Pengamat yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Taufik Arbain mengatakan untuk bisa mempercepat pembangunan daerah di Indonesia perlu jembatan informasi dari daerah ke pusat yang lebih maksimal.

Taufik pada acara "Focus Group Discusion" (PGD) di Unlam Banjarmasin, tema menjembatani kebijakan pusat dan daerah, Selasa, mengatakan, selama ini isu-isu atau kepentingan daerah hampir tidak pernah sampai ke pusat, karena isu daerah selalu kalah dengan isu nasional.

Menurut dia, yang terjadi saat ini isu dan persoalan daerah yang diangkat oleh media massa daerah tidak pernah sampai ke pemerintah pusat, karena pemberitaan tersebut hanya selesai pada tataran kebijakan lokal.

Sementara media massa nasional seperti Kompas, yang selama ini menjadi salah satu sumber informasi rujukan tentang berbagai kejadian dan permasalahan daerah, sangat sedikit memuat berita-berita daerah.

"Hal-hal tersebut yang membuat persoalan-persoalan daerah seakan tidak pernah sampai ke pemerintah pusat, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tak sejalan dengan persoalan yang ada di daerah," katanya.

Menurut dia, selama ini yang terjadi adalah, isu-isu atau persoalan daerah, banyak yang kalah dengan isu atau kebijakan pusat atau nasional.

Dengan demikian, kata dia, ke depan perlu ada upaya untuk menasionalkan isu daerah, sehingga kepentingan daerah bisa didengar dan segera mendapatkan respons dari pusat.

"Jadi bukan lagi jembatan pusat ke daerah tetapi daerah ke pusat, dan saya rasa peranan media dalam hal ini sangat diperlukan, terutama seperti Lembaga Kantar Berita ANTARA, TVRI dan RRI," katanya.

Pemimpin Redaksi Banjarmasin Post Group Yusran Pare, mengatakan, di era berkembangnya media massa yang bukan lagi hanya media cetak tetapi media on-line, seharusnya informasi tidak lagi dibatasi oleh wilayah.

"Berita di daerah saat ini sangat mudah diakses di Jakarta bahkan di luar negeri, hanya mau apa tidak pemerintah mendengar atau membaca berbagai persoalan yang terjadi di daerah," katanya.

Menurut dia, di era kebebasan pers yang berkembang cukup luar biasa saat ini, terutama di Kalsel dengan kekuatan media massa yang cukup besar yaitu tujuh harian dan sekitar 30 radio dan 13 televisi, interaksi antara audiens dengan para elite di pusat kekuasaan dan sebaliknya, seharusnya jauh lebih baik dibanding sebelumnya.

Namun, ternyata pemerataan hanya terjadi di daerah tertentu, yaitu hanya pada pihak-pihak yang punya akses langsung pada sumber pendapatan, teriakan daerah nyaris tidak terdengar oleh pemerintah pusat.

  Diskusi tentang peran media massa dalam sosialisasi kebijakan pemerintah terebut juga dihadiri oleh Staf Ahli Mensesneg Bidang Komunikasi dan Informatika Prof Dadan Wildan, Dosen Unlam, pimpinan Media massa, Ombusdmen dan berbagai pihak terkati /D.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012