Jakarta (Antaranews Kalsel) - Sineas film Indonesia Sidi Saleh menilai tidak ada hal yang istimewa dari penyelenggaraan Piala Oscar 2019 yang dilaksanakan di Dolby Theatre, Los Angeles, Amerika Serikat, Minggu (24/2) malam waktu setempat.
"Sebenarnya kalau lihat Oscar sekarang tidak ada yang istimewa. Untuk festival yang tua seperti itu saya rasa semuanya sudah berjalan dengan baik," ujarnya saat dihubungi Antara, Senin.
Dia mencontohkan bahwa penghargaan untuk "Black Panther" sebagai film besutan Marvel pertama yang meraih penghargaan dalam beberapa kategori, seperti desain kostum terbaik, desain produksi terbaik, dan musik orisinal terbaik yang menurutnya merupakan hal yang wajar.
"Secara teknis kita anggap bisa (menang penghargaan)," ujar sutradara yang pernah meraih penghargaan di ajang Venice Film Festival.
Terkait kontroversi masuknya beberapa film yang dianggap tak layak dalam nomine Piala Oscar, seperti film "Green Book" yang sukses menyabet penghargaan film terbaik, dia menilai dalam sebuah ajang penghargaan subjektivitas akan sangat berpengaruh.
"Kalau masalah bagaimana mereka memilih nominasi pasti akan selalu ada subjektivitas. Setiap hal pasti ada subjektivitasnya. Balik lagi karena persepsi," jelasnya.
Baca juga: "Green Book" film terbaik Oscar 2019
Baca juga: "Black Panther" cetak sejarah untuk Marvel di Oscar 2019
Belajar dari Piala Oscar
Tahun ini merupakan yang ke-91 kalinya Piala Oscar diadakan sejak pertama kali digelar pada tahun 1929 silam, menjadikannya sebagai salah satu ajang penghargaan perfilman tertua di dunia.
Bagi Sidi Saleh, konsistensi penyelenggaraan Piala Oscar inilah yang seharusnya bisa menjadi contoh bagi ajang penghargaan film serupa yang digelar di Indonesia.
"Bisa terus konsisten setiap tahun dalam penyelenggaraan dan kualitasnya kalau bisa semakin meningkat," ujar sutradara film "Mama Mama Jagoan" tersebut.
Sutradara kelahiran 39 tahun lalu ini juga mengatakan standardisasi Piala Oscar dalam menentukan nomine juga bisa menjadi contoh.
"Kalau di Oscar sudah punya standar. Minimal teknologinya standar. Kita enggak mungkin lihat film-film yang secara kualitas di bawah standardisasi Oscar masuk nomine," ujarnya.
Meskipun, menurut Sidi, dalam menentukan nomine pada sebuah ajang penghargaan akan selalu ada yang namanya pro dan kontra. Namun hal itu adalah sebuah kewajaran.
"Memang akan ada pro kontra karena film kan produk komersil," kata Sidi.
Dia juga mengaitkan sebuah ajang penghargaan perfilman bisa diselenggarakan karena tersedianya film-film berkualitas yang diproduksi.
"Bicara penghargaan kan juga enggak lepas dari ketersediaan filmnya. Saya tidak tahu jumlah produksi film Indonesia meningkat atau tidak," tutupnya.
(Penulis: Peserta Susdape XIX/Yogi Rachman)
Baca juga: Rami Malek, Olivia Colman dan daftar pemenang Oscar 2019
Baca juga: Red carpet Oscar didominasi warna pastel
"Sebenarnya kalau lihat Oscar sekarang tidak ada yang istimewa. Untuk festival yang tua seperti itu saya rasa semuanya sudah berjalan dengan baik," ujarnya saat dihubungi Antara, Senin.
Dia mencontohkan bahwa penghargaan untuk "Black Panther" sebagai film besutan Marvel pertama yang meraih penghargaan dalam beberapa kategori, seperti desain kostum terbaik, desain produksi terbaik, dan musik orisinal terbaik yang menurutnya merupakan hal yang wajar.
"Secara teknis kita anggap bisa (menang penghargaan)," ujar sutradara yang pernah meraih penghargaan di ajang Venice Film Festival.
Terkait kontroversi masuknya beberapa film yang dianggap tak layak dalam nomine Piala Oscar, seperti film "Green Book" yang sukses menyabet penghargaan film terbaik, dia menilai dalam sebuah ajang penghargaan subjektivitas akan sangat berpengaruh.
"Kalau masalah bagaimana mereka memilih nominasi pasti akan selalu ada subjektivitas. Setiap hal pasti ada subjektivitasnya. Balik lagi karena persepsi," jelasnya.
Baca juga: "Green Book" film terbaik Oscar 2019
Baca juga: "Black Panther" cetak sejarah untuk Marvel di Oscar 2019
Belajar dari Piala Oscar
Tahun ini merupakan yang ke-91 kalinya Piala Oscar diadakan sejak pertama kali digelar pada tahun 1929 silam, menjadikannya sebagai salah satu ajang penghargaan perfilman tertua di dunia.
Bagi Sidi Saleh, konsistensi penyelenggaraan Piala Oscar inilah yang seharusnya bisa menjadi contoh bagi ajang penghargaan film serupa yang digelar di Indonesia.
"Bisa terus konsisten setiap tahun dalam penyelenggaraan dan kualitasnya kalau bisa semakin meningkat," ujar sutradara film "Mama Mama Jagoan" tersebut.
Sutradara kelahiran 39 tahun lalu ini juga mengatakan standardisasi Piala Oscar dalam menentukan nomine juga bisa menjadi contoh.
"Kalau di Oscar sudah punya standar. Minimal teknologinya standar. Kita enggak mungkin lihat film-film yang secara kualitas di bawah standardisasi Oscar masuk nomine," ujarnya.
Meskipun, menurut Sidi, dalam menentukan nomine pada sebuah ajang penghargaan akan selalu ada yang namanya pro dan kontra. Namun hal itu adalah sebuah kewajaran.
"Memang akan ada pro kontra karena film kan produk komersil," kata Sidi.
Dia juga mengaitkan sebuah ajang penghargaan perfilman bisa diselenggarakan karena tersedianya film-film berkualitas yang diproduksi.
"Bicara penghargaan kan juga enggak lepas dari ketersediaan filmnya. Saya tidak tahu jumlah produksi film Indonesia meningkat atau tidak," tutupnya.
(Penulis: Peserta Susdape XIX/Yogi Rachman)
Baca juga: Rami Malek, Olivia Colman dan daftar pemenang Oscar 2019
Baca juga: Red carpet Oscar didominasi warna pastel
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019