Oleh Syamsuddin Hasan

Banjarmasin, (Antaranews.Kalsel) - Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) Kalimantan Selatan H Aftahuddin meminta pemerintah agar terus berusaha mengendalikan harga gula pasir/gula putih yang menjadi konsumsi rakyatnya.

"Karena kalau kami sebagai pengusaha akan mengikuti perkembangan harga pasar. Tapi pemerintah yang mengendalikan agar harga gula konsumsi rakyat itu bisa terjangkau," ujarnya menjawab Antara Kalsel, di Banjarmasin, Senin.

Menurut dia, cara pengendalian harga gula tersebut bisa dengan mengimpor dan melalui peningkatan produksi dalam negeri.

"Kalau produksi gula dalam negeri dapat kita tingkat dan dengan harga yang murah atau terjangkau daya beli masyarakat banyak, maka kita bisa membatasi atau menolak impor," katanya.

Mengenai permintaan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dan Asosiasi Gula Indonesia (AGI) agar pemerintah tidak impor gula, dia menyatakan, kurang sependapat.

"Kita bisa tidak impor gula, kalau produksi dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang murah. Tapi sejauh produksi gula dalam negeri tak bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya, apalagi dengan harga mahal, maka impor menjadi sebuah pilihan," lanjutnya.

Menurut dia, Indonesia masih memungkinkan untuk meningkatkan produksi gula, dengan terus melakukan pembinaan dan pengembangan petani tebu, serta sistem penggilingan yang betul-betul terjaga dengan baik.

Selain itu, bagaimana cara agar harga hasil panen harus betul-betul untuk menyejahterakan petani tebu, bukan para tengkolak atau ijon.

"Apalagi kalau sampai ada permainan oknum yang terlibat dalam produsen gula dalam negeri, maka usaha petani tebu dan penggilingannya tak akan pernah maju dan berkembang," ujarnya.

"Sebagai contoh randemen yang sebenarnya tinggi, dengan permainan oknum tersebut dibilang rendah. Cara seperti itu tidak mendorong petani tebu untuk terus mengembangkan usahanya," demikian Aftahuddin.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014