Beberapa kritikan tersampaikan pada dialog publik bertema 'Nasib Meratus Di Tahun Politik' yang digelar WALHI Kalsel di Pendopo Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Senin (15/4).
Diantaranya adalah yang disampaikan oleh seorang aktivis perempuan Mahardika bernama Dhede. Dengan lantang menyampaikan unek-unek terkait ancaman perusakan lingkungan yang justru sangat minim disuarakan oleh kaum hawa khususnya di Kabupaten HST.
Dia menyatakan kekesalannya melihat kerusakan di berbagai daerah yang didominasi oleh sektor pertambangan.
"Kita lihat contoh di Maluku Utara, akibat air sungai terpapar limbah pencemaran lingkungan, seorang ibu melahirkan anak dalam kondisi cacat. Apakah kita harus menunggu hal itu terjadi baru kemudian sadar," tegasnya.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh rusaknya alam juga merupakan ancaman serius terhadap kaum perempuan.
Oleh karena itu, Dhede mengimbau, agar para perempuan tidak takut untuk menyuarakan kebenaran.
Karena perjuangan perempuan juga berada di garda terdepan. Mengingat kegiatan perempuan lebih banyak bersentuhan langsung dengan lingkungan.
"Di Kabupaten HST, saya masih belum terlalu nampak melihat kiprah perempuan dalam menolak perusakan lingkungan," ucap Dhede.
Seperti diketahui sebelumnya, alam di Kabupaten HST satu-satunya yang masih perawan tanpa tersentuh pertambangan dan masih sangat asri. Sementara di kabupaten yang lain, alamnya sudah berlobang-lobang. Perut buminya dikeruk, hutan-hutan dibabat dan diganti dengan perkebunan kelapa sawit.
Tokoh Babalian Desa Kiyu, Maribut mengatakan, masyarakat di Pegunungan Meratus tidak akan tinggal diam ketika kawasan Meratus khususnya di HST menjadi bulan-bulanan mereka yang memiliki kepentingan.
"Imbas buruknya terlalu banyak, sebagai contoh adalah banjir. Di tempat kami mungkin masih aman, tapi bagaimana dengan Barabai," jelasnya.
Mendukung penyelamatan lingkungan, tentu tidak bisa dilakukan sendirian. Berbagai elemen termasuk pemerintah setempat yakni Kabupaten HST, juga turut serta melakukan dukungan melalui komitmennya yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) hingga 2025.
"Di sana, isinya juga melarang adanya pertambangan dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten HST," ucap Kepala Dinas LH dan Perhubungan HST Muhammad Yani.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Diantaranya adalah yang disampaikan oleh seorang aktivis perempuan Mahardika bernama Dhede. Dengan lantang menyampaikan unek-unek terkait ancaman perusakan lingkungan yang justru sangat minim disuarakan oleh kaum hawa khususnya di Kabupaten HST.
Dia menyatakan kekesalannya melihat kerusakan di berbagai daerah yang didominasi oleh sektor pertambangan.
"Kita lihat contoh di Maluku Utara, akibat air sungai terpapar limbah pencemaran lingkungan, seorang ibu melahirkan anak dalam kondisi cacat. Apakah kita harus menunggu hal itu terjadi baru kemudian sadar," tegasnya.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh rusaknya alam juga merupakan ancaman serius terhadap kaum perempuan.
Oleh karena itu, Dhede mengimbau, agar para perempuan tidak takut untuk menyuarakan kebenaran.
Karena perjuangan perempuan juga berada di garda terdepan. Mengingat kegiatan perempuan lebih banyak bersentuhan langsung dengan lingkungan.
"Di Kabupaten HST, saya masih belum terlalu nampak melihat kiprah perempuan dalam menolak perusakan lingkungan," ucap Dhede.
Seperti diketahui sebelumnya, alam di Kabupaten HST satu-satunya yang masih perawan tanpa tersentuh pertambangan dan masih sangat asri. Sementara di kabupaten yang lain, alamnya sudah berlobang-lobang. Perut buminya dikeruk, hutan-hutan dibabat dan diganti dengan perkebunan kelapa sawit.
Tokoh Babalian Desa Kiyu, Maribut mengatakan, masyarakat di Pegunungan Meratus tidak akan tinggal diam ketika kawasan Meratus khususnya di HST menjadi bulan-bulanan mereka yang memiliki kepentingan.
"Imbas buruknya terlalu banyak, sebagai contoh adalah banjir. Di tempat kami mungkin masih aman, tapi bagaimana dengan Barabai," jelasnya.
Mendukung penyelamatan lingkungan, tentu tidak bisa dilakukan sendirian. Berbagai elemen termasuk pemerintah setempat yakni Kabupaten HST, juga turut serta melakukan dukungan melalui komitmennya yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) hingga 2025.
"Di sana, isinya juga melarang adanya pertambangan dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten HST," ucap Kepala Dinas LH dan Perhubungan HST Muhammad Yani.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019