Banjarmasin (ANTARA) - Jaringan Demokrasi Indonesia Kalimantan Selatan menghimbau media massa dapat mengambil peran lebih untuk menangkal berita hoax menjelang Pemilu 2019, yang kini makin gencar di media sosial ataupun di dunia nyata.
Menurut Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kalsel Samahuddin Muharram dalam acara dialog media untuk menangkal berita hoax menjelang Pemilu 2019 di Rumah Anno 1925 Banjarmasin, Senin, banyak serangan berita hoax khususnya untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Kadang berita yang beredar mengenai kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden ini tidak sesuai data dan fakta, hendaknya media mengambil peran untuk meluruskannya," kata dia.
Karena menurut Samahuddin, masih sekitar 10 persen dari jumlah pemilih di negeri ini masih belum menentukan pilihannya, salah satu sebabnya akibat banyaknya berita hoax ini.
"Jadi mereka masih bimbang menentukan pilihan, akibat perang berita hoax ini," tutur mantan ketua KPU Kalsel tersebut.
Dari itulah, ucap Samahuddin, pihaknya menggelar acara dialog media ini dengan harapan pesan-pesan moral dapat tersebar kemasyarakatan melalui media massa yang betul-betul terpercaya.
"Jangan sampai mereka sampai menelan bulat-bulat berita yang beredar di media sosial atau cerita nyata yang tanpa ada data dan informasi yang valid dari narasumber yang berkompeten," terangnya.
Karenanya, pihaknya mengundang secara langsung para narasumber berkompeten dalam acara dialog ini, yakni, Anggota JaDI Kalsel sekalian peneliti media sosial Banjarmasin Khairiadi Asa.
Kemudian, Kepala Kesbangpol Kalsel Adi Santoso, Cybercrime Diskrimsus Polda Kalsel yang diwakili Ipda Abdul Somad, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel Zainal Hilmi dan aktivis HMI Kalsel Aji Setiono.
Dalam kegiatan ini dibahas pula oleh narasumber antara bullying dan berita hoax, bagi penyebarnya di media sosial.
Menurut Cybercrime Diskrimsus Polda Kalsel yang diwakili Ipda Abdul Somad, penyebaran bullying di media sosial untuk seseorang termasuk hoax yang bisa diproses hukum.
"Sama saja itu menyebarkan berita hoax, bisa dikenakan undang-undang ITE dengan ancaman hukumannya 6 tahun penjara," tuturnya.
Sementara itu, Ketua PWI Kalsel Zainal Hilmi menyatakan, media yang sudah berbadan terperifikasi dan berbadan hukum diyakini kecil kemungkinannya menyebarkan berita hoax.
"Terkecuali media mainstream, seperti di medsos, itu bukan bagian dari media massa yang resmi, karena tidak valid memberikan pencerahan dan pengetahuan dengan data dan fakta," tuturnya.
Dari itu, dia meminta semua media massa yang resmi untuk ikut berperan aktif dalam menangkal berita hoax ini, sehingga Pemilu 2019 ini berjalan lancar dan damai.