Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) tengah mengalami permasalahan pengelolaan rescue center, beberapa satwa yang masih dirawat sebelum dilepasliarkan ke alam, khususnya dalam hal perawatan bekantan dan satwa liar lainnya yang dilindungi, sebagai akibat merebaknya wabah virus Corona.
"Sejak merebaknya pandemi COVID-19 dan kebijakan pemerintah terkait social distancing, membuat ruang gerak kita terbatas," kata Ketua Sahabat Bekantan Indonesia Amalia Rezeki, Jumat.
Suplai pakan bekantan di pasaran mulai berkurang dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi crew SBI yang merawat bekantan pun turut menghilang di pasaran akibat aksi borong yang berlebihan, sehingga terpaksa menggunakan APD seadanya.
"Kami juga sadar bahwa permasalahan ini hampir sama dirasakan oleh lembaga lain yang bergerak di bidang konservasi, tidak saja di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia," ucapnya.
Kondisi ini ditambah dengan menurunnya pemasukan untuk membiayai operasional kegiatan penyelamatan bekantan. Selama ini biaya operasional SBI didanai oleh kegiatan wisata minat khusus ke Stasiun Riset Bekantan di kawasan Pulau Curiak dan relawan berbayar, serta donasi tidak mengikat dari berbagai pihak.
Banyak agenda kegiatan yang sudah terjadwal setahun lalu untuk kegiatan tahun 2020 tertunda, bahkan dibatalkan akibat adanya pandemi ini, seperti Summer Course, Internship dan volunteer berbayar dari Australia, Finlandia, Singapura, dan negara Eropa lainnya terpaksa harus dijadwal ulang dan kemungkinan besar dibatalkan. Belum lagi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang akan mengikuti kegiatan yang sama.
"Kami berharap kondisi ini cepat berlalu dan kita semua terhindar dari mara bahaya pandemi. Langkah selanjutnya, kami akan koordinasikan dengan pihak terkait, khususnya BKSDA Kalsel dalam rangka mencari solusi terbaik bagi upaya penyelamatan bekantan yang saat ini berada di tempat rehabilitasi sementara," kata peraih penghargaan Internasional ASEAN Youth Eco Champion - 2019.
Ia berharap ditemukan solusi yang baik dan bijak agar upaya penyelamatan bekantan bisa berjalan terus, mengingat sudah banyak pencapaian yang luar biasa dan mendapat apresiasi secara internasional.
Lebih lanjut, Amel sebutan akrab dosen Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini mengatakan bahwa keberadaan Pusat Transit Penyelamatan Bekantan ini sudah cukup dikenal di kalangan dunia konservasi di mancanegara.
Tidak sedikit teman-teman dari lembaga pegiat konservasi di dunia yang telah berkunjung dan saling bertukar pengalaman, walaupun fasilitas yang ada di Tanah Air sangat terbatas, tapi di situlah mereka mengagumi dedikasi dan perjuangan dari SBI.
Menyikapi permasalahan tersebut, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel menggelar rapat bersama Sahabat SBI via aplikasi zoom terkait dampak wabah virus Corona terhadap kegiatan rehabilitasi bekantan di kandang rehabilitasi SBI.
Sementara itu, Zulfa Asma Vikra, Ketua Forum Konservasi Flora & Fauna Kalsel sependapat dengan arahan Kepala Balai KSDA, Mahrus Aryadi untuk segera melepasliarkan bekantan yang dinyatakan siap rilis.
"Saya sependapat dan mendukung kebijakan dari Kepala BKSDA Kalsel dan pengelola SBI, untuk segera melepasliarkan bekantan yang sudah siap untuk dikembalikan ke alam. Upaya ini penting untuk menyelamatkan satwa maskot kita sekaligus melindungi risiko keeper yang kekurangan APD akibat pandemi corona “, ujar Zulfa Asma Vikra yang juga anggota DPRD Provinsi Kalsel.
Sementara itu, Yayasan SBI yang berpusat di Banjarmasin, Kalsel merupakan mitra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA) di bidang pelestarian dan penyelamatan Bekantan (Nasalis larvatus) monyet besar berhidung mancung yang juga merupakan maskot Provinsi Kalimantan Selatan dan primata endemik Kalimantan.
SBI adalah satu-satunya lembaga non-profit yang bergerak di bidang pelestarian dan penyelamatan bekantan. Sejak 2015, sekitar 40 kali melakukan penyelamatan bekantan bersama BKSDA Kalsel dan sebagian besar sudah dilepasliarkan kembali ke alam, setelah melalui perawatan di pusat rehabilitasi sementara dan sisanya masih dalam perawatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Sejak merebaknya pandemi COVID-19 dan kebijakan pemerintah terkait social distancing, membuat ruang gerak kita terbatas," kata Ketua Sahabat Bekantan Indonesia Amalia Rezeki, Jumat.
Suplai pakan bekantan di pasaran mulai berkurang dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi crew SBI yang merawat bekantan pun turut menghilang di pasaran akibat aksi borong yang berlebihan, sehingga terpaksa menggunakan APD seadanya.
"Kami juga sadar bahwa permasalahan ini hampir sama dirasakan oleh lembaga lain yang bergerak di bidang konservasi, tidak saja di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia," ucapnya.
Kondisi ini ditambah dengan menurunnya pemasukan untuk membiayai operasional kegiatan penyelamatan bekantan. Selama ini biaya operasional SBI didanai oleh kegiatan wisata minat khusus ke Stasiun Riset Bekantan di kawasan Pulau Curiak dan relawan berbayar, serta donasi tidak mengikat dari berbagai pihak.
Banyak agenda kegiatan yang sudah terjadwal setahun lalu untuk kegiatan tahun 2020 tertunda, bahkan dibatalkan akibat adanya pandemi ini, seperti Summer Course, Internship dan volunteer berbayar dari Australia, Finlandia, Singapura, dan negara Eropa lainnya terpaksa harus dijadwal ulang dan kemungkinan besar dibatalkan. Belum lagi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang akan mengikuti kegiatan yang sama.
"Kami berharap kondisi ini cepat berlalu dan kita semua terhindar dari mara bahaya pandemi. Langkah selanjutnya, kami akan koordinasikan dengan pihak terkait, khususnya BKSDA Kalsel dalam rangka mencari solusi terbaik bagi upaya penyelamatan bekantan yang saat ini berada di tempat rehabilitasi sementara," kata peraih penghargaan Internasional ASEAN Youth Eco Champion - 2019.
Ia berharap ditemukan solusi yang baik dan bijak agar upaya penyelamatan bekantan bisa berjalan terus, mengingat sudah banyak pencapaian yang luar biasa dan mendapat apresiasi secara internasional.
Lebih lanjut, Amel sebutan akrab dosen Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini mengatakan bahwa keberadaan Pusat Transit Penyelamatan Bekantan ini sudah cukup dikenal di kalangan dunia konservasi di mancanegara.
Tidak sedikit teman-teman dari lembaga pegiat konservasi di dunia yang telah berkunjung dan saling bertukar pengalaman, walaupun fasilitas yang ada di Tanah Air sangat terbatas, tapi di situlah mereka mengagumi dedikasi dan perjuangan dari SBI.
Menyikapi permasalahan tersebut, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel menggelar rapat bersama Sahabat SBI via aplikasi zoom terkait dampak wabah virus Corona terhadap kegiatan rehabilitasi bekantan di kandang rehabilitasi SBI.
Sementara itu, Zulfa Asma Vikra, Ketua Forum Konservasi Flora & Fauna Kalsel sependapat dengan arahan Kepala Balai KSDA, Mahrus Aryadi untuk segera melepasliarkan bekantan yang dinyatakan siap rilis.
"Saya sependapat dan mendukung kebijakan dari Kepala BKSDA Kalsel dan pengelola SBI, untuk segera melepasliarkan bekantan yang sudah siap untuk dikembalikan ke alam. Upaya ini penting untuk menyelamatkan satwa maskot kita sekaligus melindungi risiko keeper yang kekurangan APD akibat pandemi corona “, ujar Zulfa Asma Vikra yang juga anggota DPRD Provinsi Kalsel.
Sementara itu, Yayasan SBI yang berpusat di Banjarmasin, Kalsel merupakan mitra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA) di bidang pelestarian dan penyelamatan Bekantan (Nasalis larvatus) monyet besar berhidung mancung yang juga merupakan maskot Provinsi Kalimantan Selatan dan primata endemik Kalimantan.
SBI adalah satu-satunya lembaga non-profit yang bergerak di bidang pelestarian dan penyelamatan bekantan. Sejak 2015, sekitar 40 kali melakukan penyelamatan bekantan bersama BKSDA Kalsel dan sebagian besar sudah dilepasliarkan kembali ke alam, setelah melalui perawatan di pusat rehabilitasi sementara dan sisanya masih dalam perawatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020