Paringin, (Antaranews Kalsel) - Pemerintah Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, berupaya terus melestarikan tradisi budaya tanglong, dengan kemasan yang dinilai lebih memiliki banyak manfaat bagi masyarakat.

Dilaksanakan oleh Dewan Kesenian Balangan (DKB), tradisi budaya tanglong kini tidak lagi menjadi sebuah ajang arak-arakan, namun dikemas sebagai sebuah pajangan tontonan di areal Taman Sanggam, selama tiga malam, Senin (11/6) - Rabu (13/6) malam.

Tradisi budaya tanglong yang disampaikan oleh para duta wisata yang terkumpul dalam Ikatan Nanang Galuh (INAGA) Kabupaten Balangan, disebutkan sebagai sebuah tradisi budaya yang bernuansa Islami.

Dalam masyarakat Kabupaten Balangan, Tanglong dikenal sebagai sebuah ornament atau replika atau miniatur atau lebih mirip dengan lampion, dengan berbagai bentuk dan model yang dikemas dalam nuansa Islami.

Dari bentuk miniatur masjid, onta, manusia berbusana muslim, rumah adat Banjar, beduk, pohon kurma, gowa hira, hingga bentuk replika burung buraq. 

Tradisi Tanglong kerap dilaksanakan pada malam ke 21 Ramadhan, atau dikenal dengan malam Nuzulul Quran, ataupun malam salikuran hingga menjelang lebaran. Dimana pada malam-malam tersebut dikenal pula sebagai malam Lailatul Qadar.

Sebab di malam-malam itu pula Allah SWT menjanjikan akan menurunkan Lailatul Qadar, sebagai malam paling dinanti dan diimpikan umat muslim di segala semesta alam.

Guna menyambut kemeriahan Ramadhan dan malam-malam Lailatul Qadar tersebut, masyarakat mengekspresikan lewat sebuah tradisi budaya bernuansa Islami.

Bahan Tanglong menggunakan kertas berwarna warni dan sejumlah kain yang ditopang rotan dan bilah bambu sebagai kerangka. 

Tanglong biasanya dibuat di atas gerobak, becak, sepeda, sepeda motor, hingga mobil. Tradisi budaya ini sudah ada sejak lebih dari 30 tahun silam, saat Kabupaten Balangan masih sebagai sebuah kecamatan, di bawah Kabupaten induk, Hulu Sungai Utara.

Dalam sebuah riwayat masyarakat Banjar, Tanglong itu sendiri dulunya lebih dikenal dengan nama Badadamaran, karena penerangan ornament Tanglong masih menggunakan pelita lampu dari getah kayu damar. 

Namun sejak 25 tahun silam, tradisi badadamaran ini memudar seiring habisnya damar dan tergantikan dengan pelita dari sumbu kain yang diletakkan di obor yang terbuat dari bambu maupun botol bekas atau kaleng kemasan dengan bahan bakar minyak tanah. 

Dan seiring waktu, tradisi ini perlahan bergeser pola dan bentuknya, hingga kini dominan dihiasi oleh lampu hias dengan warna-warni yang lebih gemerlapan dan cemerlang.

Kini Tanglong menjadi sebuah tradisi budaya bernuansa Islami yang memiliki ruang tersendiri bagi masyarakat dari berbagai kalangan, berbagai umat agama, berbagai suku dan dari berbagai usia.

Tanglong kini menjadi sebuah penegasan budaya yang dapat ditemui di bulan Ramadhan, yang merupakan ekspresi budaya masyarakat dalam sebuah tontonan dan hiburan alternatif untuk semua kalangan.  

Pewarta: Roly Supriadi

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018