Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Sutarto Hadi mengatakan jika ada 8 area perubahan reformasi birokrasi yang pihaknya gaungkan untuk dilaksanakan seluruh staf jajaran.

Adapun kedelapan area yang menjadi fokus penekanannya untuk berubah menjadi lebih baik, yakni pertama mental aparatur. Dia mengharapkan terciptanya budaya kerja yang positif bagi birokrasi yang melayani, bersih, dan akuntabel.

Kemudian kedua organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran. Ketiga tata laksana melalui sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip "good governance".

Keempat peraturan perundang-undangan, yakni regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih, dan kondusif.

Kelima sumber daya manusia aparatur, dimana SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi, dan sejahtera.

Keenam pengawasan untuk meningkatnya penyelenggaraan pemerintah yang bebas KKN. Ketujuh akuntabilitas demi meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Terakhir kedelapan pelayanan publik dengan mewujudkan pelayanan yang prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat dalam hal ini civitas akademika.

Dalam beberapa kesempatan, Sutarto pun sering menyebut istilah reformasi birokrasi. Dia menekankan pentingnya reformasi birokrasi yang wajib untuk melaksanakan.

"Reformasi birokrasi secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai upaya kita semua (khususnya badan publik) untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat melalui peningkatan profesionalisme pegawai dan komitmen untuk mewujudkan tata kelola yang baik (good governance)," kata Sutarto.

Dalam kaitan dengan ULM sebagai sebuah lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan tinggi, kata Sutarto, maka dosen dan pegawai harus menjadi pelayan yang memiliki kepedulian terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini termasuk juga unsur pimpinan baik di rektorat maupun di fakultas dan lembaga.

Mengapa reformasi birokrasi ini menjadi penting? Menurut Sutarto beberapa permasalahan masih ditemukan dan dirasakan oleh masyarakat ketika berurusan dengan aparatur negara.

"Mungkin orang sering mengalami bagaimana kecewanya ketika tidak dilayani dengan baik, lambat, dilayani dengan wajah cemberut, di ping pong dari satu meja ke meja yang lain. Ini hanya salah satu contoh dari pola pikir dan budaya kerja birokrasi yang belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional," paparnya.

Beberapa permasalahan lain yang juga sering ditemui seperti pelaksanaan program dan kegiatan belum sepenuhnya didasarkan atas prosedur yang baku dan terstandarisasi. Kualitas pelayanan publik masih belum memenuhi harapan masyarakat. 

Sistem pengawasan internal belum mampu berperan sebagai quality assurance. Sistem monitoring, evaluasi, dan penilaian belum dibangun dengan baik. 

Praktik manajemen SDM belum optimal meningkatkan profesionalisme. Selain itu, terdapat permasalahan berupa tumpang tindih peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara, tidak sesuai dengan kondisi saat ini, serta fungsi dan kewenangan antar instansi pemerintah tumpah tindih, berbenturan, terlalu besar.

"Tujuan reformasi birokrasi adalah perubahan pola pikir dan budaya kerja. Birokasi yang baik harus didukung oleh profil dan perilaku apparatur negara yang memiliki integritas, produktivitas, tanggung jawab, dan kesanggupan memberikan pelayanan prima. Jika saat ini pelayanan publik masih buruk, maka setelah reformasi birokrasi diharapkan pelayanan publik semakin baik dan berkualitas," pungkasnya.

Pewarta: Firman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019