Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Walhi menerima pemberitahuan penolakan banding itu pada Rabu (20/3). Penolakan banding diputuskan PTTUN pada Kamis (14/3).

Banding diajukan setelah pengadilan tingkat pertama PTUN memutuskan NO atau Niet Ontvankelijke Verklaard (tidak bisa diterima) terhadap gugatan Walhi. 

Walhi mengajukan gugatan dan banding terhadap keputusan yang dikeluarkan Kementerian ESDM di Jakarta yang pada tanggal 4 Desember 2017 mengeluarkan SK bernomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan PKP2B menjadi tahap operasi produksi kepada PT Mantimin Coal Mining (MCM). Izin itu meliputi 3 wilayah (Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah). 

Luasan izin tambang batubara ini 1.398,78 hektare dan berada di hutan sekunder, pemukiman 51,60 hektare, sawah 147,40 hektare, dan sungai 63,12 hektare. Ia berada di hamparan Pegunungan Meratus. Di Kalsel sendiri, MCM menguasai lahan seluas 5.900 hektare.

Khusus di HST, izin berada tak jauh dari Bendung Batang Alai dan akan melenyapkan hutan dan gunung kapur di Nateh, menghilangkan Desa Batu Tangga dan desa lainnya.

Proses gugatan Walhi di pengadilan berlangsung sejak  28 Februari 2018. Walhi Kalsel dan Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) beserta Pemkab HST mengajukan gugatan terhadap izin itu di Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta. Lalu pada 4 April 2018  hingga 22 Oktober 2018, sidang digelar.

Termasuk sidang di tempat (di Desa Nateh di Kabupaten HST) pada pada Juli 2018. Anehnya, pada 22 Oktober 2018, PTUN mengeluarkan keputusan yang menyatakan gugatan terhadap izin pertambangan batubara itu tak bisa diterima karena salah alamat.

Lalu pada 2 November 2018 Walhi mengajukan banding. Selama empat bulan proses banding berlangsung. Pada 14 Maret 2019 PTTUN Jakarta menguatkan putusan PTUN dengan menolak banding yang Walhi ajukan.

Menanggapi ditolaknya permohonan banding itu, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyatakan, pada Selasa (2/4) pihaknya mengajukan kasasi.

"Dua keputusan itu sangat mengecewakan. Walhi mengajukan kasasi pada hari ini. Walhi meminta masyarakat Kalsel terus merapatkan barisan dengan mendukung gerakan #SaveMeratus. Penolakan banding itu kian membuat Meratus dalam kondisi berbahaya," katanya.

Sebelum keputusan yang menolak permohonan banding Walhi terjadi, berbagai upaya sudah dilakukan elemen masyarakat Kalsel untuk menyelamatkan Meratus.

Gerakan #SaveMeratus pada Minggu, 17 Maret 2019 misalnya menggelar acara menulis surat secara serentak kepada Presiden untuk ikut bersikap tegas dan terlibat dalam penyelematan Pegunungan Meratus.

Lebih dari 1000 surat yang isinya meminta Presiden turun tangan dan ikut menyelamatkan Pegunungan Meratus. Pada Jumat (21/3) dibawa ke Jakarta dan langsung diserahkan Direktur Eksekutif Walhi Kalsel kepada Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati.

Turut mendampingi Kisworo, Rumli dari Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (Gembuk) dan Direktur Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3), Rafiqah. Selanjutnya surat-surat itu akan diserahkan ke Kantor Staf Presiden (KSP) yang selanjutnya akan menyampaikannya kepada Presiden.

Menurutnya, Yaya akan menyerahkan surat-surat itu usai Konsolidasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) Walhi yang berakhir pada 27 Maret 2019.

Penyerahan surat-surat yang ditulis masyarakat dari berbagai daerah ke KSP rencananya akan dilakukan bersamaan dengan penyampaian kasasi di Mahkamah Agung di Jakarta.

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019