Anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) yang juga membidangi pertanian secara umum, Danu Ismadi Saderi menyatakan, kekhasan cabai hiyung asal Kabupaten Tapin, provinsi setempat harus tetap terjaga.

Selain itu, perlu produk ikutan dari cabai hiyung yang merupakan khas Tapin  Kalsek tersebut agar lebih bernilai ekonomi serta mendatangkan nilai tambah, ujarnya di Banjarmasin, Kamis.

"Memang betul cabai hiyung sangat pedas. Mungkin dengan tiga buah cabai hiyung masih bisa mengalahkan kepedasan livel tujuh dengan menggunakan cabai Jawa," tutur menjawab Antara Kalsel.

"Tetapi cabai hiyung itu tidak akan banyak arti bagi kehidupan dan perekonomian  masyarakat setempat jika tanpa upaya pengawetan atau produk ikutannya," lanjut pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Baca juga: Harga Cabai Hiyung petani capai 70 ribu perkilogram

Sehubungan dengan produk ikutan cabai hiyung tersebut, mantan Kepala Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) Banjarbaru itu berharap atau menyarankan turun tangannya pemerintah daerah (Pemda) setempat, baik tingkat provinsi maupun kabupatennya.

"Bantuan atau turun tangan tersebut bisa juga dari pemerintah pusat melalui Kementerian/instansi terkait. Apalagi kalau cabai hiyung itu masuk isu nasional," sarannya.

Mengenai pengembangan cabai hiyung tersebut, menurut mantan penyuluh spesialis pertani bergelar insinyur dan magister bidang pertanian itu, tampaknya agak sulit.

"Karena tidak semua lahan cocok pengembangan sebuah tanaman komoditas, termasuk cabai hiyung," ujar anggota DPRD Kalsel pengganti antarwaktu yang terpilih kembali menjadi wakil rakyat tingkat provinsi tersebut.

Baca juga: Warga Simpang empat keluhkan mahalnya harga cabai

"Cabai hiyung tersebut mungkin dapat saja tumbuh dan berkembang di tempat lain. Tetapi kekhasan rasa bisa berubah karena pengaruh struktur tanah yang berbeda dengan tempat asal," lanjutnya.

Ia mencontohkan "gumbil nagara" (sejenis ubi jalar atau ketela rambat) hasil dari daerah lebak/rawa monoton Nagara (sekitar 157 utara Banjarmasin) Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalsel.

"Gumbili Nagara itu ke daerah lain, seperti Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) yang merupakan daerah tetangga dan sama-sama pada kawasan lebak/rawa monoton, rasanya tidak sama," ungkapnya.

"Masih banyak contoh tanaman yang  ketika kita pindahkan/taman ke tempat hasilnya seperti rasa akan berubah, misalnya Duku Palembang tidak persis sama rasanya dengan yang tumbuh di Kalsel," demikian Danu Ismadi Saderi.
Baca juga: Mentan minta Bulog menyerap cabai petani yang anjlok sampai Rp5.000/kg

Pewarta: Sukarli/Syamsuddin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019