Oleh Syamsuddin Hasan
Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi IV DPR-RI Habib Nabiel Fuad Almusawa meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti permasalahan beras untuk rakyat miskin (raskin).
"KPK jangan cuma sekedar membuat dan melaporkan temuan kelemahan dalam program raskin," ujarnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Banjarmasin, Rabu.
Sebab menurut legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan (Kalsel) itu, kalau cuma sekedar membuat kajian dan melaporkan temuan, tidak akan berdampak pada perbaikan yang cepat dalam pengelolaan raskin.
Ia mengungkapkan, awal April 2014 KPK melaporkan hasil kajiannya berupa temuan dalam pengelolaan program raskin, antara lain penyusunan harga pembelian beras tidak transparan dan akuntabel.
Selain itu, ada kesalahan dalam pemberian insentif bagi pengusaha, fenomena raskin masuk lagi ke gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) karena para penerima menjual lagi raskinnya untuk membeli beras dengan kualitas lebih baik.
Kemudian data pemerintah soal penerima raskin tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sebagian besar Pemda tak menanggung biaya transportasi dan ongkos lainnya saat distribusi raskin sehingga harga yang diterima rumah tangga sasaran bervariasi.
Temuan lain dari KPK yaitu terlalu banyak pihak yang terlibat dalam Tim Koordinasi Raskin dari pusat sampai ke daerah yang tidak jelas peran dan tanggung jawabnya.
Pencairan anggaran subsidi tidak melalui mekanisme pemeriksaan dan sebagainya, ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar) tersebut.
"KPK melaporkan temuan-temuan itu, tetapi tidak menjadikan temuan tersebut sebagai bahan penyelidikan lembaganya untuk ditindaklanjuti sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," lanjutnya.
Padahal sebelum kajian oleh KPK, lanjut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu, kajian telah dilakukan dan dilaporkan juga oleh pihak-pihak lain sebelumnya sejak tahun 2003.
Sebagai contoh Bank Dunia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Pusat Statistik (BPS), perguruan tinggi, dan bahkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, juga melakukan kajian dan melaporkan masalah raskin.
"Kajian dan laporan itu tidak berdampak signifikan pada perbaikan pengelolaan program raskin," tandasnya kepada wartawan yang tergabung dalam Journalist Parliament Community (JPC) Kalsel.
"Jadi kalau sekarang KPK hanya sekedar membuat kajian dan laporan, maka nasibnya akan sama dengan kajian dan laporan sebelumnya, tidak akan memberikan perubahan yang signifikan," tambahnya.
Menurut dia, kajian dan laporan yang diserahkan kepada pengelola, sama artinya dengan meminta pengelola agar melakukan pembenahan dan perbaikan secara internal.
"Sementara kajian dan laporan sudah diberikan sejak tahun 2003. Ini artinya pengelola sudah diminta melakukan pembenahan internal sejak tahun 2003 tetapi nyatanya berbagai kelemahan itu tak kunjung selesai," ujarnya.
"Soal penyimpangan raskin ini sudah bertahun-tahun dan sudah kasat mata. DPR, LSM dan masyarakat sudah lama bersuara keras. Apalagi jika ditarik ke hulu, dari sejak impor berasnya saja sudah sangat bermasalah," tandasnya.
Habib Nabiel berpendapat, perbaikan yang signifikan tidak bisa diserahkan pada mekanisme internal semata, tapi perlu ada pihak luar yang mengintervensi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014
Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi IV DPR-RI Habib Nabiel Fuad Almusawa meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti permasalahan beras untuk rakyat miskin (raskin).
"KPK jangan cuma sekedar membuat dan melaporkan temuan kelemahan dalam program raskin," ujarnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Banjarmasin, Rabu.
Sebab menurut legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan (Kalsel) itu, kalau cuma sekedar membuat kajian dan melaporkan temuan, tidak akan berdampak pada perbaikan yang cepat dalam pengelolaan raskin.
Ia mengungkapkan, awal April 2014 KPK melaporkan hasil kajiannya berupa temuan dalam pengelolaan program raskin, antara lain penyusunan harga pembelian beras tidak transparan dan akuntabel.
Selain itu, ada kesalahan dalam pemberian insentif bagi pengusaha, fenomena raskin masuk lagi ke gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) karena para penerima menjual lagi raskinnya untuk membeli beras dengan kualitas lebih baik.
Kemudian data pemerintah soal penerima raskin tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sebagian besar Pemda tak menanggung biaya transportasi dan ongkos lainnya saat distribusi raskin sehingga harga yang diterima rumah tangga sasaran bervariasi.
Temuan lain dari KPK yaitu terlalu banyak pihak yang terlibat dalam Tim Koordinasi Raskin dari pusat sampai ke daerah yang tidak jelas peran dan tanggung jawabnya.
Pencairan anggaran subsidi tidak melalui mekanisme pemeriksaan dan sebagainya, ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar) tersebut.
"KPK melaporkan temuan-temuan itu, tetapi tidak menjadikan temuan tersebut sebagai bahan penyelidikan lembaganya untuk ditindaklanjuti sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," lanjutnya.
Padahal sebelum kajian oleh KPK, lanjut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu, kajian telah dilakukan dan dilaporkan juga oleh pihak-pihak lain sebelumnya sejak tahun 2003.
Sebagai contoh Bank Dunia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Pusat Statistik (BPS), perguruan tinggi, dan bahkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, juga melakukan kajian dan melaporkan masalah raskin.
"Kajian dan laporan itu tidak berdampak signifikan pada perbaikan pengelolaan program raskin," tandasnya kepada wartawan yang tergabung dalam Journalist Parliament Community (JPC) Kalsel.
"Jadi kalau sekarang KPK hanya sekedar membuat kajian dan laporan, maka nasibnya akan sama dengan kajian dan laporan sebelumnya, tidak akan memberikan perubahan yang signifikan," tambahnya.
Menurut dia, kajian dan laporan yang diserahkan kepada pengelola, sama artinya dengan meminta pengelola agar melakukan pembenahan dan perbaikan secara internal.
"Sementara kajian dan laporan sudah diberikan sejak tahun 2003. Ini artinya pengelola sudah diminta melakukan pembenahan internal sejak tahun 2003 tetapi nyatanya berbagai kelemahan itu tak kunjung selesai," ujarnya.
"Soal penyimpangan raskin ini sudah bertahun-tahun dan sudah kasat mata. DPR, LSM dan masyarakat sudah lama bersuara keras. Apalagi jika ditarik ke hulu, dari sejak impor berasnya saja sudah sangat bermasalah," tandasnya.
Habib Nabiel berpendapat, perbaikan yang signifikan tidak bisa diserahkan pada mekanisme internal semata, tapi perlu ada pihak luar yang mengintervensi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014