan bisa jadi leading aktornya" kata Willy dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Baca juga: TKI Kalsel 2.132 Orang
Menurut dia, persoalan dari hulu ke hilir bagi pekerja Indonesia di luar negeri ini memang perlu di perbaiki.
Kementerian Luar Negeri dengan kerja diplomatiknya harus terus mengupayakan kerja sama dengan negara-negara penerima TKI agar dapat memasukkan klausul perlindungan TKI di tempatnya bekerja.
"Kementerian luar negeri bisa mewakili pemerintah untuk menginisiasi perjanjian kerja sama dengan negara-negara yang terdapat TKI. Paling minimal untuk bisa menggunakan standar prilaku internasional tentang perlindungan Tenaga Kerja. Akan lebih baik lagi jika perjanjian ini sesuai kepentingan Indonesia untuk melindungi warganya. Seperti perjanjian kerjasama pertahanan atau militer, hal ini seharusnya bisa juga dilakukan,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan praktek ilegal perekrutan TKI yang telah merekrut Ira Sulastri harus menjadi perhatian pemerintah. Dia juga menilai moratorium pengiriman TKI ke Saudi terlihat tidak efektif mencegah berulangnya kasus yang sama.
"Soal perekrutan ini titik awal masalah, maka harus dibenahi. Warga harus diyakini bahwa apapun yang dilakukannya di dalam dan di luar negeri adalah tanggung jawab pemerintah melindunginya. Maka jangan sampai warga tidak melapor kepada perwakilan pemerintah. Aparat juga harus mempermudah hal ini. Bisa pakai teknologi." ujarnya.
Masih maraknya perekrutan gelap TKI yang dilakukan langsung di desa-desa, katanya, mengindikasikan adanya daya dorong kondisi desa dan daya tarik iming-iming dari perekrut.
"Hal ini harus diselesaikan bukan hanya oleh satu kementerian ketenagakerjaan semata," ujarnya.
Baca juga: Lebih Baik Negeri Sendiri
Omnibus Law Cipta Kerja itu, kata Willy, salah satunya adalah untuk membuat daya dorong dari dalam menjadi semakin terkendali karena adanya penciptaan lapangan kerja. UU Desa sudah memberi jaminan juga dengan adanya alokasi APBN untuk desa agar dapat mengembangkan potensinya.
"Tinggal kedepan kita perlu pikirkan bagaimana caranya agar data warga yang keluar masuk Indonesia itu bisa komprehensif dan dapat digunakan untuk melindungi," katanya.
Willy berharap kasus Ira Sulastri ini menjadi pemicu agar kementerian terkait segera duduk bersama untuk mencari solusi terbaik sesuai kondisi yang ada.
"Kita berharap kasus Ira Sulastri ini segera dapat kejelasan. Pihak yang salah harus di beri hukuman. Namun kasus ini juga harus dapat menjadi trigger perbaikan yang lebih komprehensif," ucap Willy Aditya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Pengawasan terhadap WNI pekerja di luar negeri ini memang belum cukup kuat. Apalagi jika yang dihadapi adalah perekrutan gelap. Untuk itu perlu melakukan kerja komprehensif. Tidak boleh kedepankan ego sektoral. Kementerian luar negeri, kemnaker, kumham, dan lembaga pemerintah lainnya harus duduk bersama dan berbagi kerja. Kemenko Pembangunan Manusia dan kebudayaan bisa jadi leading aktornya" kata Willy dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Baca juga: TKI Kalsel 2.132 Orang
Menurut dia, persoalan dari hulu ke hilir bagi pekerja Indonesia di luar negeri ini memang perlu di perbaiki.
Kementerian Luar Negeri dengan kerja diplomatiknya harus terus mengupayakan kerja sama dengan negara-negara penerima TKI agar dapat memasukkan klausul perlindungan TKI di tempatnya bekerja.
"Kementerian luar negeri bisa mewakili pemerintah untuk menginisiasi perjanjian kerja sama dengan negara-negara yang terdapat TKI. Paling minimal untuk bisa menggunakan standar prilaku internasional tentang perlindungan Tenaga Kerja. Akan lebih baik lagi jika perjanjian ini sesuai kepentingan Indonesia untuk melindungi warganya. Seperti perjanjian kerjasama pertahanan atau militer, hal ini seharusnya bisa juga dilakukan,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan praktek ilegal perekrutan TKI yang telah merekrut Ira Sulastri harus menjadi perhatian pemerintah. Dia juga menilai moratorium pengiriman TKI ke Saudi terlihat tidak efektif mencegah berulangnya kasus yang sama.
"Soal perekrutan ini titik awal masalah, maka harus dibenahi. Warga harus diyakini bahwa apapun yang dilakukannya di dalam dan di luar negeri adalah tanggung jawab pemerintah melindunginya. Maka jangan sampai warga tidak melapor kepada perwakilan pemerintah. Aparat juga harus mempermudah hal ini. Bisa pakai teknologi." ujarnya.
Masih maraknya perekrutan gelap TKI yang dilakukan langsung di desa-desa, katanya, mengindikasikan adanya daya dorong kondisi desa dan daya tarik iming-iming dari perekrut.
"Hal ini harus diselesaikan bukan hanya oleh satu kementerian ketenagakerjaan semata," ujarnya.
Baca juga: Lebih Baik Negeri Sendiri
Omnibus Law Cipta Kerja itu, kata Willy, salah satunya adalah untuk membuat daya dorong dari dalam menjadi semakin terkendali karena adanya penciptaan lapangan kerja. UU Desa sudah memberi jaminan juga dengan adanya alokasi APBN untuk desa agar dapat mengembangkan potensinya.
"Tinggal kedepan kita perlu pikirkan bagaimana caranya agar data warga yang keluar masuk Indonesia itu bisa komprehensif dan dapat digunakan untuk melindungi," katanya.
Willy berharap kasus Ira Sulastri ini menjadi pemicu agar kementerian terkait segera duduk bersama untuk mencari solusi terbaik sesuai kondisi yang ada.
"Kita berharap kasus Ira Sulastri ini segera dapat kejelasan. Pihak yang salah harus di beri hukuman. Namun kasus ini juga harus dapat menjadi trigger perbaikan yang lebih komprehensif," ucap Willy Aditya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020