Sebaik-baik manusia adalah yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain.
Kutipan bijak itu menjadi pegangan bagi Ahmad Umar (54), Kepala Desa Sidomulyo, Kecamatan Wanaraya yang juga menjadi ketua kelompok ternak Sumber Mekar di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan, untuk selalu bekerja memberikan yang terbaik bagi masyarakat sekitar.
Umar sudah 18 tahun ini menjadi peternak sapi. Ia tergolong sukses menjalankan bisnis penggemukan dan pembibitan sapi, khususnya sapi Bali.
Dengan modal awal dua ekor sapi pada tahun 2001, Umar kemudian berhasil mengembangkan usahanya, bahkan membantu warga desa lain yang pada umumnya adalah petani peternak untuk memperoleh tambahan pemasukan dari beternak sapi.
Pria asal Lamongan, Jawa Timur, yang hijrah ke Kalimantan sejak tahun 1980 itu mengaku bersyukur, hanya "bermodal dengkul" ia sekarang bisa membantu orang lain.
Meski saat datang ke Tanah Banua ini ia baru berusia sekitar 18 tahun dan hanya sempat lulus SMP, namun dengan keinginan kuat untuk terus maju, akhirnya Umar diangkat menjadi PNS pada tahun 2007 setelah ia lulus paket C dan menjabat sebagai Sekretaris Desa.
"Saya berkeyakinan, kalau orang lain bisa saya juga pasti bisa," tegas dia.
Menurut Umar, sudah 15 tahun terakhir ini warga desa tidak lagi menanam padi karena tingkat keasaman tanah yang tinggi. Mayoritas warga, selain bekerja di kebun, kemudian juga menjadi peternak.
"Kami menggunakan sistem bagi hasil 60:40. Setelah modal awal pembelian bakalan sapi dikembalikan ke pemilik modal, hasil bersih penjualan dibagi dengan porsi 40 persen untuk pemilik modal, 10 persen buat kami sebagai ketua kelompok yang bertanggung jawab untuk obat dan lain-lain," kata Umar.
Ia meyakinkan bahwa investasi di bidang penggemukan sapi lebih menjanjikan dibandingkan hanya menyimpan uang di bank. "Pemilik modal, dalam waktu enam bulan bisa memperoleh pendapatan bersih rata-rata Rp2 juta per ekor.
Saat ini ada sekitar 50 peternak yang menjadi binaannya, dengan rata-rata peternak merawat lima ekor sapi. Di kandang Umar sendiri, ada 17 ekor sapi, tiga diantaranya betina yang tengah bunting.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan berupa rumput, ia mengupah tiga orang pekerja dengan bayaran bersih sekitar dua juta per bulan.
Kepala Desa Sidomulyo yang terpilih pada 2017 itu menjelaskan alasan pemilihan sapi Bali untuk dikembangkan di daerah itu.
"Di sini semua sapi Bali, karena ada program pemurnian sapi Bali," katanya.
Alasan lainnya, sapi Bali lebih mudah perawatannya, mudah berdapatasi dengan lingkungan, daging lebih banyak dan harga terjangkau.
"Sapi Bali rumput apa saja mau, yang agak keringpun mau. Dia tahan nyamuk, tidak rewel perawatannya, mudah beradaptasi dengan lingkungan, harga terjangkau, tulang kecil tapi daging banyak," katanya.
Ia juga mengaku tidak memberi ampas tahu ataupun limbah sawit untuk sapi-sapinya. "Sapinya lebih suka makan rumput." Begitu dia beralasan, meskipun ia mengakui bahwa limbah sawit bagus untuk penggemukan sapi.
Kelompok ternak binaan Umar pernah dinyatakan sebagai peternak berhasil dan mendapatkan bantuan alat angkut dari pemerintah. Ia juga mengaku, kehidupan petani peternak di desanya saat ini semakin membaik.
"Dulu kandang ini penuh," kata Umar.
Namun karena musim kering berkepanjangan, ia kewalahan untuk mendapatkan rumput segar sehingga kemudian membagi-bagikan sapi di kandangnya untuk dirawat peternak lain, agar pasok makanan bagi ternaknya lebih terjamin.
Umar mengaku terbuka menerima pihak manapun yang ingin berinvestasi dalam penggemukan sapi dengan skema bagi hasil 60:40 seperti yang sudah dijalankan saat ini. Ia menyarankan agar bakalan sapi dibeli sekitar bulan Rajab sehingga siap dipotong pada saat Hari Raya Idul Adha.
Ternak sapi dan kambing pada saat Hari Raya Idul Adha biasanya dijual dengan harga cukup tinggi karena tingginya permintaan.
"Bagi saya yang penting adalah kepercayaan, karena itu adalah modal paling mahal," kata Umar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Kutipan bijak itu menjadi pegangan bagi Ahmad Umar (54), Kepala Desa Sidomulyo, Kecamatan Wanaraya yang juga menjadi ketua kelompok ternak Sumber Mekar di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan, untuk selalu bekerja memberikan yang terbaik bagi masyarakat sekitar.
Umar sudah 18 tahun ini menjadi peternak sapi. Ia tergolong sukses menjalankan bisnis penggemukan dan pembibitan sapi, khususnya sapi Bali.
Dengan modal awal dua ekor sapi pada tahun 2001, Umar kemudian berhasil mengembangkan usahanya, bahkan membantu warga desa lain yang pada umumnya adalah petani peternak untuk memperoleh tambahan pemasukan dari beternak sapi.
Pria asal Lamongan, Jawa Timur, yang hijrah ke Kalimantan sejak tahun 1980 itu mengaku bersyukur, hanya "bermodal dengkul" ia sekarang bisa membantu orang lain.
Meski saat datang ke Tanah Banua ini ia baru berusia sekitar 18 tahun dan hanya sempat lulus SMP, namun dengan keinginan kuat untuk terus maju, akhirnya Umar diangkat menjadi PNS pada tahun 2007 setelah ia lulus paket C dan menjabat sebagai Sekretaris Desa.
"Saya berkeyakinan, kalau orang lain bisa saya juga pasti bisa," tegas dia.
Menurut Umar, sudah 15 tahun terakhir ini warga desa tidak lagi menanam padi karena tingkat keasaman tanah yang tinggi. Mayoritas warga, selain bekerja di kebun, kemudian juga menjadi peternak.
"Kami menggunakan sistem bagi hasil 60:40. Setelah modal awal pembelian bakalan sapi dikembalikan ke pemilik modal, hasil bersih penjualan dibagi dengan porsi 40 persen untuk pemilik modal, 10 persen buat kami sebagai ketua kelompok yang bertanggung jawab untuk obat dan lain-lain," kata Umar.
Ia meyakinkan bahwa investasi di bidang penggemukan sapi lebih menjanjikan dibandingkan hanya menyimpan uang di bank. "Pemilik modal, dalam waktu enam bulan bisa memperoleh pendapatan bersih rata-rata Rp2 juta per ekor.
Saat ini ada sekitar 50 peternak yang menjadi binaannya, dengan rata-rata peternak merawat lima ekor sapi. Di kandang Umar sendiri, ada 17 ekor sapi, tiga diantaranya betina yang tengah bunting.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan berupa rumput, ia mengupah tiga orang pekerja dengan bayaran bersih sekitar dua juta per bulan.
Kepala Desa Sidomulyo yang terpilih pada 2017 itu menjelaskan alasan pemilihan sapi Bali untuk dikembangkan di daerah itu.
"Di sini semua sapi Bali, karena ada program pemurnian sapi Bali," katanya.
Alasan lainnya, sapi Bali lebih mudah perawatannya, mudah berdapatasi dengan lingkungan, daging lebih banyak dan harga terjangkau.
"Sapi Bali rumput apa saja mau, yang agak keringpun mau. Dia tahan nyamuk, tidak rewel perawatannya, mudah beradaptasi dengan lingkungan, harga terjangkau, tulang kecil tapi daging banyak," katanya.
Ia juga mengaku tidak memberi ampas tahu ataupun limbah sawit untuk sapi-sapinya. "Sapinya lebih suka makan rumput." Begitu dia beralasan, meskipun ia mengakui bahwa limbah sawit bagus untuk penggemukan sapi.
Kelompok ternak binaan Umar pernah dinyatakan sebagai peternak berhasil dan mendapatkan bantuan alat angkut dari pemerintah. Ia juga mengaku, kehidupan petani peternak di desanya saat ini semakin membaik.
"Dulu kandang ini penuh," kata Umar.
Namun karena musim kering berkepanjangan, ia kewalahan untuk mendapatkan rumput segar sehingga kemudian membagi-bagikan sapi di kandangnya untuk dirawat peternak lain, agar pasok makanan bagi ternaknya lebih terjamin.
Umar mengaku terbuka menerima pihak manapun yang ingin berinvestasi dalam penggemukan sapi dengan skema bagi hasil 60:40 seperti yang sudah dijalankan saat ini. Ia menyarankan agar bakalan sapi dibeli sekitar bulan Rajab sehingga siap dipotong pada saat Hari Raya Idul Adha.
Ternak sapi dan kambing pada saat Hari Raya Idul Adha biasanya dijual dengan harga cukup tinggi karena tingginya permintaan.
"Bagi saya yang penting adalah kepercayaan, karena itu adalah modal paling mahal," kata Umar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019