Marabahan, Kalsel (ANTARA) - Eksponen Angkatan 66 berpendapat, "Tri Tura" atau tiga tuntutan rakyat pada 56 tahun lalu masih aktual dalam perjuangan mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Seorang eksponen 66, mantan Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) Konsolat Kalimantan Selatan (Kalsel) HM Hatta Mazanie SH mengemukakan itu melalui WA-nya, Jumat (11/2/22) dalam rangka mengenang gugurnya Pahlawan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) Hasanuddin Hadji Madjedi, 10 Februari 2022.
Pahlawan Ampera Hasanuddin HM gugur dalam konteks Angkatan 66 memperjuangkan Tri Tura yaitu "bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta antek-anteknya, bubarkan Kabinet 100 Menteri dan Turunkan harga sandang pangan".
Pada masa kepemimpinan nasional Presiden Soeharto secara formal PKI beserta antek-anteknya sudah bubar, dan paham komunis (Komunisme) terlarang di Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Namun yang harus kita waspadai bahaya laten Komunis atau dengan gaya barunya PKI, walaupun partai politik yang pernah mengkhianati Pancasila sebagai dasar negara kita itu sudah tiada," ujar mantan Wakil Bupati Barito Kuala (Batola), Kalsel yang kini aktif sebagai penasihat hukum tersebut.
Tura kedua yang menuntut bubarkan Kabinet 100 Menteri pada hakekatnya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas dari berbagai bentuk korupsi atau manipulasi, lanjut alumnus Fakultas Hukum Unlam itu.
Kemudian Tura ketiga turunkan harga sandang dan pangan. Karena pada waktu menjelang Gerakan 30 September oleh PKI (G.30S/PKI) harga pangan atau sembilan bahan pokok (sembako) tak terjangkau daya beli masyarakat.
Guna memperjuangkan Tri Tura itulah lahir Angkutan 66, sebuah kolaborasi perjuangan pemuda, pelajar dan mahasiswa melakukan Apel pada 9 Februari 1966 di Jakarta dengan back up dari TNI-AD khususnya.
Sementara almarhum Hasanuddin HM yang merupakan Pahlawan Ampera pertama di Indonesia, gugur kena tembakan anggota Batalion K Kodam Diponegoro yang diperbantukan (BKO) di Banjarmasin untuk meredam aksi-aksi demonstrasi yang menurunkan rezim pemerintahan Orde Lama (Orla).
Hasanuddin HM mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (ULM d/h Unlam) Banjarmasin, gugur 10 Februari 1966 sepulang mengikuti aksi demonstrasi dari Konsolat Republik Rakjat Tjina (RRT) di Pacinan Laut/kini Jalan Pere Tendean.
Pahlawan Ampera kedua, Arif Rahman Hakim, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Jakarta yang gugur saat demonstrasi beberapa hari kemudian sesudah gugurnya Hasanuddin HM.