Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, mengungkapkan kendala penerbitan Peraturan Presiden  (Perpres) terkait ekosistem industri mobil listrik di Indonesia.

"Peraturan Presiden ditunggu hampir 1,5 tahun, debat antar menteri enggak selesai-selesai. Ada yang pro mobil listrik, ada yang melawan," ungkap Ignasius Jonan dalam kampanye Gerakan Sejuta Surya Atap di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu.

"Ini semestinya harus selesai," ujarnya.

Proses perdebatan panjang antar menteri itu disinyalir terkait pembahasan komponen lokal yang kelak akan membantu produsen dalam memproduksi kendaraan listrik nasional.

Baca juga: China berminat relokasi dua pabrikan mobil listrik ke Indonesia

"Kalau menunggu komponen lokal dibangun 100 persen, saya kira (orang-orang) yang bikin peraturan sudah pensiun juga enggak jadi," kata Ignasius Jonan.

Lebih lanjut ia menjelaskan apabila Peraturan Presiden terkait mobil listrik itu terbit, maka perlu ada turunan Peraturan Menteri Keuangan untuk memberikan insetif kepada para produsen mobil listrik nasional.

"Nanti tanyakan ke Ibu Menteri Keuangan insentifnya apa," ucapnya.

Baca juga: Mobil listrik Geely berbaterai buatan LG

Di sisi lain, Ignasius Jonan juga menyampaikan bahwa kendaraan listrik dapat mengurangi kuota impor bahan bakar minyak (BBM) karena energi primer kendaraan listrik diproduksi di dalam negeri, seperti batu bara, gas, angin maupun matahari sehingga tidak perlu melakukan impor BBM.

"Orang tanya, bagaimana mengurangi impor BBM? Dalam jangka panjang mobil listriknya didorong, dikasih insentif dan sebagainya, PPnBM dan bea masuk," kata mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (persero) tersebut.
Baca juga: Taksi terbang Uber segera mengudara di Melbourne

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019