Sejumlah siswa di SMAN 1 Tulungagung, Jawa Timur, Senin memanfaatkan momentum hari tanpa bayangan untuk mempelajari teori kulminasi matahari, yaitu suatu kondisi dimana posisi matahari berada di titik tertinggi dan tegak lurus di atas kepala sehingga seolah-olah bayangan benda di atas permukaan tanah menghilang.

Pelajaran yang dipandu guru fisika tersebut dilakukan di luar dan dalam kelas untuk melihat langsung fenomena hari tanpa bayangan yang terjadi tepat pukul 11.18:32 WIB.

"Ini kesempatan yang bagus untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa fenomena hari tanpa bayangan ini tidak ada unsur mistis ataupun supranaturalnya, seperti diyakini orang awam terdahulu. Fenomena ini bisa dijelaskan secara keilmuan," kata Guru Fisika SMA Negeri 1 Tulungagung Wahyu Dwi Handari.

Menurutnya, fenomena langka tersebut masuk bagian materi pembelajaran mata pelajaran Fisika, yang bisa dipraktikkan secara langsung.

Baca juga: Memanen cahaya matahari di bumi NTT

Ia menjelaskan bahwa tujuannya untuk memberi wawasan baru bagi para peserta didik, apalagi ternyata jika merupakan titik puncak matahari bisa dirasakan di Tulungagung pada pukul 11.18:32 WIB.

Praktik langsung dilakukan dengan mengajak siswa berdiri mengelilingi tiang bendera di tengah lapangan.

Sembari menaruh sebuah botol di atas lantai/tanah, siswa dan guru memerhatikan detik-detik bayangan benda, baik bayangan botol maupun tiang bendera, tidak lagi terlihat di atas permukaan tanah karena posisi matahari yang persis tegak lurus di atas kepala.
Guru mengajarkan teori kulminasi matahari di luar kelas saat mata pelajaran Fisika di SMAN 1 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (14/10/2019). Teori kulminasi matahari diberikan seiring terjadinya fenomena hari tanpa bayangan di wilayah tersebut pada siang itu tepat pukul 11:18:32 WIB dimana posisi matahari berada di posisi tertinggi tepat di atas kepala atau tegak lurus di atas bumi sehingga bayangan benda yang berdiri tegak di atas permukaan tanah seolah-olah menghilang. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)


"Nah praktik anak-anak di luar kelas tadi, anak-anak mengakui benar tidak menemukan bayangannya. Dan di situ saya menjelaskan jika bayangan tidak terlihat dari dirinya itu bisa dijelaskan secara ilmiah, bukan hal gaib," katanya.

Wahyu Dwi menjelaskan bahwasanya hari tanpa bayangan terjadi karena bidang ekliptika dan bidang ekuator tidak berhimpit.

Posisi Indonesia yang berada di sekitar ekuator menyebabkan hari tanpa bayangan akan terjadi dua kali dalam setahun.

"Tentunya dengan ini memanfaatkan fenomena ini, anak lebih mudah memahami materi yang saya sampaikan," katanya

Hal senada juga diungkapkan Kepala SMA Negeri 1 Tulungagung Agus Joko Santoso.

Baca juga: Siak luncurkan wisata gerhana matahari cincin

Dia mengatakan tujuan pembelajaran siswa yang dihubungkan dengan fenomena yang terjadi, seperti fenomena hari tanpa bayangan atau juga disebut kulminasi ini, mempermudah memahami materi yang disampaikan guru.

Para siswa, katanya, bisa secara langsung menghubungkan apa yang mereka pelajari secara teori di buku dengan kenyataan alam yang sedemikian itu.

Selain itu, kata Agus Joko, mereka punya pengalaman secara kognitif serta bisa merasakan pengalaman yang faktual, dimana mereka merasakan sendiri situasinya.

"Tentu harapannya peristiwa ini bisa jadi inspirasi secara ilmiah, yang mana juga kita dorong apa yang bisa anak temukan atau pikirkan di kemudian, misalnya menemukan suatu gagasan yang bisa memanfaatkan momen panas ini menjadi suatu yang bermanfaat," katanya. 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019