Legislator DPRD Kalimantan Selatan Zulfa Asma Vikra mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah menerbitkan kebijakan perlindungan satwa terutama bekantan dan kawasan hutan agar lebih maksimal.
Menurut Zulfa yang juga Ketua Kaukus Lingkungan Hidup dan Kehutanan DPRD Kalsel di Banjarmasin, Rabu, persoalan lingkungan dan pelestarian kawasan hutan serta satwa di dalamnya di antaranya adalah bekantan, harus menjadi salah satu fokus pemerintah daerah dalam pembangunan.
Apalagi, tambah dia, bekantan adalah maskot fauna identitas Provinsi Kalimantan Selatan yang pada tahun 1990 ditetapkan oleh DPRD Kalsel agar dilindungi dari kepunahan.
Sehingga, maskot tersebut, harus menjadi pengikat batin semua kalangan di banua, dari pemerintah hingga masyarakat untuk lebih mencintai bekantan agar tidak punah.
Zulfa mengungkapkan penyelamatan satwa liar seperti bekantan juga akan menguntungkan pada keselamatan hidup manusia, karena keseimbangan ekosistem hutan terjaga baik.
"Saya salut dengan teman teman SBI yang notabene terdiri dari anak muda memiliki kepekaan dan semangat juang yang tinggi untuk konservasi bekantan di Kalimantan," katanya.
Pelepasliaran bekantan ke alam tentu menyesuaikan dengan jenis habitatnya. Seperti kawasan konservasi Pulau Kaget, yang menjadi salah satu delta Sungai Barito yang memiliki luasan lebih dari 200 hektare.
Kawasan tersebut, memiliki vegetasi khas ekosistem lahan basah - mangrove riparian dengan jenis tumbuhan dominan mangrove rambai (Sonneratia caseolaris).
Pulau kaget, tambah dia, menjadi pilihan lokasi pelepasliaran karena daya dukung habitat dan pakannya masih cukup.
Sehingga masih memungkinkan bagi kelompok bekantan untuk berkembang populasinya, sesuai amanah Peraturan Menteri Kehutanan P.56/Menhut-II/2013, tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Bekantan 2013 - 2022.
Pada Permenhut itu disebutkan, bahwa bekantan yang termasuk dalam 25 spesies prioritas ini harus ditingkatkan populasinya minimal 10 persen selama 5 tahun.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan dan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) mempercepat pelepasliaran bekantan dan satwa dilindungi lain karena penerapan kebijakan untuk menanggulangi wabah COVID-19 menimbulkan beberapa kendala dalam perawatan bekantan di pusat rehabilitasi.
Empat bekantan yang menurut rencana semula dilepasliarkan bulan depan, pada Selasa (14/4) dilepaskan di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Pulau Kaget, Kabupaten Barito Kuala, bersama empat burung yang terdiri atas burung pecuk ular, bangau tong tong, dan elang.
Kepala BKSDA Kalimantan Selatan Mahrus Aryadi di Banjarmasin, Rabu, mengatakan pelepasliaran satwa-satwa liar yang sudah menjalani rehabilitasi tersebut dipercepat karena stok pakan dan alat pelindung diri untuk petugas pusat rehabilitasi menipis sementara penyedia jasa pakan banyak yang tidak beroperasi akibat wabah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Menurut Zulfa yang juga Ketua Kaukus Lingkungan Hidup dan Kehutanan DPRD Kalsel di Banjarmasin, Rabu, persoalan lingkungan dan pelestarian kawasan hutan serta satwa di dalamnya di antaranya adalah bekantan, harus menjadi salah satu fokus pemerintah daerah dalam pembangunan.
Apalagi, tambah dia, bekantan adalah maskot fauna identitas Provinsi Kalimantan Selatan yang pada tahun 1990 ditetapkan oleh DPRD Kalsel agar dilindungi dari kepunahan.
Sehingga, maskot tersebut, harus menjadi pengikat batin semua kalangan di banua, dari pemerintah hingga masyarakat untuk lebih mencintai bekantan agar tidak punah.
Zulfa mengungkapkan penyelamatan satwa liar seperti bekantan juga akan menguntungkan pada keselamatan hidup manusia, karena keseimbangan ekosistem hutan terjaga baik.
"Saya salut dengan teman teman SBI yang notabene terdiri dari anak muda memiliki kepekaan dan semangat juang yang tinggi untuk konservasi bekantan di Kalimantan," katanya.
Pelepasliaran bekantan ke alam tentu menyesuaikan dengan jenis habitatnya. Seperti kawasan konservasi Pulau Kaget, yang menjadi salah satu delta Sungai Barito yang memiliki luasan lebih dari 200 hektare.
Kawasan tersebut, memiliki vegetasi khas ekosistem lahan basah - mangrove riparian dengan jenis tumbuhan dominan mangrove rambai (Sonneratia caseolaris).
Pulau kaget, tambah dia, menjadi pilihan lokasi pelepasliaran karena daya dukung habitat dan pakannya masih cukup.
Sehingga masih memungkinkan bagi kelompok bekantan untuk berkembang populasinya, sesuai amanah Peraturan Menteri Kehutanan P.56/Menhut-II/2013, tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Bekantan 2013 - 2022.
Pada Permenhut itu disebutkan, bahwa bekantan yang termasuk dalam 25 spesies prioritas ini harus ditingkatkan populasinya minimal 10 persen selama 5 tahun.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan dan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) mempercepat pelepasliaran bekantan dan satwa dilindungi lain karena penerapan kebijakan untuk menanggulangi wabah COVID-19 menimbulkan beberapa kendala dalam perawatan bekantan di pusat rehabilitasi.
Empat bekantan yang menurut rencana semula dilepasliarkan bulan depan, pada Selasa (14/4) dilepaskan di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Pulau Kaget, Kabupaten Barito Kuala, bersama empat burung yang terdiri atas burung pecuk ular, bangau tong tong, dan elang.
Kepala BKSDA Kalimantan Selatan Mahrus Aryadi di Banjarmasin, Rabu, mengatakan pelepasliaran satwa-satwa liar yang sudah menjalani rehabilitasi tersebut dipercepat karena stok pakan dan alat pelindung diri untuk petugas pusat rehabilitasi menipis sementara penyedia jasa pakan banyak yang tidak beroperasi akibat wabah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020