Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) juga menyimpan objek wisata religi atau rohani yang cukup potensial, ujar anggota DPRD provinsi tersebut, Surinto.

"Namun objek wisata religi/rohani itu terkesan masih kurang promosi dan perhatian pemerintah daerah," tutur wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) tersebut di Banjarmasin, Senin 

Sebagai contoh infrastruktur berupa jalan yang mengakses/menuju objek wisata religi/rohani tersebut kurang memadai atau mendukung, lanjut mantan anggota DPRD Tanbu itu menjawab Antara Kalsel.

Ia menunjuk contoh makam  Syekh KH Muhammad Dahlan bin Ahmad Abbas atau yang akrab disapa Guru Gantung juga ramai peziarah, bukan saja penduduk setempat, tetapi mereka dari luar daerah, bahkan ada pula asal provinsi lain.

Anggota Komisi III Bidang Pembangunan dan Infrastruktur DPRD Kalsel bergelar sarjana teknik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap, agar pemerintah provinsi (Pemprov) setempat membantu peningkatan jalan arah ke makam Guru Gantung tersebut.

"Jalan makam Guru Gantung (sekitar 350 kilometer timur Banjarmasin) tersebut tidak sampai satu kilometer dari jalan raya atau jalan utama/trans Kalimantan lintas timur Kalsel menuju Kalimantan Timur (Kaltim), tuturnya.

Pasalnya, menurut dia, untuk pembangunan/peningkatan jalan ke objek wisata religi/rohani tersebut belum memungkinkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kotabaru, karena keadaannya yang masih terbatas.

"Saya kira tidak salah atau boleh-boleh saja Pemprov Kalsel turun tangan dalam peningkatan infrastruktur penunjang objek wisata di provisinya, guna lebih menarik pengunjung atau wisatawan," demikian Surinto.

Pada masa Hindia Belanda, Cantung merupakan kawasan perkebunan "sahang" (lada/marica), dan menjadi bagian dari konsisi perkebunan besar kelapa sawit milik perusahaan swasta.

Selain makam Guru Cantung, di "Bumi Sa-ijaan" Kotabaru atau kabupaten paling timur Kalsel itu juga terdapat masjid yang masyarakat anggap mempunyai  karamah (keramat) yaitu Masjid Jami' Tamiang Desa Pantai (sekitar 300 kilometer timur Banjarmasin).

Masjid Jami'Tamiang itu dalam bentuk panggung terbuat dari kayu ulin (kayu besi), pada mimbarnya terukir tulisan "Safar 1323 H" yang berarti usia tempat ibadah kaum Muslim tersebut kini sudah mencapai 117 tahun.

Rancang bangun mimbar Masjid Jami'Tamiang sama dengan yang ada di Masjid Su'ada Aluan Mati/Aluan Sumur (sekitar 171 kilometer utara Banjarmasin) Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel.

Selain itu, punya kesamaan pula dengan rancang bangun atau desain mimbar pada Masjid Al Abrar Titipapan Medan, Sumatera Utara (Sumut).

"Tidak mengherankan, kalau desain ketiga mimbar Masjid Su'ada Aluan Mati/Aluan Sumur, Masjid Jami' Tamiang dan Masjid Al Abrar Titipapan itu ada kesamaan, karena perancangnya orang yang sama pula," ujar zuriat perncang tersebut, Syamsuddin Hasan.

Perancang atau desainer mimbar ketiga mimbar tersebut almarhum H Muhammad Basyiri, juga seorang ulama yang meninggal dunia tahun 1939 dan bermakam di pekuburan Muslim belakang Masjid Al Abrar Titipapan Medan.
 

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019