Pengamat kebijakan publik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi mengatakan jika anggota Dewan harusnya berperan pada masa wabah COVID-19.

"Wakil rakyat di DPRD jangan berdiam saja pada masa pandemi. Dewan sebaiknya meambil peran dalam penanganan wabah di wilayahnya. Apalagi pada masa PSBB saat ini yang terkendala besar pada kebiasaan masyarakat dengan level kesulitan sangat tinggi dalam mengatur warga untuk patuh," kata Budi di Banjarmasin, Senin.

Menurut dia, anggota Dewan dapat berposisi memfasilitasi kebijakan yang diambil pemerintah daerah dengan cara mengatur dan memberikan pemahaman kepada konstituennya tentang pentingnya Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

"Ibaratnya Dewan sebagai perwakilan masyarakat setempat lebih tahu kebiasaan pemilihnya dan tentunya wajib memfasilitasi pemilihnya agar mau melaksanakan aturan PSBB," jelas Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu.

Ditegaskan Budi, saatnya Legislatif mesti ikut berjibaku dalam penanganan COVID-19, bukan sekadar diam atau sebatas memotong anggarannya sebesar 50% tetapi juga ikut menyadarkan konstituennya tentang pentingnya PSBB.

Untuk itulah, diharapkannya Dewan jangan justru berseberangan dengan pemerintah daerah dalam memutus rantai penyebaran wabah COVID-19. Apalagi sebagai mitra pemerintah daerah dan tanggung jawab memutus rantai wabah tidak hanya pihak Eksekutif namun juga Legislatif yang sama-sama digaji oleh uang rakyat.

Hal lain yang perlu dipahami Dewan pada masa pandemi sekarang, tambah Budi, jangan melakukan tindakan menyimpang dengan alasan membela konstituennya. Misalnya jika ada anggota Dewan pada masa pandemi melakukan tindakan memaksa tenaga medis melakukan tindakan medis pada warga berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP), sehingga menyebabkan tenaga medis itu terpapar. 

"Hal ini tentu merupakan kesalahan fatal seorang Dewan bukannya membantu dalam memutus rantai penyebaran COVID-19 tetapi malah menyuburkannya secara menyimpang," timpal dosen Program Studi Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM itu.
Penerapan PSBB di Kota Banjarmasin yang tak berjalan maksimal menegakkan aturan. (ANTARAKALSEL/Bayu)


Sebelumnya Budi mengkritik penerapan PSBB di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang berlangsung selama 14 hari pertama mulai 24 April hingga 7 Mei 2020 belum mampu meredam lonjakan kasus COVID-19.

Dia menilai masih banyak kelemahan pada praktik penegakan aturan di lapangan, sehingga PSBB belum bisa menekan laju penyebaran virus corona. Sehingga diharapkan Pemkot Banjarmasin bisa memperbaiki beberapa kekurangan dalam penerapan PSBB jilid 1, terutama kendala besar pada pasar dan perbatasan atau pintu masuk kota.

Pewarta: Firman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020