Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyesalkan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 sehingga berdampak pada tertundanya pengesahan RUU tersebut menjadi UU.
Dia mengatakan, dirinya sebagai pimpinan Komisi III DPR yang mengurusi soal hukum dan HAM, sering mendapat pengaduan hukum dari korban kekerasan seksual.
"Sebagai anggota Komisi III DPR RI, saya sungguh menyayangkan hal ini (penundaan pengesahan RUU P-KS). Karena saya juga sering mendapat laporan hukum yang banyak terkait kasus kekerasan seksual," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Sahroni menjelaskan berbagai pengaduan itu yang disampaikan masyarakat kepada Komisi III DPR seperti mulai penanganan hukum yang bertele-tele, tidak berpihak pada korban, sampai prosesnya yang membuat korban kekerasan seksual mengalami trauma.
Menurut politisi Partai NasDem itu, berbagai aduan masyarakat tersebut kemungkinan disebabkan karena aturan hukumnya yang ada saat ini belum cukup.
Sahroni mengatakan, secara pribadi dirinya sendiri tengah melakukan pendampingan hukum atas kasus pencabulan yang terjadi pada anak gadis oleh orang tuanya sendiri sehingga hal itu menunjukkan pentingnya pengesahan RUU PKS.
"Karena proses hukumnya yang berat ini, saya pribadi juga saat ini tengah melakukan pendampingan hukum atas anak cewek yang dicabuli sama ayah kandungnya sendiri. Saya melihat kasus seperti ini banyak sekali, makanya kita membutuhkan RUU P-KS," ujarnya.
Menurut dia sikap dari partainya jelas yaitu mendesak RUU P-KS tetap disahkan pada tahun ini.
"Sikap kami di fraksi juga jelas ya, sahkan RUU P-KS tahun ini, jangan ditunda-tunda lagi. RUU ini sudah ditunggu para korban kejahatan seksual yang selama ini masih harus bersembunyi karena takut, malu, khawatir kena stigma," tuturnya.