Banjarmasin (Antaranews Kalsel)- Populasi binatang Sadu di pedalaman Kalimantan Selatan, dalam sepuluh tahun belakangan ini terjadi penurunan yang drastis.

Penurunan populasi binatang Sadu tersebut diperkirakan ada kaitannya dengan kian rusaknya alam lingkungan, kata Adie, seorang anggota organisasi pecinta lingkungan, di Kabupaten Balangan, Jumat.

Menurut Adie yang biasa dipanggil Didun tersebut, sudah jarang terlihat binatang Sadu itu berkeliaran di perkampungan, padahal dulu hampir terlihat setiap malam.

Sebab binatang yang biasa mengeluarkan bau khas yang menyengat tersebut termasuk binatang malam, dan siang hari tak pernah dijumpai binatang ini, ia akan keluar sarang pada malam hari untuk mencari makan.

Binatang yang postur tubuhnya kecil seperti kucing tetapi bentuknya menyerupai babi itu bila terancam bahaya mengeluarkan bau yang sangat menyengat, yang oleh warga setempat bau itu dikeluarkan melalui kentutnya.

Bahkan saking kuat bau yang menyengat itulah yang menjadi senjata ampuhnya untuk melindungi diri dari ancaman bahaya, terutama dari binatang buas.

Adie sendiri menyayangkan kian menurunnya populasi satwa unik tersebut, karena keberadaannya adalah memperkaya kehidupan satwa yang termasuk dalam kekayaan sumberdaya alam setempat.

Belum lama ini masih terlihat Sadu di Desa Panggung, Kecamatan Paringin Selatan, Balangan, namun sayangnya kemunculannya justru baha bagi binatang itu karena tertabrak mobil dan tergeletak di jalan dan mati.

Walau saat tertabrak sempat mengeluarkan bau menyengat sehingga satu kampung menjadi ribut akibat bau menyengat itu, akhirnya oleh seoranbg warga sadu yang mati tertabrak itu dibuang ke sungai agar mengurangi bau yang menggangu warga tersebut.

Berdasarkan wikipedia, Sadu adalah Mydaus javanensis (sebelumnya disebut Mydaus meliceps) adalah sigung yang habitat aslinya di Indonesia bagian barat, Kalimantan, dan Malaysia.

Hewan mamalia yang dapat mengeluarkan bau busuk jika terganggu ini termasuk ke dalam suku Mephitidae.

Dalam bahasa lokal dikenal juga sebagai teledu, telegu, kesensedu, kensedu, sadu / sa'at (bahasa Banjar) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris, hewan ini dikenal sebagai Indonesian stink badger, Malayan stink badger, Malay badger,

Mamalia bertubuh kecil dengan panjang kepala dan tubuh antara 370-520 mm dan ekor pendek 34-38 mm. Kakinya pendek, tungkai belakang bagian bawah antara 64-70 mm, dan bermoncong panjang.[4]

Tubuh Mydaus javanensis tertutupi rambut yang panjang dan lebat. Warnanya hitam atau coklat tua, dengan garis belang putih memanjang bagian atas tubuh dari tengah kepala hingga ekor. Berat badannya berkisar antara 1,4-3,6 kg.[5] Bentuk dan panjang garis putih di punggungnya itu bervariasi dari tempat ke tempat

Mydaus javanensis merupakan binatang nokturnal yang penyendiri, dan mencari makanannya di tanah (terestrial) dan menggalinya dengan menggunakan cakar dan moncongnya.

Mangsanya, di antaranya, adalah cacing tanah dan tempayak serangga (misalnya tonggeret). Hewan ini bersifat omnivora memangsa aneka jenis katak, ular, tikus, burung, dan telur. Mydaus javanensis juga memakan buah-buahan, akar, jamur, dan dedaunan.

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018