Hampir dipastikan setiap adanya lokasi kue atau penjualan penganan berbuka puasa di wilayah Kota Banjarmasin Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, selalu saja tersedia kue bingka.

"Memang kue bingka selalu dicari," kata Kasnah seorang pedagang kue-kue buka puasa di bilangan Jalan Sultan Adam, Banjarmasin Utara Banjarmasin.

Walau kue ini lebih mahal ketimbang kue lain tetapi kue ini paling laku, dan itu terjadi setiap disaat adanya penjualan penganan bulan Ramadan di Banjarmasin, kata Kasnah.

Mengutip pengakuan pembeli, Kasnah menyebutkan diminatinya jenis kue ini karena rasanya manis, dengan rasa manis maka saat berbuka puasa cepat memulihkan tenaga.

Selain itu,kata Kasnah yang mengaku selalu berjualan kue bingka saat bulan puasa tersebut, kue bingka rasanya renyah,legit dan mudah dicerna, sehingga dinilai cocok untuk makanan berbuka puasa.

Oleh karena itu dari 41 macam kue-kue atau penganan berbuka puasa biasanya kue bingka selalu menjadi primadona, dan dipajangpun lebih menonjol ketimbang kue-kue lain di meja jualan, tambahnya.

Tak ada yang tahu persis mulainya budaya membuat kue bingka di kalangan warga tanah Banjar Kalimantan Selatan, tetapi ada yang mengkaitkannya budaya membuat kue tersebut sudah ada sejak berdirinya kerajaan Melayu di wilayah tersebut.

Konon dulu kue bingka selalu dikaitkan dengan aroma pandan, karena selalu dicampur daun pandan, warna kue itupun selalu agak kehijauan.

Tetapi belakangan kue bingka sudah dimodifikasi, menjadi sedikitnya tujuh macam, bukan hanya dengan pandan tetapi dengan kentang, tape ketan, tape ubi, telur, bahkan belakangan sudah dicampur dengan keju dan coklat.

Berdasarkan pemantauan penulis, kue bingka tersebut bukan saja terlihat menonjol di tempat-tempat penjualan penganan skala kecil di kota Banjarmasin, tetapi jugan di sentra penjualan penganan berbuka puasa terbesar "Pasar Wadai Ramadan" (Ramadan Cake Fair).

Namun dari sekian lokasi penjualan kue bingka ini paling popoler dan dicari adalah bingka yang disebut Bingka Thambrin dan Bingka Bunda.

Harga kue bingka cukup bervariasi, dari hanya Rp15 ribu per buah hingga Rp50 ribu per buah, tergantung besar kecil, campuran yang meningkatkan kualitas, dan dari produksi orang tertentu.

Kue bingka adalah kue berbahan baku utama tepung terigu, santan, telur ayam, gula pasir yang bentuknya menyerupai bunga yang sedang mekar dengan enam sudut.

Menurut keterangan kue bingka bukan saja disenangi warga Suku Banjar di Tanah banjar Kalsel, tetapi juga pendatang.

Haji Thambrin seorang perajin kue bingka yang juga dikenal sebuah salon kecantikan tersebut pernah bercerita mengenai usahanya memproduksi kue khas Banjar tersebut.

Menurut pemuda warga Jalan Sultan Adam tersebut bingka tidak hanya disukai masyarakat Kalsel atau urang Banjar. Tapi banyak pula masyarakat luar daerah yang menyenangi, karena seringkali bingka produksinya dibeli pendatang dari berbagai nusantara bahwakan dibawa ke luar negeri, antara lain ke Malaysia dan Brunei Darussalam.

Selama Ramadan, Haji Thambrin memproduksi ratusan buah bingka per hari, dan mempekerjakan belasan pekerja.

41 macam

Di dalam masyarakat Suku Banjar Kalsel, kue bingka satu diantara 41 macam penganan yang secara turun temurun dibuat untuk makanan, tak hanya bulan puasa tetapi juga bulan maulud, dan hari-hari biasa.

Kue-kue olahan warga di wilayah bagian selatan pulau terbesar di Indonesia tersebut, dikenal manis-manis karena karena banyak kandungan gula putih dan gula merah seperti gula aren.

Konon kue Banjar dibuat memang harus manis karena warga setempat termasuk masyarakat pekerja yang memerlukan kalori besar, untuk bekerja di sawah, ladang, dan kerja memerlukan tenaga besar lainnya.

Kue-kue tersebut, kebanyakan memanfaatkan bahan yang mudah diperoleh di wilayah setempat, seperti tepung beras biasa, beras ketan, sagu, ubi kayu, keladi (talas), gula aren, santan kelapa, pati hampu, bahkan pati biji buah ramania.

Diantara kue-kue atau penganan tersebut tak sedikit yang bernilai magis, karena dibuat untuk salah satu persyaratan keperluan ritual.

Sebagai contoh saja, kue lamang, cingkarok, wajik, cincin, yang dibuat untuk keperluan hiasan nasi ketan, pada acara "batamat al qur`an," yakni acara seseorang dinyatakan sudah khatam al Qur`an.

Atau kue-kue tertentu seperti sasagon, bubur habang, bubur putih untuk acara kenduri, acara tersebut digelar agar terhindari dari makhluk halus.

Bahkan ada kue-kue tertentu oleh sebagian warga dipercaya bisa membawa berkah dan dibuat sesajen bagi sebuah hajatan.

Banyaknya kue-kue hasil olahan warga Banjar ini bisa dilihat di lokasi pasar kue tahunan yang dikelola Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Banjarmasin "Pasar Wadai Ramadan."

Kue-kue tradisional khas itu seperti kue amparan tatak, kraraban, lamang, cingkarok batu, wajik, kelepon, sari pangantin, sarimuka, putrisalat, cincin, untuk-untuk, gagatas, onde-onde, pare, putu mayang, laksa, kokoleh, bingka barandam, bulungan hayam, kikicak, gayam, kraraban, amparan tatak, agar-agar bagula habang, dan kue tradisonal lainnya.

Selain itu juga menggelar dagangan aneka masakan khas Kalsel, seperti gangan waluh, gangan balamak, papuyu baubar, saluang basanga, masak habang, laksa, lontong, katupat kandangan, soto banjar, gangan kecap haruan, gangan humbut, gangan rabung, pais patin, pais lais, pais baung, karih ayam, karih kambing, dan masakan lainnya.

  Saat Ramadan banyak warga Banjar yang tinggal diperantuan menyempatkan pulang kampung sekedar ingin menikmati kue-kue setempat yang dipajang di kegiatan tahunan tersebut, diantaranya kue itu sulit ditemui pada waktu biasa, sehingga selain bernostalgia dengan kampung halaman juga bernostalgia mengenai makanan/Oleh Hasan Zainuddin

Pewarta: Oleh Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012