Barabai, (Antaranews Kalsel) - Sebagai kiblat kesenian tradisional Kalimantan Selatan Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah mempunyai tradisi tahunan Menyanggar Banua atau juga yang disebut Babunga Tahun.

Yaitu suatu ritual yang dilakukan oleh para keturunan Datu Taruna Barikin yang bertujuan untuk mengakrabkan keluarga dan juga selamatan agar desa tersebut terhindar dari bala bencana dan hal-hal buruk lainnya.

Di dalamnya juga diisi upacara persembahan sesajen yang dibuat dan bersumber dari hasil panen masyarakat sebagai rasa syukur atas hasil yang diperoleh dan sekaligus merupakan harapan agar mendapatkan panen yang melimpah pada tahun yang akan datang.

Menyanggar Banua biasanya dilaksanakan selama tiga hari yang dialawi dengan upacara mempersiapkan peralatan dan sesajen. Selagi sesajen disiapkan, diadakanlah upacara badudus (mandi-mandi atau selamatan tahunan) yang biasanya dilakukan pada hari minggu sebelum tengah hari.
 
Para warga yang kesurupan sambil menari-nari mengikuti gamelan (Antaranews Kalsel/M. Taupik Rahman)


Umumnya yang didudus adalah anak-anak dengan diiringi tabuhan gamelan oleh keluarga yang memakai pakaian khas Banjar berwarna kuning bagi pria, dan hitam bagi wanita.

Upacara ini dilaksanakan dalam sebuah atap khas yang berlangit-langit berwarna kuning, dan sekeliling tiangnya diikat pohon pisang dan tebu. Disamping kiri-kanan atap berdiri dua orang yang memegang tombak. Saat rangkaian upacara ini biasanya, terdapat puluhan orang keluarga yang kesurupan.

Setelah tengah hari, kira-kira pukul 14.00 wita usai seremonial sambutan para pejabat, dimulailah arak-arakan mengantarkan sesajen. Arak-arakan ini diikuti oleh seluruh keluarga Datuk Taruna dengan mengawal seorang wanita muda pembawa dupa dengan pakaian warna hitam untuk Datu Taruna yang didampingi pimpinan upacara dan para pembantunya.
 
Seorang wanita muda pengantar dupa menuju sumur Datu Taruna (Antaranews Kalsel/M. Taupik Rahman)


Seorang diantaranya membawa sebilah keris Naga Runting dan tombak ambulung. Di belakang pembawa tombak terdapat para pembawa ancak sesajen dan diapit oleh sekitar 40-50 orang menuju sumur sambil membunyikan gamelan. Saat gamelan dibunyikan inilah yang paling banyak warga penonton yang kesurupan sambil menari-nari dan teriak-teriak.

Kalau dulu, sesampainya di sumur, pimpinan upacara mengambil kepala hewan (kerbau atau kambing) yang masih berdarah dan di letakkan disebatang pohon bambu disekitar lokasi upacara. 

Seorang wanita yang kesurupan mengambilnya sambil menari-nari memakan kepala kambing sambil menghisap darahnya. Namun sekarang hal itu tidak dilakukan hanya sesajen dan daging kambing yang sudah masak saja diperebutkan.
 
Proses batapung tawar di kolam Datu Taruna untuk menghilangkan kesurupan (Antaranews Kalsel/M. Taupik Rahman)


Acara mengantar sesajen diakhiri dengan dipercikannya tapung tawar dan batampungas (membasuh muka) di sumur Datu Taruna dan tidak berapa lama warga yang kesurupan pun sadar seperti semula.

Pada malam harinya diadakan acara wayang sampir yang membawakan lakon khas penyerahan sesajen, dalangnya ialah dalang khusus dari keturunan Datuk Taruna. Keesokan harinya diadakan Baayun Wayang yang menceritakan anak cucu sudah di Dudus di Ayun dan resmi menjadi keluarga Datu taruna.
Ribuan warga yang mengiringi saat ritual arak-arakan sesajen (Antaranews Kalsel/M. Taupik Rahman)

Selanjutnya yaitu acara tari topeng yang dimainkan peran Pantul dan Amban sebagai pengasuh anak-anak dengan gerak-gerik yang menggelikan. 

Sebagai penutup, diadakan upacara memulangkan undangan. Dalang selaku pemimpin upacara mengucapkan mantera-mantera yang mempersilakan para makhluk ghaib yang dipercayai telah hadir dalam upacara untuk kembali ke alamnya.

Setiap tahunnya, acara Menyanggar Banua ini dihadiri ribuan masyarakat terutama keturunan Datu Taruna yang datang dari berbagai provinsi di Indonesia. Kegiatan itu juga menjadi wisata budaya dan mengundang perhatian dunia hingga pada pelaksanaan tahun ini pada Minggu (15/7),  ada sekitar 14 mahasiswa dari Taiwan yang berkunjung dan melihat upacara tersebut.

   

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018