Seorang seniman pencipta lagu Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, Jemmy Huzain mengharapkan, adanya sebuah gerakan yang mencintai lagu-lagu daerah, khususnyalagu berbahasa Banjar atau lagu Banjar.

"Kalau tidak ada gerakan semacam itu dikhawatirkan lagu Banjar kian terpinggirkan oleh lagu-lagu daerah lain, lagu nasional bahkan oleh lagu-lagu dari negara barat," kata Jemmy Huzain kepada Antara di Banjarmasin, Selasa.

Gerakan tersebut seharusnya dimulai oleh kalangan pemerintah provinsi setempat yang diikuti oleh gerakan pemerintah kabupaten dan kota di wilayah Kalsel.

Gerakan tersebut dengan cara menggelorakan lagu-lagu Banjar di setiap kesempatan, baik di hotel, restauran, terminal pelabuhan, Bandara, atau tempat-tempat keramaian lainnya.

Selain itu selalu menyajikan lagu daerah Kalsel pada setiap kesempatan pertemuan, resepsi perkawinan, resepsi perpisahan, ulang tahun, ramah tamah dan kegiatan lainnya.

Melalui gerakan tersebut juga diharapkan sesering mungkin mengadakan lomba-lomba nyanyi berbahasa Banjar, baik di lingkungan sekolah, perguruan tinggi, perkumpulan, komunitas dan saat peringatan hari-hari besar nasional seperti acara peringatan kemerdekaan RI.

"Bahkan kalau perlu, ada semacam peraturan daerah (Perda) yang mengharuskan pada kegiatan semacam itu selalu menyajikan lagu Banjar itu," tutur Jemmy Huzain

Menurut pengamatannya, kesan selama ini terdapat kekurang pedulian berbagai pihak terhadap keberadaan lagu-lagu Banjar, sehingga jenis lagu tersebut tak bisa bersaing dengan lagu daerah lain di Indonesia.

Akibat ketidakpedulian khususnya dari pemerintah menyebabkan seniman pencipta lagu Banjar kurang bisa berkreasi, katanya.

Menurutnya, jika pemerintah bersedia membantu pencipta lagu untuk berkreasi, maka keberadaan lagu lokal Kalsel itu bisa lebih berkembang.

Persoalan yang sering dihadapi pencipta lagu Banjar saat lagu-lagu tersebut diproduksi untuk dikomersialkan, harus membayar pajak cukup besar, setiap lagu dikenakan Rp1.250 bila satu kaset terdapat sepuluh lagu maka yang harus dibayar pajaknya Rp12.500.

Jika kaset yang diproduksi seribu buah saja berarti pajak yang harus dibayar produsen lagu tersebut Rp12.500.000, berarti cukup besar, itu hanya untuk bayar pajak, belum lagi biaya yang lain relatif besar pula.

"Kalau melihat biaya sebesar itu, siapa pun pencipta lagu dengan modal kecil seperti saya ini sulit untuk berkarya," kata pencipta lagu Banjar "Aku Kada Baung," tersebut.

Akibat itu pula, maka hampir dipastikan kaset-kaset lagu Banjar tidak ada dijualbelikan di toko-toko kaset berlabel pajak, kecuali ada di kaki lima.

Padahal untuk meningkatkan nilai lagu-lagu Banjar tersebut, seharusnya di setiap toko kaset mudah diperoleh oleh peminatnya, jangan seperti sekarang untuk mencari kaset di toko kaset dipastikan lagu Banjar hampir tak ditemui, katanya.

Oleh karena itu, kata Jemmy , kalau pemerintah daerah peduli sebaiknya pemerintah setempat harus menganggarkan dana untuk membantu penciptaan lagu Banjar itu, umpamanya membantu soal pajak sajalah tak usah soal yang lain, itu sudah meringankan para seniman mengembangkan lagu daerah tersebut.

Kepada seniman juga seharusnya diberikan penghargaan yang memadai agar merangsang seniman lain untuk berkreasi seperti yang terjadi pada seniman-seniman di daerah lain seperti di Pulau Jawa.

Pewarta:

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013