Oleh Imam Hanafi

Amuntai, (Antaranews.Kalsel) - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, melirik pengembangan Tekhnologi Tepat Guna (TTG) untuk pengolahan ikan, guna meningkatkan pendapatan petambak budidaya.

Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan HSU Suriani, melalui press rilisnya, Senin, mengatakan, kita sangat membutuhkan tekhnologi tepat guna untuk mengantisipasi melimpahnya produksi ikan segar, agar petani tidak merugi.

Dia menjelaskan, para petambak budidaya ikan di Hulu Sungai Utara masih belum memiliki pengetahuan tentang tekhnologi tepat guna, khususnya untuk pengolahan produksi ikan.

Seiring dengan menggeliatnya budidaya ikan Patin di Kecamatan Haur Gading, dan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai "kota ikan" (minapolitan), maka Dinas Perikanan dan Peternakan setempat mulai memikirkan mengaplikasi penerapan Teknologi Tepat Guna.

Teknologi yang dimaksud terkait teknik pengolahan ikan Patin sebagai upaya menciptakan nilai tambah saat produksi budidaya ikan melimpah.

Suriani mengaku tertarik dengan teknologi pembuatan kerupuk tanpa digoreng yang di demontrasikan penguasaha asal Jakarta dan tehnik pengasapan ikan Patin dari Propinsi Jambi.

Meski di Kabupaten Hulu Sungai Utara sudah banyak di jumpai produksi kerupuk berbahan ikan, seperti kerupuk Ikan Gabus dan ada juga berbahan campuran daging itik dan Burung Belibis, namun teknik pembuatannya masih dengan cara di goreng.

"Saat ini kecenderungan konsumen sudah semakin sadar bahwa aneka makanan atau cemilan yang dimasak dengan cara digoreng mengandung lemak dan kolesterol yang bisa merugikan kesehatan, sehingga banyak konsumen yang beralih pada produk yang hiegienis dan sehat," papar Suriani.

Jika TTG ini bisa diterapkan, kata Suriani, akan mendapat sambutan antusias dari konsumen lokal, luar daerah bahkan untuk ekspor karena konsumen luar negeri juga jeli dan teliti dalam mengkonsumsi makanan sehat.

Selain itu , sambung Suriani hingga kini belum begitu banyak di jumpai kerupuk ikan Patin sehingga produk TTG cukup prospek untuk diujicobakan apalagi bahan baku ikan Patin tengah melimpah.

Sedangkan teknologi pengasapan ikan Patin dari Jambi akan coba diterapkan sebagai upaya kearah pengawetan daging ikan Patin agar bisa dijadikan simpanan bahan makanan untuk jangka waktu yang lama.

Biasanya, terang Suriani restaurant, rumah-rumah makan, jasa kathering sangat membutuhkan persediaan bahan ikan yang diawetkan dan cepat disajikan jika ada permintaan konsumen, melalui teknik pengasapan ini petani ikan bisa mengawetkan produk Ikan Patin yang melimpah.

"Kita terapkan cara pengkutan menggunakan Sistem Rantai Dingin berupa box pendingin ikan, karena selama ini petani pembudidaya Patin masih banyak yang membawa produk ikan Patin yang masih hidup dalam kolam air yang saya kira kurang efesien," kata Suriani.

Kawasan budidaya Patin di Kolam Rawa di Desa Palimbang Sari Kabupaten HSU kini tengah dijadikan lokasi Minapolitan di mana setiap harinya satu petani pembudidaya bisa menghasilkan produk ikan Patin sebanyak enam ton perhari.

Bahkan, lanjt dia, ada petani pembudidaya di Desa Palimbang Sari yang bahkan menghasilkan Ikan Patin 22 ton per kolam dengan omset mencapai Rp95 juta.

Para petani melaksanakan panen ikan ini dalam jangka waktu berbeda-beda, yakni tujuh bulan hingga satu tahun, karena Ikan Patin bisa dipanen saat berbobot 7,5 ons hingga 1 kg.

Melimpahnya produksi Ikan Patin juga mendorong Diskannak HSU memikirkan berbagai kreasi mengolah makanan berbahan Patin, contohnya pentol yang selama ini berbahan daging sapi bisa dialihkan menggunakan daging ikan Patin.

"Selain harganya lebih murah dibanding daging, juga kandungan protein ikan cukup tinggi sangat baik bagai kesehatan" jelasnya.

Harga daging ikan Patin dengan daging sapi saat ini sangat jauh berbeda, dimana per kilogram daging sapi sudah mencapai Rp80 ribu, sedangkan harga ikan Patin hanya Rp12 ribu/kilogram.

Pewarta:

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013