Barabai (ANTARA) - Ternyata korban tindak asusila pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum pengasuh salah satu pondok pesantren di Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) berinisial AJM (61) tidak hanya empat orang.
Pada hari Kamis (13/6), kembali seorang wanita berinisial LS (14) warga Kapuas, Kalteng didampingi oleh keluarganya mendatangi Polres HST untuk melaporkan kebiadaban oknum itu yang pernah menggaulinya sebanyak enam kali.
Saat disetubuhi, LS mengaku tidak bisa berkata-kata dan hanya diam seperti dihipnotis.
Saat ditemui di salah satu warung di Kota Barabai, keluarga LS yang berinisial MW (42) mengatakan, pada Tahun 2014 yang lalu LS masih berumur 10 Tahun diajak oleh tersangka AJM untuk ikut ke Ponpes yang dipimpinnya di Kecamatan Limpasu.
Karena, AJM saat itu sering mampir ke rumahnya guna makan siang usai mengisi pengajian di salah satu mushala dekat rumahnya di Kapuas. AJM juga mengetahui bahwa korban LS di rumah hanya tinggal sendiri dan ikut MW.
Ayahnya LS telah lama meninggal dunia dan ibunya sudah menikah dan ikut suami. Mengetahui kondisi itulah AJM membujuk LS untuk ikut belajar di Ponpes yang dia dikelola.
"Dulu kami memang merasa senang karena ada yang perhatian kepada LS dan tidak curiga dengan kebaikan AJM yang mengajaknya mondok, namun setelah Enam bulan berlalu. LS tiba-tiba diantar pulang ke Kapuas oleh AJM. Alasannya tidak kuat lagi di pondok," kata MW.
Pihaknya pun menganggap itu hal biasa, namun setelah beberapa bulan berlalu, tingkah laku LS berubah. Lebih banyak diam dan murung. Hingga pernah ada yang ingin melamarnya namun ditolak LS dan itu terjadi tidak hanya sekali, namun berkali-kali.
Melihat kejanggalan itulah membuat MW curiga dan meminta LS untuk bicara jujur kepadanya. LS mengaku khawatir kalau pasangannya yang melamar itu mengetahui dia sudah tidak perawan lagi.
Dari awal LS mengaku tidak memiliki keberanian, walau pun hanya sekadar bercerita kepada keluarganya dan tidak ada yang bakal percaya dengan ceritanya. Namun setelah kasus itu terungkap, Dia didampingi H Uwah (pelapor) mulai berani angkat bicara.
LS menceritakan, selama enam bulan dirinya tidak betah berada di Pondok. Pasalnya, selama itu pula, hal yang tidak senonoh kerap dirasakan LS. Dia juga lebih banyak disuruh tinggal di kediaman AJM daripada belajar di pondok.
Seingatnya, AJM pernah menyetubuhinya sebanyak enam kali di tempat yang berbeda-beda, seperti di pondok yang berada tepat di belakang rumah AJM, di rumah AJM sendiri, hingga di sebuah penginapan di Marabahan Kabupaten Barito Kuala saat mengantarnya pulang.
LS mengaku tidak bisa melakukan apa-apa ketika AJM menggaulinya. Seperti berteriak atau memberontak dan seakan-akan seperti dihipnotis. Jadi, saat AJM hendak menyetubuhinya, LS tidak diiming-imingi apa-apa seperti korban-korban lainnya.
"Sempat dulu istri AJM juga pernah bilang, kalau saya rajin bantu-bantu di rumah, nantinya akan diambil istri oleh ustadz, namun saya hanya diam dan tidak berani bilang apa-apa," katanya.
Dia mengaku sempat dua kali mencoba kabur dari pondok, bahkan sembunyi di atas plafon namun selalu ketahuan tersangka AJM hingga akhirnya diantar kembali ke Kapuas.
Terkait kasus tindak asusila ini, Polres HST, telah melakukan penahanan terhadap AJM pada 23 Mei lalu. Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo, melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal, Iptu Sandi saat dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya kembali menerima laporan dan telah memeriksa salah satu warga Kapuas yang mengaku juga menjadi korban AJM.
AJM dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35, Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan hukuman penjara diatas Lima tahun.
Diberitakan sebelumnya, AJM merupakan seorang pengasuh salah satu pondok pesantren di Kecamatan Limpasu. AJM ditahan oleh pihak Polres HST dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur.
Hingga saat ini, ada lima korban yang melakukan pelaporan. Yakni TA (8) warga asal Kaltim, KA (12) warga asal Barabai, SL (16) warga asal Kabupaten Balangan dan SR (19) warga asal Barito Kuala, dan LS (14) warga asal Kapuas Provinsi Kalteng.