Amuntai, (Antaranews.Kalsel) -Kementerian agama Kabupaten Hulu Sungai Utara turut mengawasi potensi konflik antar umat beragama di pelosok wilayah kerjanya.

Kepala sekai Bimbingan masyarakat (Bimas) Islam, Nasrullah AR di Amuntai, Senin mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) Hulu Sungai Utara (HSU) memiliki total 82 orang tenaga honorer yanh ditempatkan di 10 kecamatan.

"Tiap kecamatan kita tempatkan 8 orang tenaga penyuluh yang merupakan tenaga kontrak kecuali di Kecamatan Amuntai Utara sebanyak 10 orang yang bertugas mengawasi potensi konflik beragama," ujar Nasrullah.

Nasrullah mengatakan, meskipun mayoritas beragama Islam dimana cukup kecil potensi konflik antar umat beragama, namun pihaknya tetap mewaspadai terjadi gesekan akibat beda pemahaman dikalangan Umat Islam di Kabupaten HSU.

Menurut Nasrullah, beda pemahaman dalam menghayati dan mengamalkan ajaran Agama Islam jika tidak cepat diselesaikan bisa pula memunculkan konflik inter agama.

"Alhamdulillah, para ulama dan Majelis Ulama di Kabupaten HSU cepat tanggap bila terjadi kasus perbedaan pemahaman dalam beragama untuk meredam terjadinya konflik melalui pendekatan dialog dengan pihak-pihak terkait," terangnya.

Nasrullah mengatakan, kasus beda pemahaman di tengah Umat Islam di HSU pernah beberapa kali terjadi, bahkan dialog dengan penganut Syiah pernah dilakukan bahkan sampai ke ruang rapat paripurna DPRD HSU.

Penganut Syiah yang berada di Kecamatan Babirik sekitar tahun 2013 kala itu sempat membuat resah Kaum Muslimin di HSU yang mayoritas terdiri atas kelompok Ahlul Sunah wal Jama-ah dan sebagian Muhammadiyah.

Dikatakannya pula, bahwa konflik menyangkut pembangunan sarana rumah ibadah belum pernah terjadi karena penganut agama lain seperti kristen, hindu dan budha sangatlah kecil jumlahnya sehingga tidak memenuhi syarat untuk pendirian rumah ibadah.

Namun ada satu rumah ibadah milik jamaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Desa Sungai Karias hingga permohonan ijinnya belum dikabulkan Kemenag HSU karena dari pihak MUI belum memberikan rekomendasi sebagai tempat rumah ibadah," kata Nasrullah.

"Mesjid tempat ibadah Jamaah LDII dibiarkan beraktivitas karena secara Syariat Islam yang diterapkan tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Hafist," kata Nasrullah.

Namun, lanjutnya, karena sifat jamaah tertutup (ekslusif) diantaranya tidak mau menerima penceramah dan khatib dari luar komunitasnya, maka Kemenag belum bisa mentolerirnya.

"Jumlah jama'ah LDII di Kabupaten HSU sekitar 250 orang dan agak tertutup tidak mau menerima khatib dari luar," katanya.

Ditambahkan, saat ini juga tengah terjadi perbedaan pemahaman ditengah Kaum Muslimin di HSU seperti di Desa Sapala dan Desa Baruh. Namun potensi konfliknya masih kecil dan bisa diredam.

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018